Kemiskinan menurut Supriatna (1997:90) merupakan situasi yang serba memiliki keterbatasan, hal ini terjadi karena bukan atas kehendak orang yang bersangkutan.Â
Masyarakat dapat dikatakan miskin apabila memiliki tanda yaitu rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi dan juga tingkat kesejahteraan hidupnya yang menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan.Â
Adanya situasi ini dapat diakibatkan karena terbatasnya sumber daya manusia yang ada, baik lewat jalur pendidikan formal maupun nonformal yang pada akhirnya mengakibatkan konsekuensi terhadap rendahnya pendidikan informal.Â
Lebih dari itu, Emil Salim (dalam Supriatna, 1997 : 82) menyatakan lima karakteristik penduduk miskin, yaitu tidak memiliki faktor produksi sendiri, tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, tingkat pendidikan pada umumnya rendah, banyak diantara mereka yang tidak memiliki fasilitas, dan diantara mereka berusia relative muda dan tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai.Â
Menurut Booth dan Me Cawley (dalam Moeljarto T., 1993) mengatakan bahwa di banyak negara memang terjadi kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang diukur dari pendapatan perkapitanya, namun itu hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakatnya, sedangkan sebagian besar masyarakat miskin kurang memperoleh manfaat apa-apa dan bahkan dapat dikatakan merugi.
Agar permasalahan kemiskinan tidak terus menerus terjadi, perlu adanya kebijakan yang tepat dengan mengidentifikasi kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.Â
Karena pada umumnya, keadaan disebut miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia. Penyebab adanya kemiskinan ini dapat dikatakan cukup banyak, penduduk di negara tersebut bisa miskin karena menggantungkan diri pada sektor pertanian yang subsistem, metode produksi yang tradisional, yang bersamaan dengan sikap apatisnya terhadap lingkungan.Â
Di Indonesia, sejak jaman kemerdekaan permasalahan kemiskinan ini sudah menjadi perhatian yang cukup besar dan tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Segala cara telah dilakukan demi mengatasi permasalahan yang tak kunjung membaik ini. Dilihat dari keadaan negara Indonesia saat ini, mungkin dapat dikatakan jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 17 persen dari popuasi penduduk yang kini telah mencapai 220 juta jiwa.Â
Program-program pemerintah juga seperti pembangunan dalam berbagai bidang, pertumbuhan ekonomi menjadi fokus yang paling diutamakan sebagai alternative untuk progress pembangunan disegala bidang ini. Permasalahan kemiskinan yang dilihat dari bidang sosial maupun politik tidak akan terlepas dari pengaruh perekonomian dan kondisi perpolitikan suatu bangsa.
Meskipun pemerintah berganti setiap 5 tahun sekali, permasalahan kemiskinan ini terus menjadi masalah yang mendera di kehidupan masyarakat. Menurut data pemerintah, 70 persen masyarakat Indonesia menggantungkan sumber hidup mereka dari sektor ekonomi mikro berbasis sumber daya alam terbarukan. Contohnya seperti pada bidang pertanian, petani di Indonesia mengembangkan tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, dan peternakan.Â
Di dalam bidang kelautan dan perikanan, nelayan sanggup membudayakan ikan, menangkap ikan, industri bioteknologi kelautan, dan non-conventional ocean resources. Sedangkan di dalam bidang kehutanan, masyarakat dapat memaksimalkan pengolahan hutan alam, hutan tanaman industri, dan agroforestry.Â
Pembangunan ekonomi di Indonesia yang berjalan dari dulu hingga sekarang dengan berdasarkan mekanisme pasar tidak berjalan dengan lancar sehingga menyebabkan permasalahan-permasalahan sosial di masyarakat, diantaranya kesenjangan antara orang kaya yang semakin kaya dan orang miskin yang semakin miskin.Â
Adanya kesenjangan tersebut akibat dari distribusi yang tidak adil di masyarakat. Contohnya yaitu pembangunan ekonomi di masa Orde Baru, banyak sekali permasalahan yang terjadi seperti munculnya ketidakadilan didalam ekonomi. Sedangkan kebijakan pemerintah pada saat itu lebih berpihak kepada elit ekonomi, dan pada akhirnya menjadikan alokasi distribusi ekonomi banyak terserap kepada kelompok tertentu. Lebih dari itu, di masa reformasi ini, pemerintah banyak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki pelaksanaan pembangunan yang selama ini dilakukan pada masa Orde Baru. Â
Namun dalam pelaksanaannya belum bisa menghasilkan hasil yang optimal karena masih belum memihak kepada masyarakat banyak. Dengan adanya peningkatan jumlah kemiskinan saat ini, membuat pemerintah perlu merumuskan kembali strategi pembangunan yang sesuai agar masyarakat tidak ada lagi yang terpinggirkan.Â
Dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik yang menghubungkan seluruh pelaksanaan politik dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat maupun pemerintah. Pendekatan ini melihat dari bidang politik subordinat terhadap bidang ekonomi. Besar-besaran ekonomi seperti mekanisme pasar, harga dan investasi dianalisis dengan menggunakan sistem politik. Lebih dari itu, pendekatan ini melihat ekonomi sebagai cara untuk melakukan tindakan, sedangkan politik menyediakan ruang bagi tindakan tersebut. Dalam pendekatan ini juga menjelaskan bahwa memfokuskan tindakan-tindakan ekonomi yang dilakukan oleh para aktor tertentu pada waktu mereka melakukan kegiatan politik. Asumsi yang digunakan dari teori ekonomi politik ini yaitu bahwa setiap kelompok kepentingan berusaha untuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya dengan upaya sekecil mungkin.
Secara konsep kemiskinan dapat dikatakan sebagai isu ekonomi dan isu sosial, pada saat kemiskinan dianggap sebagai permasalahan ekonomi, biasanya kemiskinan disederhanakan sebagai kekurangan pendapatan atau jumlah kalori yang dikonsumsi oleh inidividu. Sedangkan pendekatan sosial lebih melihat kemiskinan sebagai keterbatasan inidvidu untuk ikut serta dalam partisipasi pembangunan, baik akibat ketidakcukupan keterampilan atau pendidikan maupun social exclusion sehingga membuat individu tersebut tidak mampu memperoleh kesejahteraan. Adanya kajian teoritis mengenai konsep kemiskinan ini dapat diklasifikasikan menjadi empat pandangan atau perspektif. Yang pertama yaitu pendekatan moneter, yang mana digunakan untuk mendefinisikan dan mengukur kemiskinan dengan melihat kemiskinan sebagai kekurangan individu untuk mencapai tingkat pendapatan secara minimum, yang biasanya diukur dari garis kemiskinan. Dengan menggunakan pendekatan ini, kesejahteraan diukur dari total konsumsi yang dinikmati oleh masyarakat secara individu.
Yang kedua yaitu pendekatan kemampuan, yang mana dalam pendekatan ini beranggapan bahwa pembangunan seharusnya dilihat sebagai ekspansi dari kemampuan manusia, bukan sekedar memaksimalkan kegunaan atau proksi tetapi pendapatan itu sendiri. Oleh karena itu, pendekatan ini menolak konsep 'pendekatan moneter' dan lebih fokus kepada indikator kebebasan untuk menafkahi nilai kehidupan masing-masing. Yang ketiga yaitu pendekatan pengucilan sosial (sosial exclusion), yang mana pendekatan ini menjelaskan proses marjinalisasi dan pencabutan hak-hak dasar ekonomi. Yang keempat yaitu perspektif metode partisipatif, yang memiliki tujuan untuk mengubah praktik turun menurun dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk mengartikan kelompok miskin dan besaran kemiskinan.
Di Indonesia pernah mengalami krisis perekonomian pada pertengahan tahun 1997, peristiwa tersebut terjadi secara bersamaan dengan kekeringan yang cukup panjang dan memiliki pengaruh negative pada kondisi makro ekonomi secara menyeluruh dan khususnya terhadap kesejahteraan penduduk. Jumlah penduduk yang berada di garis kemiskinan meningkat drastis setelah adanya krisis ekonomi tersebut. Lebih dari itu, krisis ini dapat dikatakan memperburuk insiden kemiskinan terutama melalui kenaikan drastis harga-harga kebutuhan pokok dan komoditi lainnya hingga tahun 1998. Adanya kenaikan harga pada saat itu menyebabkan kontraksi sektor-sektor riil lalu setelah itu terjadi kebangkrutan dan bisnis yang gagal. Lebih dari itu, tekanan pada kesempatan kerja yang ada di bidang informal perkotaan semakin besar, permintaan atas barang dan jasa menurun, dan tingkat produksi serta pendapatan dari pertanian di desa menurun drastis.Â
Namun terdapat beberapa lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki fokus untuk penanganan kemiskinan, seperti Program Kesejahteraan Sosial, Kelompok Usaha Bersama Keluarga Muda Mandiri (Prokesos KUBE KMM), Tabungan Kesejahteraan Rakyat (Takesra), Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Kukesra), Kredit Usaha Kecil Menengah, Jaring Pengaman Sosial (Social Safety Net Program), dan yang lainnya.
Dalam perekonomian Indonesia, faktor utama adanya kemiskinan yaitu malpraktik pembangunan akibat formulasi kebijakan ekonomi (sosial dan politik) yang salah, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diproduksi oleh pemerintah sejak dulu lebih mementingkan kepentingan pemilik modal dan sektor industry/jasa daripada pelaku ekonomi kecil dan sektor pertanian.Â
Oleh karena itu jumlah penduduk miskin di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya. Permasalahan ini terus diperparah dengan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang ada contohnya yaitu kenaikan harga BBM yang berlebihan pada bulan Oktober tahun 2005. Pada dasarnya kebijakan pemerintah telah membuat program untuk mengatasi kemiskinan, namun kebijakan tersebut masih dapat dikatakan lemah. Kelemahan tersebut yaitu berhubungan dengan kebijakan kemiskinan yang dilakukan secara general tanpa menghubungkan dengan bidang sosial, ekonomi, dan juga budaya dari setiap wilayahnya. Oleh karena itu kebijakan yang ada sering tidak berhubungan di satu tempat, walaupun ditempat lain kebijakan tersebut berhasil. Yang kedua yaitu adanya pihak luar dan memakai parameter yang terlalu ekonomis.Â
Yang ketiga yaitu penanganan program kemiskinan mengalami birokratisasi yang terlalu mendalam sehingga banyak yang gagal. Yang keempat yaitu kebijakan mengenai kemiskinan seringkali diselipkan dengan adanya perpolitikan sehingga tidak memiliki makna bagi penguatan sosial ekonomi kelompok miskin. Yang kelima yaitu kebijakan kemiskinan kurang mempertimbangkan aspek ekonomi kelembagaan sebagai prinsip yang harus dikedepankan, sehingga kebijakan tersebut tidak berhasil karena tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
Program-program yang dibuat pemerintah yang memiliki orientasi pada kedermawanan ini bisa jadi menimbulkan buruknya moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan kepada menciptakan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di sisi lain, dengan adanya program-program bantuan sosial dapat menimbulkan adanya korupsi dalam pelaksanaannya. Lebih dari itu, program-program yang dibuat oleh pemerintah lebih baik disalurkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) seperti bantuan biaya sekolah dan untuk aspek kesehatan masyarakat dibandingkan dengan bantuan sosial yang berupa sembako, bantuan uang yang diberikan langsung kepada masyarakat. Hal lain yang dapat membuat program penanggulangan kemiskinan gagal yaitu kurangnya pemahaman dan juga sosialisasi berbagai pihak mengenai penyebab kemiskinan sehingga program-program pembangunan yang ada tidak berdasarkan isu kemiskinan yang ada.
Dalam studi kasus permasalahan kemiskinan konteks ekonomi politik ini, seperti pada kenaikan BBM di Indonesia. Pada dasarnya krisis ekonomi di Indonesia tidak terlepas dari kekuatan politik dan ekonomi di beberapa negara di dunia. Berbagai negara cenderung mengarah kepada sistem ekonomi pasar bebas yang menjunjung tinggi persaingan sebagai salah satu cara mendapatkan keberhasilan dalam bidang ekonomi, bukan cooperation. Kekuatan politik mengarah pada sistem demokrasi yang kebarat-baratan, yaitu dengan melakukan apa saja selama menguntungkan negara tersebut. Penentuan harga bahan bakar minyak di Indonesia dipengaruhii juga oleh harga minyak dunia. Hal tersebut karena Indonesia sebagai negara OPEC dan juga sebagai negara penghasil minyak. Adanya globalisasi ekonomi yang berdasarkan persaingan bebas ternyata berdampak cukup besar kepada kondisi ekonomi Indonesia. Lebih dari itu, dengan adanya globalisasi sisi negatifnya yaitu negara-negara maju dapat menguasai dan mengeksploitasi negara-negara yang berkembang dan miskin termasuk dalam menentukan harga BBM di suatu negara. Oleh karena itu, Indonesia harus bisa menjadi negara yang diperhitungkan dalam strategi ekonomi dunia dan menjadi negara yang memiliki karsa yang kuat.
BBM adalah salah satu komoditas yang dibutuhkan semua lapisan masyarakat baik itu di negara maju maupun di negara berkembang. Dengan adanya kenaikan BBM juga berdampak pada seluruh sektor industry, ekonomi, dan segala aspek kehidupan masyarakat. Selain itu, kenaikan BBM juga berdampak kepada makro ekonomi Indonesia. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan BBM bagi masyarakat yaitu karena belum dilaksanakannya pendayagunaan dan pengelolaan sumber daya minyak secara optimal, baik itu dari sisi teknologi, produksi, manajemen, sumberdaya manusia, dan juga faktor lain yang signifikan.
Sejalan dengan adanya hukum penawaran, jumlah produksi minyak mentah akan berpengaruh pada harga minyak di negara itu sendiri. Di Indonesia, adanya berbagai faktor diantaranya yaitu ketersediaan sumber minyak bumi yang terbatas, letak lokasi yang kurang teridentifikasi, teknologi produksi, sumberdaya pengelola yang belum optimal, dan juga berbagai faktor strategis dan teknis lainnya yang menyebabkan produksi minyak mentah mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Seperti pada tahun 1999-2003, yang mana mengalami penurunan produksi sebesar 0,105 juta barel per hari, kecuali pada tahun 2003-2004 naik dari 1,10 juta barel per hari menjadi 1,15 juta barel perhari, atau naik sebesar 0,05 juta barel per hari. Namun dengan adanya kenaikan pada tahun tersebut lebih rendah dari produksi minyak pada tahun 2002 yang bahkan produksi minyak mentah Indonesia diperkirakan untuk tahun 2005 sebanyak 1,13 juta barel per hari, sehingga menurun 0,13 juta barel dibandingkan produksi tahun 2002 sebanyak 1,26 juta barel per hari. Penurunan jumlah produksi minyak mentah di Indonesia, menyebabkan adanya kebutuhan minyak dalam negeri tidak terpenuhi dan sesuai dengan hukum penawaran akan menyebabkan harga minyak meningkat. Belum optimalnya berbagai pengelolaan terhadap sumberdaya minyak di satu sisi dan sisi lain adanya kebutuhan minyak yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan masyarakat Indonesia, menimbulkan ketidakseimbangan antara supply dan demand. Lebih dari itu, adanya ketidakseimbangan atau under supply ini merupakan salah satu indikasi yang menyebabkan berfluktuasi harga minyak kearah peningkatan harga yang terus menerus terjadi di Indonesia, yang mana sebuah negara jumlah penduduknya semakin bertambah.
Dengan adanya penjelasan tersebut, ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri menyebabkan Indonesia harus melakukan impor BBM. Padahal pada dasarnya Indonesia merupakan negara yang kaya sumber binyak dan seharusnya menjadi pengekspor minyak. Hal ini merupakan salah satu penyebab adanya permasalahan kemiskinan yang terus menerus ada di Indonesia. Banyak cara untuk menangulangi adanya permasalahan kemiskinan seperti memfokuskan invetasi di bidang pengembangan sumber daya manusia, khususnya dalam bidang pendidikan. Selanjutnya dengan menyusun kebijakan yang mengarah pada stabilitas ekonomi dengan menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat tercapai dan hasilnya bisa terdistribusikan pada seluruh lapisan masyarakat secara adil, menciptakan lingkungan kompetisi yang adil bagi usaha kecil dengan merubah struktur ekonomi yang monopilistik dan antipersaingan, meningkatkan  akses kelompok-kelompok kecil terhadap berbagai sumber daya ekonomi, yaitu modal, tanah, serta informasi dan teknologi. Melakukan deregulasi terhadap komoditi yang pemasarannya diatur oleh pemerintah, menghapuskan berbagai pungutan bagi usaha kecil, dan juga mengalihkan subsidi dalam bentuk bantuan biaya operasional untuk institusi yang memiliki kineja yang bagus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H