Kuambil sepeda dan kukayuh dengan semangat. Kutengok ke arah rumah, Nenek terus memandangku sambil tersenyum. Kembali pandanganku ke arah depan menyusuri jalanan ke arah sekolah.Â
Seperti biasa, udara pagi sungguhlah segar. Dalam perjalanan, di kiri dan kanan jalan kulihat banyak alat berat. Beberapa pekerja proyek kulihat memakai rompi dan helm kuning. Paling proyek seperti biasanya, batinku. Setiap tahun ada saja proyek menambal jalanan yang berlubang. Meski tak bertahan lama setelah dilewati kendaraan berat dan curah hujan yang tinggi.Â
Sampailah aku di sekolah. Senang sekali. Ada beberapa yang kukenal karena satu SMP dulu. Sesekali berpapasan dengan beberapa guru, aku pun memberi salam dan cium tangan.Â
Upacara hari pertama terasa istimewa. Kami siswa kelas 10 terlihat mencolok dengan seragam baru. Aku berdiri paling depan.Â
Tibalah amanat pembina upacara.Â
Kepala sekolah, Pak Hamdani. Usianya sudah sepuh. Beliau pakai peci hitam. Sorot matanya ditebar ke seluruh peserta upacara.Â
"Anak-anakku, siswa SMA Sepaku yang Bapak cintai dan banggakan. Berdirilah dengan tegap. Angkat dagu kalian. Tahukah kalian, dari sudut sekolah ini nanti akan kalian lihat Ibu Kota Nusantara. Tempat kalian sekarang berdiri, juga bagian dari Ibu Kota Nusantara. Ibu kota negara Indonesia. Akan banyak pembangunan. Di sanalah istana Presiden berdiri. Senangkah kalian?" tanya Pak Hamdani kepada seluruh peserta upacara.
"Senang!" sahut kami.Â
"Jangan hanya senang, kalian harus segera mempersiapkan diri. IKN milik seluruh bangsa Indonesia. Di sanalah nanti putra-putri terbaik bangsa mengabdikan diri. Apakah kalian putra-putri terbaik bangsa?" tanya Pak Hamdani lagi.
Kami tertunduk diam.Â
"He.., mengapa kalian tertunduk. Angkat lagi dagu kalian. Lihat Bapak. Putra Putri terbaik bangsa, ya kalian-kalian ini. Segeralah persiapkan diri. Belajarlah yang giat. Tidak ada ongkang-ongkang. Kecuali kalian hanya ingin menjadi pecundang, penonton di tanah sendiri," terang Pak Hamdani memberi kami semangat.