Mohon tunggu...
Ali Masrur Tjondro Gunawi
Ali Masrur Tjondro Gunawi Mohon Tunggu... -

Ali Masrur Tjondro Gunawi lahir di Sidoarjo Jawa Timur pada tahun 1973. Setelah menamatkan pendidikannya di MINU (1985) dan MTsN (1988) serta belajar bahasa Arab di Madrasatul Alsun selama empat tahun (1984-1988) di Sidoarjo, ia melanjutkan sekolah ke MAPK di Jember Jawa Timur. Setelah lulus dari MAPK pada tahun 1991, ia melanjutkan ke Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, lulus tahun 1996 dengan skripsi yang berjudul "Kritik Azami terhadap Schacht tentang Isnad" dan ke jenjang Magister Program Pascasarjana Konsentrasi Agama dan Filsafat, lulus tahun 1998. Masih di perguruan tinggi yang sama, ia melanjutkan studinya ke Program Doktor konsentrasi Islamic Studies dan lulus pada tahun 2004 dengan disertasi yang berjudul Teori Common Link G.H.A. Juynboll: Melacak Akar Kesejarahan Hadis Nabi saw. di bawah bimbingan Prof. Dr. KH. Sayyid Agil Husin al-Munawwar, M.A. dan Prof. Dr. H.A. Qodry Azizy, M.A. Disertasinya ini kemudian diterbitkan oleh LKiS Yogyakarta pada tahun 2007. Kini, ia mengabdikan diri sebagai dosen tetap Fakultas Ushuluddin dan Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Selain itu, ia juga menjabat sebagai Direktur Iranian Corner di Fakultas Ushuluddin UIN Bandung. Pada bulan Pebruari 2012, bersama rombongan Majelis Ulama Indonesia, ia mengikuti Short Course di Pusat Riset, Universitas Internasional Al-Musthafa, Qum, Iran. Hal ini dilakukannya untuk memahami Budaya Islam Iran dan keberagaaman masyarakat Iran dari sumber aslinya untuk menghilangkan berbagai prejudise dan misunderstanding masyarakat Indonesia terhadap aqidah dan ajaran Syiah selama ini.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Misunderstanding Orang Barat terhadap Kasus Poligami Nabi Muhammad SAW

4 Agustus 2014   00:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:31 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

10. Shafiyah binti Huyay. Ia adalah tawanan pada perang Khaibar. Nabi Saw. memerdekakannya dan menikahinya pada tahun 7 hijriyah.

11. Maimunah binti Al-Harits. Ia dinikahi oleh Nabi Saw. pada bulan Dzul Qa’dah pada tahun 7 hijriyah, setelah menunaikan qadha’ umrah, setelah tahallul.

Sebelas wanita yang mulia itu telah dinikahi oleh Nabi Saw. dan telah digaulinya. Dua di antaranya: Khadijah binti Khuwailid dan Zainab binti Khuzaimah, telah wafat ketika Nabi Saw. masih hidup. Sembilan istri lainnya ditinggal wafat oleh Nabi Saw. Dua istri Nabi Saw. yang belum digaulinya, yang satu berasal dari bani Kilab dan satunya lagi berasal dari bani Kindah. Sedangkan dari kalangan budak, Nabi Saw. menikahi dua orang budak: Mariah Al-Qibthiyyah, hadiah dari raja Mesir, Muqauqis, dan Raihanah binti Zaid an-Nadhriyah. Sebelumnya, Raihanah adalah tawanan bani Quraizhah. Nabi Saw. memerdekakannya, lalu menikahinya. Dengan demikian, istri-istri Nabi Saw. Itu berjumlah 15 wanita.

Misunderstanding Orang Barat terhadap Kasus Poligami Nabi Muhammad Saw.

Kebanyakan orang Barat telah melakukan kesalahpamahan terhadap kasus poligami Nabi Muhammad Saw. Mereka menuduh Nabi Muhammad Saw. dengan tuduhan yang tidak pantas, terutama dalam kasus pernikahan Nabi Muhammad Saw. dengan Zainab binti Jahsy, mantan istri Zaid. Oleh karena itu, perlu kiranya kita mencoba memahami kembali kasus poligami Nabi Muhammad Saw. dengan lebih tepat dan motif apa yang membuat Nabi Saw. melakukan poligami.

Pertama, Nabi Muhammad saw. melakukan poligami setelah Khadijah wafat. Artinya Nabi Saw. tidak melakukan poligami sejak awal pernikahannya, tetapi setelah ia mencapai usia 50 tahun. Ini berarti bahwa selama 25 tahun, Nabi Saw. hidup monogami bersama Khadijah.

Kedua, Kebanyakan istri Nabi Saw. yang dipoligami adalah istri para shahabat yang telah wafat di medan perang. Ini menunjukkan bahwa pernikahan Nabi Saw. bertujuan untuk melindungi mereka.

Ketiga, Kebanyakan istri Nabi Saw. berasal dari suku dan kabilah yang berbeda-beda. Ini dilakukan oleh Nabi Saw. untuk tujuan menyatukan bangsa Arab dan untuk memudahkan penyiaran dan dakwah Islam.

Keempat, Nabi Saw. hanya memiliki keturunan dari Khadijah binti Khuwailid. Ada juga istri Nabi Saw. yang lain yang memiliki keturunan, yakni Mariah al-Qibthiyyah, yang mempunyai anak bernama Ibrahim, tetapi meninggal di usia anak-anak.

Kelima, Pernikahan Nabi Saw. sebenarnya menjelaskan tentang pembatasan jumlah istri yang sebelumnya tidak dibatasi, lalu kemudian dibatasi menjadi 4 istri dan kemudian dibatasi lagi menjadi 1 istri.

Keenam, Al-Qur'an sebenarnya lebih mendorong untuk monogami daripada poligami dengan alasan bahwa laki-laki tidak akan pernah bisa berbuat adil kepada istri-istrinya, kecuali Nabi saw.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun