Mohon tunggu...
Ali Maksum
Ali Maksum Mohon Tunggu... Guru - Education is the most powerful weapon.

Guru, Aktifis dan Pemerhati pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Ramadanku, Ramadanmu, Ramadan Kita

17 Maret 2024   06:06 Diperbarui: 17 Maret 2024   08:09 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada ibarah yang menarik dari terminologi  ustadz salaim A. Fillah yaitu `tenggelam` dan `menyelam` atas kondisi manusia dalam konsep syukur. Terminologi ini sangat apik jika dibawa untuk menikmati bulan Suci ramadan yang menurut saya juga dapat dibedakan dengan kategori yaitu  menyelam dan tenggelam. 

Kategori pertama Menyelam, Ibarat seorang penyelam yang ingin menyelami samudera yang indah, dia sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Penyelam tahu betul lokasi laut mana yang akan dia nikmati. Sebuah alam ciptaan tuhan yang tidak biasa dinikmati banyak orang sebagaimana daratan. 

Laut adalah citaan Tuhan yang lebih luas daripada daratan yang tidak semua orang dapat mengeksploitasi keberadaannya. Untuk menyelam harus mempersiapkan berbagai alat seperti baju menyelam, selang oksigen  beserta tabungnya, menyewa kapal dan membutuhkan waktu yang terbatas. 

Ketika hari itu tiba sang penyelam akan menikmati pemandangan indah ciptaan Tuhan berupa ikan warna-warni dengan berbagai ukuran, batu karang yang begitu kokoh yang melindungi mahluk-mahluk laut, rumput laut yang bergoyang dan berbagi pemandangan indah lain yang tidak bisa terucap dan hanya bisa dinikmati pandangan mata.  

Maka keluarlah kata-kata pujian bagi sang pencipta seperti "masya Allah!", "subhanallah!"," indah sekali!" dan tak terasa meneteslah air mata lewat pemandangan yang disuguhkan itu.

Ramadan adalah lautan yang kita tuju. Tidak banyak orang dapat menikmati bulan ini dengan baik maka puncak dari nikmat itu Allah SWT memberikannya lailatul Qadar agar sang hamba menikmati puncak kenikmatan itu bersama rabb-nya. 

Bagi mereka ingin menikmati kelezatan dan keindahan bulan ini, mereka sudah mempersipakan betul `ikat pinggangnya` pada saat dua bulan sebelumnya, bulan Rajab dan Sya`ban dengan do`a-do`a yang memelas kepada sang Rabbul izzati sehabis sholat, Allahhhuma Baariklanaa fii rajaba wasya`banaa waballighnaa ramadhanaa. Ketika Allah SWT mengijinkan dan mengabulkan do`a hambanya maka dipertemukanlah kembali dengan bulan ini dan mempersilakan sang hamba untuk menyelami kenikmatan dan keberkahan bulan ramadan. 

Mereka yang betul-betul menikmati ramadan, mereka gunakan setiap setiap detiknya mengarungi nikmat pahala yang Dia dijanjikan. Bahkan kesempatan ramadan itu jauh lebih nikmat dari pahala yang dijanjikan karena inilah bulan milik Allah dan hanya Allah SWT yang dapat memberikan pahala yang pantas. Upaya eksplorasi kenikmatan ini hanya dibatasi kurang lebih 30 hari untuk menikmatinya. Tadarrus, sholat wajib, sholat sunnah, sedekah, kegiatan sosial, tidak makan yang berlebihan dan berbagai kenikmatan lain yang patut disyukuri. 

Kategori kedua adalah tenggelam, orang yang tenggelam dalah orang yang tidak punya niat menyelam. Dia sebenarnya tidak mempunyai kemampuan berenang yang baik . Niat pertamanya yang ingin menikmati laut di atas perahu terganggu dengan kebocoran perahu yang memaksanya untuk menyelamatkan diri dari dasar laut yang dalam. 

Dia hanya ingin menikmati di permukaan laut dan tidak ingin masuk ke dalamnya. Keterpaksaan itu membuat dirinya sekuat tenaga  agar tidak tenggelam dengan berbagai gerakan tubuhnya padahal kalau mau dia juga disuguhi pemandangan yang indah di dalam laut namun dia tidak dapat menikmatinya atau malah justru tidak mau. 

Dadanya mulai sesak karena kemasukan air dan di tengah usaha itu bukan kata-kata syukur yang dikeluarkan namun kadang kata umpatan, penyesalan dan kata-kata bodoh. 

Inilah perumpamaan bagi mereka yang menikmati ramadan hanya sebagai rutinitas, bulan yang akan berlalu setiap tahunnya. Bahkan ada yang mengnggap ramadan dianggap sebagai penghalang baginya untuk menikmati hal-hal yang bebas dia nikmati ketika di luar ramadan. Dia terus bedoa semoga ramadan ini akan cepat berlalu yang dia sendiri tidak dapat menikmati `kelezatan bulan ini`. 

Hari-hari sepanjang ramadan justru lebih konsumtif, makan yang berlebihan dan segala macam makanan dia beli untuk memenuhi malam-malam bulan ramadan yang sepanjang siang disiksa dengan lapar dan dahaga. Ramadan hanya dia jadikan bulan untuk berpuasa yang penuh kehampaan namun peluang ibadah lain tidak dia lakukan.

Agar terlihat seperti umat islam lain dia ingin memperlihatkan beta dia juga `menikmati` ramadan ini, statsus WA yang di penuhi kalimat-kalimat ibadah seperti "OTW ke masjid", "Alhamdulillah sudah jamaah di masjid", "Alhamdulillah sudah menyelesaikan 30 juz" dan kalimat-kalimat lain yang menunjukkan ria yang sebenarnya cukup Allah SWT yang tahu. Ramadan dia jalani penuh kehampaan dengan menjalankannya mengharapkan segudang sanjungan dari sesama.

Petanyaannya, dimanakan posisi kita saat ini? sebagai penyelam atau mereka yang tenggelam?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun