Mohon tunggu...
ALIKA MAHARANI SAKTI
ALIKA MAHARANI SAKTI Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Universitas Parahyangan

Mahasiswa Universitas Parahyangan Prodi HI ‘22

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Integrasi Nasional dalam Era Disrupsi pada Generasi Muda

27 Oktober 2022   21:47 Diperbarui: 27 Oktober 2022   22:01 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Konflik-konflik antar kelompok masyarakat Indonesia yang mengancam integritas nasional sudah ada sejak lama. Hal ini diperparah oleh munculnya era disrupsi. Khususnya pasca pandemic covid-19. Pengaruh social media kedalam kehidupan masyarakat khususnya generasi muda tidak bisa dibantah. Menurut survei Kementerian Kominfo dan Kadata Insight Center (KIC), masyarakat pengguna jejaring sosial di Indonesia pada tahun 2021 dan 2022 sebesar 67,6%. Sebesar 19,5% orang menggunakan jejaring sosial untuk berkenalan dengan orang baru dan membentuk kelompok untuk berbagi minat dan sebesar 17,6% menggunakannya untuk menginformasikan tentang diri dan aktivitas pribadi. Kelompok-kelompok sosial dan budaya baru telah terbentuk secara masif di dalam lingkup jejaring sosial. Hal ini akan menambah konflik-konflik yang ada di dalam tatanan masyarakat yang dapat menghambat integrasi nasional. 

Diskriminasi dan kebencian menjadi dua hal yang mendorong timbulnya konflik. Berdasarkan data pengguna jejaring sosial dari survei Kementerian Kominfo dan Kadata Insight Center (KIC), mayoritas atau 71,4% responden tidak pernah mempertimbangkan agama dalam menerima pertemanan di media sosial. Namun, ada 6,6% responden yang cukup sering mengambil sikap tersebut, bahkan 2,3% responden lainnya sangat sering. Kemudian mayoritas atau 79,3% responden tidak pernah mempertimbangkan suku/ras dan 74,4% responden tidak pernah mempertimbangkan status sosial dalam berteman di dunia maya. Tapi, ada juga sekelompok kecil responden yang menerima pertemanan berdasarkan suku/ras dan status sosial.

BAB II

PEMBAHASAN

Analisis

Indonesia dibangun oleh beberapa kelompok masyarakat yang sangat beragam. Kelompok-kelompok masyarakat berdiri dengan tujuannya masing-masing. Bila kita dapat menyatukan seluruh tujuan tersebut menjadi satu tujuan, kita dapat meraih integrasi nasional. Inovasi-inovasi baru muncul di era disrupsi yang merubah tatanan kehidupan masyarakat khususnya bagi generasi muda dalam cara menghidupi kehidupannya sebagai cerminan Indonesia. Oleh karena itu, membangun integrasi nasional menjadi penting hakikatnya.

Dalam menghadapi era disrupsi khususnya pasca pandemik covid-19, generasi muda menggunakan internet sebagai penunjang hidupnya. Kehidupan sebelum pandemik yang sangat berbeda dapat berubah hanya dengan satu sampai dua tahun saja telah merubah gaya hidup masyarakat. Adanya jejaring sosial seperti TikTok dan Twitter membuka jaringan luas secara global. Memperluas sudut pandang dan informasi bagi para penggunanya. Untuk Sebagian orang, hal ini dapat membantu mereka untuk bisa lebih peka terhadap sekitarnya dan mengetahui mana hal yang buruk dan juga yang baik. Sehingga akhirnya mereka dapat mencegah konflik-konflik antar kelompok yang memecah integrasi nasional. Tetapi, untuk sebagian lagi ini malah akan menjadi pemicu perpecahan dan konflik antar kelompok masyarakat.

Orang-orang cenderung akan mengikuti atau membenarkan apa yang mereka lihat di dalam internet. Wawasan utama tentang perilaku manusia yang diambil dari penelitian komunikasi pra-internet adalah orang cenderung tidak akan membicarakan masalah mereka di depan umum, teman, atau bahkan keluarga nya ketika mereka yakin sudut pandang mereka sendiri tidak dibagikan secara luas. Dengan kata lain, teori ini disebut sebagai "Spiral of Silence".Singkatnya, manusia sangat suka mencari validasi atas perbuatan atau buah pikir mereka. Hal ini tidak menutup kemungkinan akan adanya pernyataan atau rujukan negatif.

Rujukan atau pernyataan-pernyataan negatif yang ada selalu memojokan pihak tertentu. Efeknya, pihak yang memojokan cenderung akan memliki perasaan superiority complex karena pernyataannya di validasi oleh orang lain dengan bentuk like atau comment. Superiority complex adalah sebuah perilaku yang terbentuk karena seseorang merasa lebih hebat daripada orang di lingkungan sekitarnya. Bagi pihak yang dipojokan, mereka cenderung akan membela diri dengan apapun caranya. Contoh kasus yang sedang ramai adalah kasus mengenai tragedi sepak bola di stadiun kanjuruhan antara pihak penonton dan aparat polisi. Dampak yang terjadi akan menghambat integrasi nasional.

BAB III

KESIMPULAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun