Mohon tunggu...
Rikat Ali Ikwan
Rikat Ali Ikwan Mohon Tunggu... -

cogito ergo sum - aku ngeblog maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Kembalinya “Nurdinisme” di Sepak Bola Indonesia

19 Maret 2013   16:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:30 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

HATI publik sepak bola Tanah Air dibuat campur aduk oleh realita dan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI di Hotel Borobudur Jakarta 17 Maret 2013 lalu. Iya, rasanya sepak bola Indonesia tidak lepas dari nestapa. Lepas dari mulut harimau-masuk ke mulut buaya-lalu masuk ke mulut harimau lagi.

Pasca-KLB 17 Maret, dalam hati kecil, publik menyadari bahwa PSSI dan sepak bola Indonesia jatuh ke tangan “orang yang salah”. Tapi, sebelum KLB 17Maret, PSSI sudah ada di tangan “orang yang tidak tepat”. Sedihnya, harapan munculnya “kekuatan ketiga” yang lebih segar dan bebas dari konflik masa lalu juga tidak menjadi kenyataan.

Kini, “Nurdinisme” kembali menguasai sepak bola Indonesia. Nurdinisme adalah paham menghalalkan segala cara dan menyingkirkan lawan secara licik dan kasar di jagad sepak bola. Apa yang terjadi di KLB 17 Maret sungguh-sungguh kudeta licik gaya “machiavellian”. Rentetan kejadian seputar KLB secara vulgar menununjukkan hal itu.

Ya,KLB masih menunjukkan nuansa “sepak bolo” (meminjam istilah Menpora Roy Suryo) daripadanuansa sepak bola.Pertama, KLB diawali dengan kericuhan akibat tidak diperbolehkannya 18pengurus provinsi sebagai voters dalam kongres. Padahal, secara legal, mereka merupakan pengurus yang sah yang diangkat secara resmi oleh PSSI.

Kedua, saat kongres juga diwarnai walk out enam anggora Exco PSSI yaitu Farid Rahman, Bob Hippy, Sihar Sitorus, Tuty Dau, Mawardi Nurdin, dan Widodo Santoso. Ke-6 Exco itu memutuskan walk out dari ruangan kongres karena menilai KLB tidak sesuai amanat FIFA. Yang mereka protes adalah masuknya pembahasan pelaksanaan kongres biasa, yang berada di luar perintah FIFA.

Sebelumnya, FIFA mengamanatkan KLB dengan tiga agenda yakni unifikasi liga, revisi statuta, dan pengembalian empat Exco terhukum (La Nyalla Mattalitti, Tony Aprilani, Roberto Rouw dan Erwin Dwi Budianto).

Ketiga, untuk memperkuat barisan, maka diangkatlah La Nyalla Mattaliti sebagai wakil ketua umum PSSI. Selain itu, juga dilakukan penambahan empat Exco baru yaitu Zulfadli, Djamal Aziz, Hardi, dan La Siya. Dengan penambahan ini, maka jumlah anggota Exco PSSI menjadi 15 orang, termasuk ketua dan wakil ketua umum PSSI.

Keempat, hal lain yang menunjukkan semangat“menghabisi lawan” adalah konsep unifikasi liga. Sejujurnya tidak ada unifikasi.Dalam apa yang disebut sebagaikesepakatan “unifikasi” itu, liga akan kembali bernama ISL. Musim kompetisi 2013/2014/ ISL dan IPL akan tetap berjalan sendiri-sendiri.Pada musim berikutnya, liga akan disatukan dengan nama ISL. Yang tidak menunjukkan niat rekonsiliasi adalah seluruh 18 klub ISL otomatis masuk liga kasta tertinggi itu, sedangkan dari IPL hanya akan ada empat dari 16 klub IPL yang masuk.

Ini artinya, dalam menjalani kompetisi musim 2013/2014, 18 klub ISL akan menjalani kompetisi tanpa ancaman degradasi. Sedangkan ancaman degradasi akan menimpa 12 dari 16 klub IPL. Ini jelas diskriminatif dan tidak ada niat baik rekonsiliasi. Selain itu, kompetisi juga akan berjalan tidak bergairah. Bagi klub-klub IPL ini tentu demoralisasi yang luar biasa. Sedangkan bagi klub-klub ISL, mereka akan lebih santai karena tidak ada ancaman degradasi.

Mungkin ada yang berpikir,ini karena mutu IPL masih di bawah ISL. Tapi, itu kan masih asumsi. Sepak bola adalah pertandingan, maka semua harus diuji di lapangan. Artinya, kalau mau fair, konsepnya harus separuh klub ISL dan IPL yang menghuniklasemen teratas, otomatis masuk kasta tertinggi liga unifikasi. Biarlah pertandingan yang menjadi hakim bagi mutu dan kualitas. Tapi yang terjadi, semua dipaksakan dengan semangat “pokrol bambu”.

Ini terjadibukan semata-mata karena semangat “sepak bolo” dan menang-menangan, tapi karena moral voters/pengurus sepak bola yang memang bobrok. Mereka secara umum bermental “wani piro”. Setiap kongres mereka jualan “vote”. Kongres kali ini jual ke pihak ini, kongres berikutnya jual ke pihak yangmau kasih lebih besar.Pada KLB 17 Maret, sang bandar diduga beranibeli “vote” dengan harga mahal karena akan mendapat imbalan hak siar pertandingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun