“Faras!....Ayo!” Suara Bu Asri agak keras.
“Iya Bu, Maaf, kaki saya terluka sedikit. Saya obati dulu!” Faras berteriak, sembari memasukan kaleng berkarat ke dalam tasnya.
Rombongan dua puluh anak-anak beserta Bu Asri menunggu Faras. Dae, Jake dan Rida asyik dengan burung Kecial Kuning yang baru mereka tangkap. Yang lain menatap sebuah rumah panggung yang akan mereka kunjungi. Tak berapa lama, kemudian Faras telah bergabung dengan rombongan.
“Maaf, Bu. Maaf teman-teman. Gara-gara saya, kita agak telat menjenguk Wati”
“Iya sudah, tidak apa-apa. Ayo, kita ke rumah Wati” ujar Bu Asri lembut.
Seluruh rombongan berangkat. Perahu ditambatkan dipinggir pantai. Pak Aji, pemilik perahu juga ikut menjenguk Wati. Abang Siroj yang menjaga perahu.
***
“Assalamu’alaikum!” Bu Asri yang mengucap salam. Faras dan teman-temannya juga mengucap salam. Suasananya menjadi ramai. Rumah Wati bergetar, seperti tidak kuat menampung banyak orang. Ibu Wati menyambut ramah. Wati tinggal bertiga dengan orang tuanya. Pagi itu, Wati hanya ditemani Ibunya. Wajahnya pucat. Rambutnya kusut. Hampir seminggu Wati tidak masuk sekolah. Katanya penyakit tipus. Semua anak-anak menyalami Wati. Menyerahkan buah tangan dan kado.
“Terima Kasih teman-teman!” ucap Wati pelan. Ibunya Wati juga berterima kasih kepada Bu Asri dan teman-teman.
“Maaf aku yang terakhir menyerahkan bingkisan!” sela Faras, saat teman-temannya ramai menanyakan ini dan itu kepada Wati dan Ibunya.
“cie-cie!” teman-temannya Faras menggoda.