Mohon tunggu...
Ali Mustahib Elyas
Ali Mustahib Elyas Mohon Tunggu... Guru - Bacalah atas nama Tuhanmu

Pendidikan itu Membebaskan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Sebagai Murid Abadi demi Inovasi

13 September 2016   21:28 Diperbarui: 13 September 2016   21:33 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : www.lamperan.net

Saya sendiri lebih menikmati kisah-kisah berjudul Saur Sepuh, Tutur Tinular, Babad Tanah Leluhur dan Mustika dari Gunung Merapi ketika masih diputar melalui radio pada tahun 80-an daripada melalui film layar lebar yang dibuat beberapa waktu setelahnya. Begitu juga melalui tradisi mendongeng yang biasa dilakukan orang-orang tua kita di masa lalu. Sekarang tradisi mendongeng tampaknya ingin dibudayakan lagi oleh komunitas anal-anak bangsa yang menamakan dirinya Nusantara Bertutur (NB). Sebuah komunitas yang peduli pembinaan karakter bangsa yang didirikan sejak 23 Juli 2013.

Efek domino dari kegiatan pembelajaran yang menyenangkan meskipun tanpa banyak didukung peralatan modern multimedia, murid-murid lamban laun juga mampu beradaptasi dengan kondisi kenyamanan kelas yang tidak harus bergantung dengan alat pendingin ruangan. Karena kenyamanan terbaik bisa mereka ciptakan sendiri dari “software” dalam dirinya bernama AQ yang membuatnya mampu beradaptasi dengan lingkungannya.      

“Menjebol” Pintu Pagar Sekolah

Saya merasa apa yang saya lakukan seperti telah diceritakan di atas belum sepenuhnya saya yakini sebagai keberhasilan. Meskipun kelihatannya murid-murid tampak gembira dan antusias mengikuti pembelajaran bersama saya. Keraguan ini dikarenakan saya menyadari banyaknya variabel lain yang turut menjadi penentu suasana kondusif ini. 

Misalnya, keadaan cuaca yang tidak terik sehingga murid-murid tidak “kegerahan” dalam kelas, suasana batin siswa sudah nyaman sejak sebelum mengikuti pembelajaran saya, suasana sekolah dan kelas dirasakan murid-murid lebih nyaman daripada di rumahnya, pengaruh guru lain dan lain sebagainya yang di luar jangkauan prediksi saya.

Langkah yang saya tempuh untuk menguji keraguan itu adalah, saya harus memperluas interaksi sosial di luar sekolah. Dalam hal ini ada beberapa cara yang saya tempuh. Pertama, saya “menceburkan” diri ke dalam kegiatan besar yang saya anggap sesuai hobi atau bakat saya yang selama ini belum pernah mendapat “panggung” yang lebih luas dari ruang-ruang kelas dan lingkungan  sekolah tempat bertugas. Melalui cara ini saya memperoleh apresiasi cukup baik dari peserta dan teman-teman. 

Apresiasi ini menambah spirit dan percaya diri saya dan keyakinan yang menebal bahwa cara saya “menyihir” murid-murid hingga mereka tertarik mengikuti pembelajaran saya sudah tepat. Boleh jadi ini termasuk apa yang disebut hypnoteaching. Kedua, Saya berkesempatan bertukar pengalaman dengan para guru dari lebih banyak sekolah lain yang beragam latar belakangnya. 

Pada kesempatan ini saya banyak menceritakan pengalaman saya yang beberapa di antaranya memperoleh reinforcementdengan cerita serupa yang dilakukan teman-teman guru di sekolahnya masing-masing. Misalnya penggunaan imajinasi untuk visualisasi. Juga tentang efek domino dari pembelajaran mengenal potensi diri yang luar biasa yang dimiliki tiap-tiap orang.

Mengendalikan Pikiran dan Kemauan Sendiri

Prestasi sekecil apapun, kadang membuat kita terlena. Saya pernah terlena bahkan ketika sekedar merasa usia lebih tua dari murid-murid dan merasa telah menjadi guru bagi mereka. Kenyataannya banyak hal bisa saya ambil dari mereka sehingga memperkaya metode pembelajaran yang saya gunakan. Misalnya, ketika tahun 90-an saya menjadi guru SD suasta di Jatiwaringin Pondok Gede, pernah memberi tugas menghafal nama-nama propinsi pada murid-murid kelas IV dengan metode tertentu. 

Tiba-tiba saya terkejut karena di tengah-tengah kegiatan tersebut ada 2 siswi yang saya lihat dari kejauhan tampak asyik bermain tepuk tangan. Saya segera mendekati mereka dengan perasaan marah yang hampir “meledak”. Ternyata yang terjadi, mereka menghafal sambil bermain tepuk tangan saling-silang. Hari-hari selanjutnya saya memberi kebebasan mereka setiap ada tugas yang harus dikerjakan sesuai dengan cara yang membuat mereka nyaman. Selebihnya saya tinggal memantau untuk memastikan mereka tetap melakukan tugasnya dan memandu beberapa di antaranya yang memang membutuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun