Mohon tunggu...
Ali Musri Syam
Ali Musri Syam Mohon Tunggu... Sekretaris - Belajar Menulis

Pekerja, menyukai sastra khususnya puisi, olahraga khususnya sepakbola, sosial politik. Karena Menulis adalah cara paripurna mengeja zaman, menulis adalah jalan setapak menjejalkan dan menjejakkan kaki dalam rautan sejarah, menulis menisbahkan diri bagi peradaban dan keberadaban. (Bulukumba, Makassar, Balikpapan, Penajam Paser Utara) https://www.facebook.com/alimusrisyam https://www.instagram.com/alimusrisyam/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mengajarkan Anak Ibadah di Bulan Puasa: Siklus Anak Menjadi Orang Tua

2 Mei 2021   23:40 Diperbarui: 2 Mei 2021   23:59 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Perihal sebagai anak dan orang tua, sesungguhnya hidup ini adalah siklus. Dulu kita adalah seorang anak, sekarang atau nanti kita akan menjadi orang tua bagi anak-anak kita, begitu seterusnya”

Kutipan diatas adalah renungan batin buat saya. Betapa hidup ini singkat dan ia terus berjalan tanpa mampu kita mencegahnya. Sebagai konsekuensi logis, idealnya kita harus mengisi perjalanan hidup ini dengan sesuatu yang baik dan bermanfaat.

Baca Juga: Senjata Pamungkas itu Bernama KOJIMA, Madu Lengkap Menjaga Nutrisi Berpuasa

Saya selalu mengingat masa-masa kecil, ketika sedang dalam suasana bulan suci ramadan. Semua hal tentang masa kecil dulu begitu terekam baik dalam memori.

Termasuk diantaranya adalah tentang apa yang dilakukan orang tua saya dalam mengajarkan anak ibadah di bulan ramadan.

Berikut beberapa hal pendidikan dan pengajaran orang tua yang saya ingat semasa kecil dahulu:

Mengajarkan Dasar Tauhid

Bahkan sebelum saya mendapat pelajaran ini disekolah, orang tua sudah lebih dahulu memperkenalkannya.

Rukun Islam yang lima dan rukun iman yang enam sudah di ajarkan dan di terangkan dengan bahasa sederhana khas anak-anak kampung.

Contoh pengajarannya:

Rukun Islam pertama, syahadat. Bahwa setiap orang yang beragama Islam wajib mengucapkan kalimat syahadat dan ini adalah kalimat dasar keimanan kita. Bahkan mereka menjelaskan jika mengucapkan kalimat ini tidak boleh ditempat sembarangan, hanya ditempat-tempat yang suci.

Baca Juga: Mie Kuah Khas Chef Alakadarnya, Menu Berbuka Puasa Spesial

Contoh lain tentang rukun iman, yaitu iman kepada Allah. Bahwa wajib hukumnya bagi kita sebagai orang islam (Muslim) untuk yakin dan percaya akan adanya Allah, meski tak terlihat tapi dia mampu mengetahui segala hal yang kita perbuat, dan dia akan mencatat segala amal perbuatan kita itu dan akan ada ganjarannya di akhirat nanti.

Pada bulan ramadan, saya diajarkan untuk berpuasa. Mereka menuntun saya dan mengajarkan tentang apa itu puasa. Bahwa puasa adalah salah satu kewajiban seorang muslim, yaitu menahan lapar dan haus dari sebelum terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

Puasa penuh satu hari pertama saya pada saat usia lima tahun. Ramadan tahun itu saya mampu menyelesaikan empat hari puasa penuh, sedangkan hari lainnya hanya setengah hari.

Pelajaran yang paling saya ingat tentang puasa dari mereka adalah bahwa kita berpuasa supaya bisa merasakan bagaimana rasa lapar dan hausnya orang-orang yang tidak mampu (miskin). Jadi ini adalah semacam ujian keimanan sekaligus kesamaan nasib (solidaritas), mereka menyebutnya begitu.

Mengajarkan dengan Teladan

Orang tua saya dalam mengajarkan dan mendidik ilmu agama sebenarnya cukup ketat. Saya ingat masa kecil dulu, jika terdengar suara azan, saya harus berhenti melakukan aktivitas. Harus segera melaksanakan salat di masjid.

Tapi itu bukan hanya sebagai perintah saja, tetapi orang tua saya yang lebih dulu mencontohkan. Beliau bahkan bersiap-siap ketika suara masjid sudah mengaji atau salawat.

Baca Juga: Bukber Virtual Tetap Oke, Bahkan Tak Mengurangi Keberkahan

Di saat-saat seperti itu beliau sisihkan pengajaran dengan menyampaikan tentang keutamaan salat diawal waktu dan menempati saf terdepan, sekaligus menyampaikan tentang pentingnya segera menyambut panggilan azan sebagai panggilan Tuhan.

Tak lupa sejak dini mereka mengajarkan kami tentang tata cara dan bacaan dalam salat secara pelan-pelan.

Hal lain yang saya ingat adalah tentang wajibnya kita bisa membaca Al quran. Sejak umur lima tahun saya sudah di titipkan ke tetangga (guru mengaji) untuk belajar membaca Alquran.

Hal ini menjadi motivasi dan sesuatu yang mengasyikkan, sebab orang tua saya pun membaca Alquran setiap hari, bahkan tidak hanya sekali, terutama dalam bulan suci ramadan, hampir setiap selesai salat fardu, mereka melantunkannya. Jadi saya merasa disitu ada keteladanan yang luar biasa.

Membangun Komunikasi Sebagai Wadah Evaluasi

Seiring berjalannya waktu, setelah mengajarkan banyak hal. Orang tua saya membiasakan membangun pola komunikasi yang efektif. Mereka memantau perkembangan pengetahuan agama saya secara tidak formal dan tidak kaku.

Baca Juga: Dari Al Baqarah 183, Bukhari Muslim hingga Kutipan "Janda" Zainuddin MZ: Kisah Klasik Ramadan

Dalam waktu-waktu tertentu ketika sedang santai atau sambil bermain di rumah. Mereka memberi pertanyaan-pertanyaan seputar ilmu agama dan membenarkan bacaan-bacaan ayat suci Al quran yang saya lantunkan.

Situasi ini memberi kesan suasana yang cair, tidak menoton dan membosankan buat saya. Menyenangkan sekaligus dapat menyerap ilmunya dengan mudah.

Memberi Penghargaan (Reward)

Salah satu hal pemicu atau motivasi dalam melaksanakan pengajaran orang tua saya dulu adalah mereka sering memberi hadiah, ketika melaksanakan suatu hal, baik tentang ibadah maupun tentang pelajaran sekolah. Hadiahnya kadang berupa: makanan kesukaan, pakaian, mainan, ajakan berkunjung atau jalan-jalan ke kota dan lain-lain.

Baca Juga: Olahraga Ringan di Bulan Ramadan? "Joging" Pilihannya: Mudah, Praktis dan Maksimal Manfaatnya

Meski hadiahnya kecil, namun sangat berarti dan menyenangkan buat saya. Tetapi pada saat memberikan hadiah, mereka menjelaskan, jika ini hanya hadiah kecil, akan tersedia hadiah besar dari Tuhan, mereka menyebutnya tabungan akhirat.

Kata mereka, tabungan akhirat itu dapat mengabulkan segala permintaan. Kalimat itu begitu masih membekas dalam ingatan saya hingga kini.

Itulah empat hal pokok warisan orang tua yang menjadi renungan batin dalam mengajarkan anak ibadah di bulan ramadan.

Sebagai kelanjutan proses siklus anak menjadi orang tua. Hal tersebut pelan-pelan juga saya terapkan kepada anak-anak saat sekarang ini. Semoga saja bisa bermanfaat dan membuakan hasil positif.

“Siapa yang dengan keikhlasan dan ketulusan menabur benih yang baik, memelihara dan merawat dengan baik, akan menuai (memanen) buah yang baik pula”

Sungguh suatu pelajaran berharga dari orang tua, yang mesti saya lanjutkan buat generasi selanjutnya. Amin!

Semoga bermanfaat

Salam hangat

Ali Musri Syam Puang Antong

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun