Oleh : Muhammad Ali Husein
Kadept Kastrat KAMMI Kathoza 2013
Isu pengurangan subsidi BBM berhasil menjadi tema pertikaian seru dalam masa tahun anggaran 2013. Hal ini merupakan tindak lanjut dari penundaan kenaikan BBM pada bulan Maret-April tahun 2012 lalu. Dalih Pemerintah akan pengurangan subsidi BBM merupakan cerminan dari asumsi ekonomi makro Indonesia yang dipengaruhi oleh dampak krisis global yang tak berkesudahan. Krisis keuangan global semenjak tahun 2008 yang merupakan dampak dari krisis Subprime Mortage di AS pada tahun sama memberikan efek spillover ke Negara-negara Eropa yang akhirnya menjadi krisis global. Meskipun krisis di AS tersebut sudah berakhir pada tahun 2009 silam, namun Negara-negara yang terkena imbas dari krisis keuangan global tersebut belum juga bisa sepenuhnya memulihkan diri, begitupun dengan Indonesia.
Melihat kondisi domestik di Indonesia kini, isu pengurangan subsidi BBM kembali mencuat ke permukaan setelah sebelumnya pada tahun anggaran 2012 subsidi BBM melonjak naik dari pagu 40 juta Kiloliter menjadi 45,2 juta Kiloliter. Hal ini cukup untuk menguras anggaran APBN hingga anggaran subsidi membengkak 154,22% dari pagu subsidi BBM di APBN 2012. Hal ini menjadi dalih Pemerintah yang membentuk alasannya mengapa APBN-P 2012 bisa defisit anggaran.
Untuk menyelamatkan APBN, Pemerintah berencana mengurangi subsidi BBM dengan menjadikan penyelamatan APBN sebagai benteng, berikut alasan Pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM di tahun 2013 :
Ada beberapa alasan yang penting untuk diketahui bersama mengapa Indonesia yang merupakan Negara pensubsidi BBM dalam jumlah besar di negaranya kini hendak mengurangi subsidi BBM demi menyelamatkan APBN 2013. Adapun alasan-alasan Pemerintah dalam keinginannya pengurangan subsidi antara lain :
Pertama, pada tanggal 28 Maret 2013 atau yang dikenal dengan Kuartal/Semester I, APBN 2013 mengalami defisit sebesar 17,9 T. Hal ini merupakan akibat dari realisasi APBN yang timpang antara pendapatan dengan belanja. Menurut data yang diperoleh dari Bambang P.S. Brodjonegoro, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, realisasi pendapatan dan hibah hingga Maret 2013 adalah sebesar Rp 254,0 Triliun atau 16,6% dari pagu pendapatan sebesar Rp 1. 529,7 Triliun di APBN. Hal ini tidak sebanding dengan realisasi belanja yang hingga Maret 2013 berjumlah Rp 271, 9 Triliun atau 16,2% dari pagu belanja sebesar Rp 1.683, 0 Triliun di APBN.
Menurut Umar Juaro, pengamat ekonomi, defisitnya APBN pada Kuartal I tidak terlepas dari tiga tekanan Ekonomi, yakni :
-
Tekanan neraca perdagangan, dimana terjadi fluktuasi nilai tukar pada kisaran Rp 9.700 – Rp 9.800. Selain itu juga terjadi fluktuasi harga jual minyak dalam negri (ICP) dan lifting migas.
-
Tekanan fiskal
-
Tekanan inflasi, ketika subsidi BBM berkurang maka harga inflasi juga akan naik.