Haji Damiri menangis guling-guling. Uang yang dikumpulkannya bertahun-tahun lenyap berubah jadi rerumputan. Tagisan Haji Damiri terdengar anaknya yang kecil.
“Bapak kenapa menangis?”tanya Si anak.
“Uang Bapak lenyap! Uang Bapak jadi rumput-rumput ini!”teriak Haji Damiri pada anaknya.
Anaknya tidak kaget. Kalau uang Ayahnya hilang. Si anak sudah merasa uang Bapaknya sudah terlalu banyak, ngapain ditangisin.
“Pak, Saya justru senang uang Bapak jadi rerumputan. Kalau Bapak pulang bawa uang, hanya akan nambah tumpukan uang Bapak. Masih lebih baik rumput-rumput ini bisa dikasihkan ke sapi-sapi di belakang rumah”kata Si Anak ketus.
Haji Damiri masih saja bingung apa yang dikatakan anaknya. Si Anak memegang pundak Bapakya yang masih saja menangis.
“Pak, Hati Bapak sudah terlalu tebal dengan kedzoliman. Bapak tidak akan bisa memaknai apa yang baru saja Bapak alami. Segeralah Bapak bertaubat”jelas Si anak sambil berlalu membawa karung berisi rerumputan.
Haji Damiri masih saja menangis sesenggukkan.
Haji Damiri terbangun dari mimpi panjangnya.
Anehnya, dia benar-benar menangis. Air matanya segera diusap. Sayup-sayup terdengar suara adzan subuh menyelinap dari sela-sela lubang angin rumahnya yang megah.
Wong urip koyo ngarit (Orang hidup seperti mencari rumput)