Mohon tunggu...
Alimin Samawa
Alimin Samawa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir di tanah samawa, ingin terus bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Koin Emas untuk Ibu

1 September 2016   22:25 Diperbarui: 1 September 2016   23:00 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wati si Bintang Kelas sedang sakit. Wati, satu-satunya murid yang berasal dari Pulau Kaung. Atas usulan Faras, sang ketua kelas. Wali Kelas dan murid-muridnya memutuskan akan menjenguk Wati. Hari Minggu ini mereka berencana menjenguk Wati. Mereka akan berangkat ke rumah Wati, menggunakan perahu.

Seluruh perbekalan telah dinaikkan ke atas perahu. Giliran seluruh siswa dan Bu Guru yang naik. Pak Aji bersama Abang Siroj telah siap siaga mengendarai perahu mesin itu. Mesin dinyalakan, Perahu berangkat melewati laut yang tenang. Semua berdo’a untuk keselamatan selama perjalanan.

Murid-murid bersorak-sorai. Sesekali bercanda dan bercerita. Hanya butuh waktu lima belas menit. Perahu telah merapat di Pulau Kaung. Pulau tempat rumah Wati berada.

Suasana Pulau ramai dengan nelayan yang sedang menjemur jala, menambatkan perahu atau sekadar membuang air yang masuk ke perahu.

Dari kejauhan Nampak semak-semak dan tumbuh-tumbuhan pantai. Kawanan burung Kecial Kuning mengundang perhatian murid laki-laki.

“Bu Guru, ijin sebentar. Boleh kami ke semak-semak itu?”ucap Faras. Sang Ketua kelas.

“Jangan lama-lama Faras! Kita harus segera ke rumah Wati. Sebelum matahari tinggi, ya!”

Faras mengangguk. Segera berlari kencang ke arah semak, dan pepohonan yang meneduhi beberapa bagian pulau.

“Auw! Astagfirullah” Faras meringis terjatuh, tersandung sesuatu. Teman-temannya masih mengejar kawanan burung Kecial Kuning.

Faras tertegun, kaget. Saat melihat isi kaleng yang menyandung kakinya. Dae, Jake dan Rida masih sibuk mengejar Kecial Kuning. Burung kecil yang mereka lihat, saat merapat di Pulau Kaung.

“Faras! Ayo!” Bu Asri memanggil. Bu Guru yang menemani anak-anak kelas tiga Sekolah Dasar Labuhan Sumbawa. Dae, Jake dan Rida segera berlari ke arah kerumunan. Faras masih diam memandang kaleng berkarat itu. Pelan ia membuka kaleng itu. Ternyata, kaleng itu bukan kaleng sembarangan. Isinya koin-koin mengkilat berwarna emas. Tangan Faras gemetar memegang koin-koin itu.

“Faras!....Ayo!” Suara Bu Asri agak keras.

“Iya Bu, Maaf, kaki saya terluka sedikit. Saya obati dulu!” Faras berteriak, sembari memasukan kaleng berkarat ke dalam tasnya.

Rombongan dua puluh anak-anak beserta Bu Asri menunggu Faras. Dae, Jake dan Rida asyik dengan burung Kecial Kuning yang baru mereka tangkap. Yang lain menatap sebuah rumah panggung yang akan mereka kunjungi. Tak berapa lama, kemudian Faras telah bergabung dengan rombongan.

“Maaf, Bu. Maaf teman-teman. Gara-gara saya, kita agak telat menjenguk Wati”

“Iya sudah, tidak apa-apa. Ayo, kita ke rumah Wati” ujar Bu Asri lembut.

Seluruh rombongan berangkat. Perahu ditambatkan dipinggir pantai. Pak Aji, pemilik perahu juga ikut menjenguk Wati. Abang Siroj yang menjaga perahu.

***

“Assalamu’alaikum!” Bu Asri yang mengucap salam. Faras dan teman-temannya  juga mengucap salam. Suasananya menjadi ramai. Rumah Wati bergetar, seperti tidak kuat menampung banyak orang. Ibu Wati menyambut ramah. Wati tinggal bertiga dengan orang tuanya. Pagi itu, Wati hanya ditemani Ibunya. Wajahnya pucat. Rambutnya kusut. Hampir seminggu Wati tidak masuk sekolah. Katanya penyakit tipus. Semua anak-anak menyalami Wati. Menyerahkan buah tangan dan kado.

“Terima Kasih teman-teman!” ucap Wati pelan. Ibunya Wati juga berterima kasih kepada Bu Asri dan teman-teman.

“Maaf aku yang terakhir menyerahkan bingkisan!” sela Faras, saat teman-temannya ramai menanyakan ini dan itu kepada Wati dan Ibunya.

“cie-cie!” teman-temannya Faras menggoda.

“Hush! Tenang, kita kan datang ke sini agar Wati cepat sembuh. Jangan ribut dong!” sergah Bu Asri.

Faras diam saja. Rupanya ada sesuatu yang di telah diselipkan di bingkisannya. Sesaat wajah wati Nampak segar. seperti bunga yang baru mekar karena tersiram air. Terakhir Bu Asri menyerahkan sebuah amplop kepada Ibu Wati. Menyebabkan Ibu Wati berkaca-kaca, menangis pelan. Langsung memeluk Bu Asri. Suasana mendadak  hening. Anak-anak dan Pak Aji diam sejenak.

“Alhamdulillah, anak-anak  yang mengumpulkan ini semua! Mungkin tidak seberapa bu” ucap Bu Asri.

Berkali-kali, Ibu Wati mengucap terima kasih.

Matahari sudah agak tinggi. Hampir tiba waktu dzuhur.  Anak-anak perempuan masih asyik mengajak Wati bermain dan bercerita. Sementara  Faras dan teman-teman bermain di kolong rumah Wati, dengan Burung Kecial yang mereka tangkap tadi. Suara Ombak dan pengeras suara yang memutar pengajian Al-Qur’an menambah indahnya suasana Pulau Kaung menjelang siang.

Setelah sholat dan makan perbekalan masing-masing. Bu Asri mengajak anak muridnya pulang ke Sumbawa. Pak Aji sudah siap dengan perahunya. Wati dan Ibunya ikut mengantar di tepi pantai.

“Assalamu’alaikum, Cepat sembuh Wati, Ya!” Ramai suara anak-anak.  Wati dan Ibunya melambaikan tangan.

***

Pulang dari Pulau Kaung. Faras dan teman-teman nampak gembira, meskipun lelah. Mereka senang bisa menjenguk Wati, sekaligus tamasya ke Pulau Kaung. Semua murid kelas tiga kembali ke rumahnya masing-masing.

“Ibumu bagaimana kabarnya Faras?” Bu Asri menghentikan langkah.

“Ibu, masih belum sembuh Bu Guru! Mohon do’anya agar Ibu saya cepat sembuh!” ucap Faras datar.

“Insya Allah, Bu Guru Do’akan! Faras juga jangan lupa berdo’a!”

“Terima kasih Bu Guru, saya duluan. Ditunggu Ibu di rumah! Assalamu’alaikum” ujar Faras langsung pamit.

***

Saat Faras tiba di rumah. Ramai masyarakat berkumpul. Ada pesta rupanya, pikir Faras.

“Faras, cepat sini. Ibumu pingsan, belum sadar!” ucap Bu Mina. Teman dekat Ibunya Faras.

“Ada apa Uwak?” Faras hampir menangis.

Bu Mina memegang tangan Faras.

“Kita akan membawa ibumu ke Rumah Sakit” Ucap Bu Mina Pelan

***

Rumah Sakit sedikit lengang. Faras berjalan pelan ikut mendorong kereta pasien. Ibunya masuk UGD. Faras pernah dengar bahwa, biaya rumah sakit mahal. Ia berpikir bagaimana caranya bisa membayar biaya.

Setengah jam kemudian, seorang dokter keluar dari UGD.

“Keluarga Ibu Nurjannah?”.

Bu Mina dan Faras segera mendekat.

“Saya Bu Dokter, Bagaimana kondisi Jannah!” Bu Mina bertanya, sedikiti risau. Faras menemani Nampak gelisah.

“Bu Nurjanah butuh darah golongan A. Mohon Ibu segera ke kantor PMI Sumbawa!” ucap dokter mantap.

Tak lama berselang. Bu Asri sudah berada di Rumah Sakit, bersama beberapa muridnya.

“Sabar Faras, ya. Banyak berdo’a!”

Faras tersenyum. Dan mengucapkan terima kasih.

Lorong Rumah Sakit Sumbawa Besar, dipenuhi pengunjung. Pak Kardi, ketua RT sekaligus penggerak Majelit Taklim, di tempat tinggalnya Faras yang membawa rombongan. Tak banyak yang heran, kenapa begitu banyak orang yang datang menjenguk. Bu Nurjannah dikenal sebagai tetangga yang selalu peduli dengan sesama. Sampai-sampai dirinyapun dinomorduakan. Ia sering membagi makanan saat orang di sekitarnya benar-benar membutuhkan. Hingga sakit yang dideritanya menghalanginya untuk tak lagi sering berbagi. Ia tak kuasa lagi berkeliling membagikan nasi bungkus ke tetangganya. Bahkan warung nasinya sudah beberapa pekan tutup. Tak lagi berjualan. Sejak meninggal ayahnya Faras, Bu Nurjanahlah yang menjadi tulang punggung keluarga.

***

Malam ini, Faras menemani Ibunya di Rumah Sakit. Beberapa tetangga telah pulang. Tinggal Pak Kardi dan istrinya yang ikut menemani di Rumah Sakit.

“Nak Faras, kamu istirahatlah dulu!” ucap Bu Mina.

Faras menggeleng pelan. Matanya agak bengkak. Menahan kantuk. Sepulang menjenguk Wati tadi pagi, ia belum istirahat. Makanpun sedikit.

“Iya Faras, istirahatlah dulu, Biar Uwak Mina yang jaga Ibumu” ujar Pak Kardi membujuk.

“Tak Apa Uwak Kardi. Faras sudah ijin tadi sama Bu Asri, besok  tidak masuk sekolah, jadi bisa jaga Ibu!”

Pak Kardi dan Bu Mina memutuskan menemani Bu Nurjanah.  

“Besok, biar Uwak saja yang menemani Ibumu. Faras nginap di rumah bersama Rida di rumah Uwak! Sebentar lagi ujian semester. Uwak janji menjaga Ibumu” ucap Bu Mina penuh sayang.

***

Sudah tiga hari Bu Nurjanah dirawat. Kondisinya belum sepenuhnya pulih. Kata dokter dia harus cuci darah rutin. Pak Kardi dan Bu Mina, sengaja tidak memberitahukan kepada Faras. Biayanya tentu mahal. Pak Kardi sudah memberitahukan kepada tetangga yang lain tentang kondisi Bu Nurjanah. Mereka sudah sepakat urunan mengumpulkan dana untuk menanggung biaya Rumah Sakit. Rupanya diam-diam Faras telah mengetahui penyakit ibunya, dia sangat sedih. Ia ingat betul dengan pesan almarhum Ayahnya, laki-laki pantang menangis. Jika kekurangan mintalah kepada Allah, begitulah pesan ayah sekaligus guru ngajinya.

Faras baru sadar, tentang kaleng yang ditemukannya beberapa hari lalu. Dengan berani, Faras mendatangi kantor Rumah Sakit. Sambil membawa kaleng berisi koin emas. Ia hendak membayar biaya perawatan Ibunya. Bu Mina masih setia menemani. Faras hanya memastikan koin emas itu ada gunanya.

“Mau ke mana Faras?”

Faras hanya diam, berjalan cepat sambil memeluk tasnya.

***

Setelah hampir sepekan. Ibunya Faras sudah boleh dibawa pulang. Semua biaya rumah sakit telah lunas.

“Kata Bu Mina, biaya rumah sakit Faras yang bayar, benar Faras?” Tanya ibu.

Faras diam sejenak. Kemudian menatap Ibunya.

“Iya Faras. Dari mana kau dapat uang sebanyak itu?” Kali ini Bu Mina yang bertanya.

“Kamu harus jujur, Nak!”

Faras masih diam. Lalu bangkit ke kamarnya. Ia kembali menenteng tas yang dulu ia pakai saat menjenguk Wati. Pelan ia mengambil kaleng yang sudah berkarat itu. Kemudian ia letakkan di meja, di samping tempat tidur Ibunya.

Bu Nurjanah dan Bu Mina kaget, melihat isi kaleng itu.

“Saat menjenguk Wati. Faras mengejar burung Kecial Kuning. Lalu Kaki Faras tersandung kaleng ini! Faras juga memberikan satu koin kepada Ibunya Wati” Ujar Faras jujur.

“Subhanalloh!” pekik Bu Nurjanah dan Bu Mina bersamaan.

“Beberapa koin Faras berikan kepada kasir di Rumah Sakit untuk biaya Ibu, dan mereka menerima dua koin itu. Ini kembaliannya.

“Sebaiknya Faras mengembalikan kaleng itu ke tempat semula. Itu bukan hak kita Nak!” Ujar Bu Nurjanah lembut.

“Saya hanya ingin agar ibu bisa sembuh. Kata dokter Ibu harus cuci darah rutin. Semoga koin ini bisa membantu!”

“Kita punya Allah, Nak. Allah yang membatu kita!”

Faras mengangguk. Bu Mina meminta Bu Nurjannah istirahat. Juga menasehati Faras untuk mengembalikan kaleng itu.

***

Berita tentang Kaleng yang berisi  koin emas itu tersebar ke mana-mana. Bahkan beredar luas di internet. Dari berbagai desas-desus yang beredar di tengah masyarakat. Ternyata Pulau Kaung tempat ditemukan kaleng berisi koin emas itu. Adalah tempat dulu saudagar dari Jepang yang menjajah tanah air mengubur harta mereka. Entah benar atau tidak informasi itu. Faras dan Ibunya memberikan koin emas itu ke lembaga sosial, yang sering mengumpulkan dana untuk membantu kaum dhuafa dan mengirim bantuan ke Palestina dan dunia Islam lainnya. Banyak orang yang ingin mendapatkan koin emas seperti yang diperoleh Faras. Namun tak ada satu koinpun yang ditemukan.

Bu Nurjanah yakin itu adalah koin kiriman dari Allah, untuk keluarganya yang sedang ditimpa kesusahan. Do’a-doa panjang yang sering dilafalkan dikabulkan. Sebuah keajaiban, sejak koin itu diberikan untuk kemanusiaan, Bu Nurjanah dinyatakan terbebas dari keharusan cuci darah rutin. Faras sangat gembira. Ibunya sembuh total. Kios Ibunya juga sudah mulai buka lagi.

Usai ujian semester. Faras mendapat nilai sangat memuaskan. Bu Asri sangat gembira dengan hasil ujian Faras, Wati dan muridnya yang lain. Kebersamaan mereka dipuji oleh Kepala Sekolah. Liburan semester ini akan dimanfaatkan murid bu Asri untuk kegiatan Tadabbur Alam di Pulau Kaung. Semuanya senang sekali.

“Siapa Tahu kita dapat koin emas seperti Faras!!! Seloroh bu Asri. Disambut sorak gembira murid-muridnya.

---TAMAT---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun