Mohon tunggu...
ALI KUSNO
ALI KUSNO Mohon Tunggu... Administrasi - Pengkaji Bahasa dan Sastra Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur

Pecinta Bahasa 082154195383

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak Lambat Bicara karena Orang Tua Bekerja?

19 Juni 2017   08:40 Diperbarui: 19 Juni 2017   13:16 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Kehidupan anak usia dini memberikan gambaran kehidupan anak kelak ketika dewasa. Oleh karena itu, pembentukan dasar pendidikan yang baik sangat dibutuhkan anak. Separuh potensi manusia sudah terbentuk ketika berada dalam kandungan sampai usia 4 tahun; dan 30% terbentuk pada usia 4-8 tahun. Tinggal orang tua dan lingkungan dalam mendukung tumbuh kembang pada masa emas anak tersebut.

Masa emas tersebut tidak akan dapat terulang. Pada masa inilah anak dapat banyak belajar. Anak pada dasarnya ketika terlahir sudah memiliki potensi bakat bawaan. Potensi itulah yang diturunkan dari orangtua. Ibarat buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Namun bisa jadi buah itu akan jatuh bahkan sangat jauh apabila pohon berada di lereng dekat sungai. Pohon yang jatuh tadi akan hanyut dibawa arus sungai, entah ke mana perginya. Sama halnya dengan anak, potensi baik akan berkembang atau tidak tergantung pola asuh.

Hal itu menandakan apabila faktor bawaan sangat penting dan lebih penting lagi pola asuh pada anak. Tidak dapat dipungkiri tuntutan kehidupan saat ini banyak orangtua sama-sama bekerja. Kondisi tersebut Itu mau tidak mau membuat orangtua membuat pilihan menitipkan anak.

Alternatif pertama, biasanya ke orangtua yang kebetulan tidak bekerja atau sudah pensiun. Alternatif kedua, dimasukkan ke lembaga penitipan anak. Untuk alternatif ini butuh kejelian melihat lembaga yang baik, dan dapat dipercaya. Selain itu, apabila ingin masuk ke lembaga penitipan anak yang berkelas, baik sarana, prasarana, dan layanan, otomatis harus mau membayar lebih mahal. Alternatif ketiga, mencari pengasuh anak yang bisa tinggal di rumah. Untuk alternatif ini butuh kejelian memilih lembaga penyalur yang tepercaya sekaligus memilih pengasuh yang sesuai dengan anak. Selain itu, dari sisi biaya memang lebih mahal. Alternatif keempat, menitipkan kepada tetangga yang kebetulan ibu rumah tangga dan mau dititipi. Alternatif kelima, bisa juga menitipkan anak pada penata laksana rumah tangga. 

Apa pun solusi yang diambil, orangtua tidak boleh gegabah. Orangtua harus memastikan anak mendapatkan stimulasi yang sesuai seperti yang diharapkan. Pada kesempatan ini penulis akan memaparkan khususnya tentang pola asuh bahasa oleh penata laksana rumah tangga. Dengan pertimbangan bahwa banyaknya anak yang dipercayakan pada penata laksana rumah tangga.

Beberapa fakta menarik tentang pola asuh anak yang dipercayakan pada penata laksana rumah tangga. Pertama, anak cenderung lambat berbicara. Anak terlalu banyak nonton televisi berandil pada keterlambatan anak berbicara. Pada saat menonton televisi, anak menjadi pemirsa yang pasif. Begitu juga pembantu yang 'rangkap jabatan' (tidak hanya menteri saja yang rangkap jabatan). Biasanya pembantu menyelesaikan beban pekerjaan menyapu, mengepel, mencuci, menggosok, memasak, masih juga ada majikan tega menambah pekerjaan dengan mengasuh anak. Sedangkan penata laksana rumah tangga selalu dituntut bisa menyelesaikan pekerjaan. Ujung-ujungnya anak yang menjadi korban. Cara jitu yang dilakukan penata laksana rumah tangga adalah menyuguhkan tontonan televisi. Anak jadi diam, penata laksana rumah tangga bisa sambil menggosok pakaian yang menggunung. Belum lagi pilihan tontonan menurut selera penata laksana rumah tangga, misalnya acara dangdut dengan pakaian seronok.

Kedua, orangtua tidak memberikan acuan atau arahan mendidik anak. Orangtua, karena sudah mereka percaya pada penata laksana rumah tangga, langsung memercayakan begitu saja yang penting anak semakin hari semakin tumbuh besar, tidak banyak menangis. Ketiga, anak mendapatkan teman bermain yang tidak tepat. Sering penata laksana rumah tangga memiliki anak dan ikut menemani bekerja. Mau tidak mau anak ikut bermain dan "belajar" dari si "kakak".

Jadilah Orangtua yang Baik

Bukan kesalahan penata laksana rumah tangga apabila terjadi salah asuh pada anak. Apalagi menyebabkan anak terlambat berbicara ataupun memiliki kosakata yang tidak pantas. Sudah waktunya orangtua aktif mengedukasi penata laksana rumah tangga agar menjadi pengganti orangtua yang baik.

Beberapa langkah dapat dilakukan. Pertama, orangtua harus memahami tahapan perkembangan anak. Orangtua dapat mendelegasikan kepada penata laksana rumah tangga tentang hal-hal yang harus diterapkan pada anak. Tentunya dengan pemahaman sederhana menyesuaikan tingkat pendidikan penata laksana rumah tangga. Kesalahan pola asuh penata laksana rumah tangga disebabkan ketidaktahuan tentang pola asuh yang harus diberikan kepada anak. Selain itu, orangtua juga bisa memantau perkembangan anak dan dapat mencermati aspek-aspek perkembangan yang telah dikuasai anak maupun yang belum.

Kedua, khususnya tontonan yang tidak pantas bagi anak, orangtua dapat memilah-milah siaran televisi yang memang baik untuk menstimulasi anak, utamakan yang berbahasa Indonesia. Atau lebih bagus lagi orangtua membuat menu acara sendiri dengan mengunduh lagu anak-anak. Selain itu, bisa juga film-film animasi berbahasa Indonesia yang memiliki nilai-nilai edukatif. Dengan menyimpan file-file tersebut di hardisk, orangtua dapat membuat menu tontonan tiap hari yang lebih variatif. Penata laksana rumah tangga juga perlu diberikan arahan agar bisa merangsang anak ikut bernyanyi, atau menceritakan isi film yang ditonton. Lagu-lagu anak mudah ditangkap dan menambah kosakata baru anak. Sedangkan film-film animasi yang edukatif mampu menstimulasi bahasa anak sekaligus belajar tentang budi pekerti, sosialisasi, dan agama kepada anak.

Ketiga, orangtua dapat memberikan mainan yang dapat menstimulasi bahasa anak. Pada saat anak bermain, orangtua maupun penata laksana rumah tangga harus ikut bermain dengan anak. Pada saat itulah anak-anak belajar kata-kata baru dari teman bermain. Keempat, memberikan kesempatan anak untuk bersosialisasi dengan lingkungan. Memang akan sangat kesulitan apabila tinggal di perumahan elite. Jangankan mengobrol 'menenangga', saling bertegur sapa saja tidak. Namun, apabila lingkungan perumahan kita memungkinkan anak dapat bersosialiasi dan lingkungan sosial juga baik, berikan kesempatan penata laksana rumah tangga mengajak anak 'menenangga'.

Orangtua bekerja menguras pikiran dan tenaga, bisa-bisa pulang sore. Bahkan tidak jarang orangtua pulang sampai larut malam. Orangtua terkadang tidak sadar pulang dengan muka masam. Anak yang harusnya disuguhi dengan wajah ceria justru jadi sasaran emosi. Sedangkan anak hanya menuntut haknya, yakni waktu bersama orangtua. Selayaknya orangtua pulang dengan senyuman agar selalu dinanti anak. Waktu yang hanya kisaran dua jam sebelum anak tidur harus bisa dioptimalkan. Ajak anak bermain, stimulasi bahasa anak dengan mengajak berbicara, tanyakan aktivitas anak seharian. Biarkan anak menumpahkan isi hati dan pikirannya. Saat itulah orangtua membayar hutang waktu bersama anak sekaligus menstimulasi bahasanya.

Selamat mengedukasi penata laksana rumah tangga menjadi 'guru PAUD' yang baik bagi anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun