Mohon tunggu...
Alimah Fauzan
Alimah Fauzan Mohon Tunggu... social worker -

just love to share inspiration for better life

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bukan "Robohnya Surau Kami"

30 Juni 2012   10:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:24 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu juga pemaknaan manusia universal (universal human) sendiri tidak ada, hanya ada di angan-angan kaum liberal saja. Seperti Hobbes (proto liberal) yang mengasumsikan tidak adanya universal human. Yang ada adalah kehidupan bersama walaupun berbeda atau beragam budaya, suku, maupun agama. Sehingga menurut Hobbesian, local identity tidak bertentangan dengan national identity. Dalam konteks Indonesia, menurut Malik Gismar, Indonesia bukanlah nation state, Indonesia sangat beragam maka harus dikelola dengan baik. Sehingga pancasila seharusnya tidak hanya mudah disebutkan, tetapi juga harus dipraktikkan.

Apa yang diasumsikan Hobbes tentang universal human tersebut adalah apa yang tidak ditoleransi oleh Locke. Kebebasan menurut Locke adalah nilai berharga, sehingga menurut pemikiran ini eksistensi kehidupan manusia akan lenyap seiring lenyapnya kebabasan dari diri manusia. Salah satu bentuk kebebasan yang harus dihargai menurut Locke adalah kebabasan menganut agama dan keyakinan dalam civil society. Dalam konteks inilah terletak relevansi pembahasan gagasan toleransi agama dalam pemikiran Locke.

Gagasan Locke mengenai toleransi agama sejalan dengan pandangannya tentang perjanjian masyarakat dan wewenang kekuasaan negara. Yaitu, bahwa negara tidak memiliki hak mencampuri persoalan keyakinan individual atau kehidupan beragama seseorang. Agama merupakan keyakinan subjektif individu dan hanya individu bersangkutan yang berhak mendefinisikan benar tidaknya keyakinan yang dianutnya. Masalah agama menurut Locke adalah masalah keyakinan pribadi yang tidak ada otoritas mana pun berhak menggugat kebenarannya. Campur tangan negara terhadap persoalan keberagaman individu bertentangan dengan hak-hak manusia yang paling dasar dan melanggar asas kebebasan berkeyakinan.

Lalu, haruskah pemerintah memiliki seluruh kekuasaan sebagaimana dipersaratkan oleh Hobbes dalam rangka menjamin keamanan? Dapatkah keamanan (security) dipastikan/dijamin dengan cara lain?

Dalam kondisi tertentu, kekuasaan seperti yang dipersyaratkan Hobbes sangat penting. Dalam konteks Indonesia misalnya dalam situasi di mana sejumlah golongan terus berkonflik, serta aksi kekerasan terjadi secara terus menerus dalam beragam bentuk, maka negara harus memonopoli kekerasan. Karena dengan memonopoli kekerasan, menurut Hobbes ini akan menjadi syarat pertama agar negara aman. Di mana negara harus memonopoli penggunaan kekuasaan dan ancaman, seperti terjadinya premanisme dan sejumlah aksi kekerasan yang dipimpin oleh kelompok tertentu karena persoalan beda keyakinan dan lain sebagainya. Karena ketika aksi kekerasan apapun bentuknya masih terjadi di mana-maa, maka berarti bahwa kekuasaan tidak dimonopoli negara.

Selain itu, tentunya jika warga menyerahkan haknya dan negara memonopoli kekerasan, maka negara harus memberi jaminan. Dan ini yang menjadi kekhawatiran dari penerapan konsep kekuasan Hobbes, dikhawatirkan negara tidak memberikan jaminan. Setelah Leviathan menerima dan individu menyerahkan haknya untuk mempertahankan negara, apa obligasi negara, melalui hukum yang dibangun dan sebagainya, negara harus menjamin interaksi sosial itu terjadi, economic affair, negara punya obligasi dan jaminan-jaminan lainnya, bukan sekadar menangkap hak, tetapi juga penyerahan hak itu harus disertai dengan jaminan hak.

Hal-hal yang dikhawatirkan atau penyimpangan dari kekuasaan yang dikonsepkan Hobbes adalah seperti yang terjadi dalam konteks Indonesia pada rezim Suharto, di mana obligasi negara banyak tidak dipenuhi. Sedangkan dalam konsep Hobbes, menuntut obligasi besar oleh negara. Sehingga dalam hal ini, tentunya Leviathan dan the ruler-nya tidak bisa terpisah. Antara konsep Leviathan itu dan the ruler-nya itu satu, berarti kalau ada penguasa tidak memahami bahwa Leviathan sebagai penjaga keamanan, maka si penguasanya tidak masuk dalam kategori si peguasa ini, tapi justru dia terintegrasikan.

Selain itu, konsep Leviathan juga memiliki kekuatan memaksa. Apakah yang memaksa itu presiden atau kah gabungan Presiden dan DPR. Maka gabungan negara bukan secara keseluruhan oleh Presiden tapi juga ada di dalamnya DPR, Jaksa Agung, dan sejumlah state apparatus (dalam konsep Montequi) untuk menertibkan negara. Kemudian Civil society, dalam konteks jamannya Thomas Hobbes berada di bawah gereja, yang waktu itu justeru gereja dan negara bukan seseuatu yang terpisah. Jaman itu civil society bagian dari negara, lewat gereja. Leviathan, tidak termasuk dengan gereja. Maka diisyaratkan saja, orangnya harus Leviathan.

Kekhawatiran dari konsep kekuasaan Hobbes juga jika menyerahkan total ke negara, maka dikhawatirkan akan menimbulkan kepemimpinan dictator, contohnya semua keputusan ada di negara, seharusnya kekuasaan itu diserahkan ke rakyat melalui perwakilannya di DPR, maka wajar kalau DPR seharusnya meminta hak interpelasi kenapa pemerintah menurunkan TNI hanya untuk menghalau massa demo rencana kenaikan BBM. Hal ini karena rakyat tidak diberi kesempatan. Kasus BBM, dikhawatirkan seperti itu jika semuaya diserahkan kepada negara. Dikhawatirkan memberangus hak-hak warga sipil. Meskipun awalnya mau melindungi sipil, namun kecenderungannya malah mengekang hak-haknya.

Karena kekhawatiran kemungkinan munculnya negara totaliter, maka cara lain adalah dengan adanya pembatasan kekuasaan negara. Seperti menurut Locke, kekuasaan negara harus dibatasi dengan cara mencegah sentralisasi kekuasaan ke dalam satu tangan atau lembaga. Hal ini menurut Locke dilakukan dengan memisahkan politik ke dalam tiga bentuk: kekuasaan eksekutif (excecutive power), kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan federasi (federative power). Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan yang melaksanakan undang-undang sedangkan kekuasaan legislative merupakan lembaga perumus undang-undang dan peraturan-peraturan hukum fundamental negara lainnya. Menurut Locke kekuasaan legislative adalah manifestasi pendelegasian kekuasaan rakyat pada negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh parlemen yang merupakan pengejawantahan atau bentuk representasi semua kelas sosial masyarakat baik kaum bangsawan, orang-orang kaya maupun representasi semua kelas sosial itu, yaitu House of Commons dan House of Lord. Kekuatan suara di parlemen itu menurut Locke ditentukan oleh prinsip mayoritas.

Sehingga dalam konteks menjamin keamanan, cara lainnya adalah dengan penegakan hukum yang seadil-adilnya. Kalau memang terbukti melakukan tindak kriminal, maka harus dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Jadi cara lainnya adalah penegakan hukum, di mana hukum berupa undang-undang dan sejumlah kebijakan lainnya, berdasarkan inisiasi dari kekuatan suara di parlemen itu menurut Locke ditentukan oleh prinsip mayoritas. Tetapi kelemahannya dalam praktiknya adalah suara minoritas dalam kasus tertentu seringkali terabaikan. Contohnya seperti maraknya peraturan daerah (Perda) yang diskriminatif gender, meskipun disahkan berdasarkan kesepakatan suara di parlemen, namun suara parlemen itu sendiri tidak seimbang antara suara laki-laki parlemen dan perempuan di parlemen. Pada umumnya suara laki-laki lebih mendominasi, apalagi laki-laki di parlemen sendiri tidak memiliki perspektif gender. Sehingga dengan mudah mengesahkan Perda yang diskriminatif gender yang akan berdampak pada misalnya pengekangan terhadap perempuan, fitnah terhadap perempuan, serta aksi masa dalam kondisi tertentu karena pengaruh penerapan Perda yang tidak sensitive gender.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun