Mohon tunggu...
Ali Marfuin
Ali Marfuin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa semester 4 di UIN Raden Mas Said Surakarta dengan program studi hukum keluarga islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Perkawinan dari Perspektif Hukum Perdata Islam di Indonesia

27 Maret 2023   13:46 Diperbarui: 27 Maret 2023   14:05 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia

Hukum perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban perseorangan di lingkup warga negara Indonesia. Sehingga bila mana terdapat imbuhan islam maka hukum perdata islam adalah hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban perseorangan di lingkup warga negara Indonesia yang menganut agama islam, pokok-pokok yang mengatur kepentingan masing-masing individu seseorang terkhusus untuk umat islam di Indonesia yang berkaitan dengan hukum perkawinan, kewarisan dan pengaturan masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan jual beli, pinjam meminjam, persyarikatan (kerjasama bagi hasil), pengalihan hak dan segala yang berkaitan dengan transaksi.

Sedangkan Menurut Sudikno Mertokusumo, S.H.: Hukum perdata adalah hukum antar-perorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan keluarga dan di dalam pergaulan masyarakat.

*Prinsip Perkawinan dalam UU No. 1 tahun 1974 dan KHI?

1.Syarat-Syarat Perkawinan. Untuk mencapai tujuan dari hubungan perkawinan, tentunya hal-hal yang menjadi syarat perkawinan harus dipenuhi. Syarat perkawinan adalah komponen yang harus ada dan menentukan sah tidaknya hubungan perkawinan tersebut. Diantaranya yaitu :

a.Perkawinan yang dilakukan harus berdasarkan keinginan atau persetujuan kedua calon mempelai.

b.Adanya keharusan mendapat izin dari orang tua bagi kedua calon mempelai yang belum berumur 21 tahun.

c.Usia kedua calon mempelai sudah memenuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang.

d.Kedua calon mempelai tidak memiliki hubungan darah.

2.Pencatatan Perkawinan. Agar dapat diakui secara negara, dalam perkawinan perlu adanya pencatatan perkawinan. Setiap perkawinan wajib untuk dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan memberikan adanya kepastian hukum dalam suatu hubungan perkawinan.

Dalam Islam disebutkan beberapa prinsip perkawinan sebagai berikut:

a.Prinsip kebebasan memilih pasangan.

Memilih pasangan adalah hak fundamental yang diberikan Islam tidak hanya kepada laki-laki, tetapi juga kepada perempuan memiliki hak yang sama.

b.Prinsip kesetaraan.

Perkawinan adalah suatu perjanjian antara laki-laki dan perempuan dalam kedudukan yang setara. Hubungan antara laki-laki dan perempuan tidak mengandung tentang siapa yang paling dominan siapa yang tidak.

c.Prinsip Mu'asyarah bi al-Ma'rf.

Memerintahkan kepada setiap suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik. Pesan yang disampaikan prinsip ini adalah penghargaan dan pengayoman kepada wanita.

d.Prinsip musyawarah.

Kedua pasangan dapat mendiskusikan setiap masalah yang mereka hadapi, serta dapat menerima pendapat pasangannya dan tentu saling introspeksi.

e.Prinsip saling menerima.

Dengan adanya kesadaran untuk saling menerima membuat suami atau istri saling memahami dan tidak ada yang merasa paling sempurna. Sehingga tidak ada rasa sombong dari kedua belah pihak. Dan munculnya kesadaran ini membuat keduanya saling menyempurnakan kekurangan pasangannya dengan kelebihan yang dimilikinya.

*Apa yang melatar belakangi mengapa pernikahan yang dilakukan tidak dicatatakan atau tidak dilakukan pencatatan di depan PPN. Dan bagaimana solusi untuk mengatasi masalah pencatatan perkawinan?

Faktor yang melatarbelakangi tidak dicatatkannya perkawinan di depan PPN karena keterbatasan ekonomi, atau bisa juga keterbatasan informasi. Kebanyakan masyarakat yang tidak melakukan pencatatan itu masyarakat pedesaan. Keterbatasan informasi serta kases membuat perkawinan itu tidak dicatatkan. Faktor lain perkawinan yang tidak dicatatkan karena tidak memiliki akses terhadap pelayanan public dan perkawinan yang tidak dicatatkan dengan tujuan hanya sebagai pelampiasan hasrat seksual semata.

Solusinya Adalah harus dengan pengesahan Nikah (isbat nikah) melalui pengadilan agama yang ada di wilayah tempat pernikahan itu berlangsung, untuk mendapatkan penetapan pengadilan yang mengesahkan atau menolak karena ada halangan.Adanya sosialisasi mengenai hal ini agar masyarakat sadar betul pentingnya pencatatan perkawinan. Karena, perkawinan yang sah bukan hanya sah menurut ketentuan agama, tetapi juga harus sesuai dengan hukum negara. Perkawinan yang sah menurut hukum negara, wajib dilaporkan dan tercatat pada instansi yang berwenang. Selanjutnya KUA kecamatan atas penetapan pengadilan agama tersebut melakukan pencatatan nikah serta menertibkan buku nikah kepada pasangan yang bersangkutan.

*Pencatatan perkawinan harus dilakukan dan apa hikmahnya?

Pencatatan perkawinan itu harus dilakukan, karena pencatatan perkawinan ini untuk memberikan kepastian dan perlindungan bagi para pihak yang melangsungkan perkawinan, sehingga memberikan kekuatan bukti autentik tentang telah terjadinya perkawinan dan para pihak dapat mempertahankan perkawinan tersebut kepada siapapun di hadapan hukum, dan perkawinan yang sah bukan hanya sah menurut ketentuan agama, tetapi juga harus sesuai dengan hukum negara. Perkawinan yang sah menurut hukum negara, wajib dilaporkan dan tercatat pada instansi yang berwenang.

Hikmah pencatatan perkawinan :

-Memperoleh jaminan hak-hak tertentu

-Memberikan perlindungan terhadap status pernikahan

-Memberikan kepastian terhadap status hukum suami istri maupun anak

-Memberikan hak-hak yang diakibatkan oleh adanya pernikahan

-Untuk tertib administrasi pernikahan

*Hukum menikahi Wanita hamil menurut ulama dan KHI

Pernikahan tetap sah , baik dengan laki-laki yang menghamili atau tidak. Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang menghamili, dan tidak boleh di kumpuli kecuali sudah melahirkan. Boleh nikah dengan orang lain asal sudah melahirkan. tetapi perlu di garis bawahi mengenai nasab anak, nasab anak tidak bisa di nasabkan kepada ayahnya karena perkawinan itu di lakukan di luar nikah.

Menurut Kompilasi Hukum Islam

Islam di Indonesia telah memberikan kemudahan dengan keberadaan Pasal 53 KHI yang memperbolehkan perkawinan wanita hamil. Keberadaan pasal tersebut dipandang sebagai suatu pembuka bagi kemaslahatan kehidupan manusia terkait dengan kehormatan bagi keluarga besar tetapi perlu di garis bawahi mengenai nasab anak, nasab anak tidak bisa di nasabkan kepada ayahnya karena perkawinan itu di lakukan di luar nikah.

*Perceraian merupakan hal yang halal di lakukan tetapi tidak di sukai oleh allah maka dari itu janganlah melakukan perceraian berikut adalah hal-hal untuk menghindari perceraian diantaranya :

1.Jangan menyalahkan satu sama lain.

2.Menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan.

3.Saling mendengarkan satu sama lain.

4.Menghindari sikap egois.

5.Luruskan kesalahpahaman.

6.Belajar memaafkan dan melupakan.

7.Luangkan waktu sendiri jika memang dibutuhkan.

8.Berdoa dan berserah diri kepada Allah.

*Judul buku : Hukum Kewarisan Islam di Indonesia

Penulis : Sajuti Thalib, SH.

Kesimpulan : Buku ini memberikan banyak pengetahuan mengenai hal kewarisan islam di Indonesia, sehingga layak dibaca oleh semua kalangan yang ingin mempelajari serta ingin mengetahui lebih dalam tentang masalah kewarisan. Dalam buku ini penulis mencantumkan serta memberi contoh seperti dalam konteks al-qur'an maupun hadits.

Inspirasi : setelah membaca buku ini saya jadi mengetahui hal tentang masalah kewarisan islam di Indonesia dan saya terinspirasi dengan cara penulis yang menyandarkan kepada al-qur'an maupun hadits.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun