Masih Pagi
dan Aku menggigil
Hujan terus menderas
Melewati batas-batas normal
Suara gemericiknya diatas genteng
Mendengung pendengaran
Suara televisi tak terdengar
Suaramu makin samar
Kasur kapuk makin lekat dibadan
Sehangat dekap bayangan
Wajahmu dibalik cermin
Memandang tanpa kedipan
Kerinduan adalah pada potretmu
Kupandangi tak jemu-jemu
Kerinduan ini kutanggung sendiri
Sebagai konsekuensi logis cinta agresi
Aku hanya punya lentera
Pada gelap pagi mendera
Kujadikan suluh satu-satunya
Mengamati wajahmu mulai menua
Hatiku tersayat
Aku masih disini, belum juga beranjak
;Menjemputmu dalam penat
Balikpapan, 7 November 2020
Ali Musri Syam Puang Antong
*Puisi Sebelumnya: https://www.kompasiana.com/alimusrisyam/5fa75117d541df70261a88d2/sebuah-kisah-di-ruang-rindu
*Puisi Pilihan: https://www.kompasiana.com/alimusrisyam/5fa1fe6b8ede4843c21b33c2/suluh-rindu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H