Dadanya mulai sesak karena kemasukan air dan di tengah usaha itu bukan kata-kata syukur yang dikeluarkan namun kadang kata umpatan, penyesalan dan kata-kata bodoh.Â
Inilah perumpamaan bagi mereka yang menikmati ramadan hanya sebagai rutinitas, bulan yang akan berlalu setiap tahunnya. Bahkan ada yang mengnggap ramadan dianggap sebagai penghalang baginya untuk menikmati hal-hal yang bebas dia nikmati ketika di luar ramadan. Dia terus bedoa semoga ramadan ini akan cepat berlalu yang dia sendiri tidak dapat menikmati `kelezatan bulan ini`.Â
Hari-hari sepanjang ramadan justru lebih konsumtif, makan yang berlebihan dan segala macam makanan dia beli untuk memenuhi malam-malam bulan ramadan yang sepanjang siang disiksa dengan lapar dan dahaga. Ramadan hanya dia jadikan bulan untuk berpuasa yang penuh kehampaan namun peluang ibadah lain tidak dia lakukan.
Agar terlihat seperti umat islam lain dia ingin memperlihatkan beta dia juga `menikmati` ramadan ini, statsus WA yang di penuhi kalimat-kalimat ibadah seperti "OTW ke masjid", "Alhamdulillah sudah jamaah di masjid", "Alhamdulillah sudah menyelesaikan 30 juz" dan kalimat-kalimat lain yang menunjukkan ria yang sebenarnya cukup Allah SWT yang tahu. Ramadan dia jalani penuh kehampaan dengan menjalankannya mengharapkan segudang sanjungan dari sesama.
Petanyaannya, dimanakan posisi kita saat ini? sebagai penyelam atau mereka yang tenggelam?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H