Thomas Jeferson pernah memberikan tips untuk mengandalikan kemarahan yaitu ketiak kita marah maka berhitunglah 1-10. Sebenarnya dalam proses mengitung tersebut tidak hanya menghitung namun kita diharapkan ada proses mengevaluasi tentang sebab akibat, siapa saja yang akan dirugikan serta memikirkan kembali apa yang sebenarnya telah terjadi.Â
Barangkali dalam proses marah tersebut kita akan menemukan jalan keluar dari perenungan yang mendalam. Dalam perenungan tersebut yang tentunya dengan pikiran jernih kadang justru kita menertawakan diri sendiri dari peristiwa mara-marah tersebut.
Dalam hal marah-marah ini kita patut mengingat kembali cerita yang pernah muncul 10-15 tahun yang lalu. Di ceritakan seorang anak yang sering marah-marah, dia begitu mudahnya memukul teman-temannya di sekolah.Â
Ayahnya mengamati dari sifat anaknya tersebut yang berakibat si anak dijauhi oleh teman-temannya dan tidak mempunyai teman. Di panggillah sang anak dan berkata, "Nak kamu anak pintar dan cerdas namun jika kamu tidak dapat mengendalikan emosimu maka kepintaran dan kecerdasanmu tidak berarti apa-apa dan tidak akan mengantarkanmu kepada kehidupan yang lebih baik "
"Bolehkan ayah memberikan usul?" lanjut sang ayah
"Apa itu ayah?" jawab sang anak
"Ketika kamu marah ambil paku ini dan tancapkan di paku tersebut" setelah mendengar usulan ayahnya tersebut maka setiap dia marah penuh emosi maka diambillah paku dan di tancapkannya paku tersebut di pohon dan mengambilnya Kembali, marah lagi, di tancapkan lagi dan mencopotnya lagi. Karena seringnya marah maka terdapat banyak lubang bekas paku dipohon tersebut.Â
Namun hal itu menimbulkan pertanyana di dalan diri si anak, kenapa dia harus melakukan hal tersebut? Â maka bertanyalah dia kepada ayahnya. Di ajaklah anak tersebut ke pohon yang sering dia paku seraya berkata
"Nak kamu memang melampiaskan kemarahanmu dengan memalu paku ke batang pohon dan kamu merasa tenang dan kemudian kamu mencabutnya, kamu ulangi lagi perilaku yang sama dan mencabutnya Kembali. Ibaratnya kamu telah menyakiti seseorang, melukainya, membuat dia marah lalu kemudian kamu meminta maaf. Kamu memang telah mencabut pakunya namun lihatlah lubang yang telah kamu buat, tetap tertinggal disana"
Ibarat cerita tadi, kita bisa saja meminta maaf dan terbebas dari hukuman karena kita berfikir dengan meminta maaf orang-orang akan memaafkannya namun benarkah dengan cukup meminta maaf kasus tersebut akan hilang? Seperti lubang di pohon tadi, kita telah melukai seseorang atau banyak orang, itulah paku yang kita tancapkan. Namun dengan cara meminta maaf atau mencabut pakunya bekas itu akan terus muncul akibat dari kemarahan dan luka yang kita buat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H