Tiap negara memiliki target bebas karbon masing-masing. Namun jika mengacu pada ciri perubahan iklim long-term time span issue, perubahan iklim bisa terjadi dalam rentang waktu lama, yakni 50 tahun hingga 100 tahun. Sebab itu, NZE ditargetkan akan terjadi pada tahun 2045, 2050, 2060, dst.
Penentuan tahun NZE bergantung pada waktu kapan suatu negara berhasil mencapai peak emission (puncak emisi). Pengertian peak emission adalah titik henti positif produksi emisi yang kemudian diikuti trend penurunan (negative) emisi hingga nol (zero) atau bahkan minus emisi.
Penentuan tahun NZE Indonesia telah dirancang oleh Badan Perancanaan Nasional (Bappenas). Berdasarkan skenario Bappenas, Indonesia bisa mencapai NZE pada tahun 2045 atau 2050 asal saja kita bisa mencapai peak emission karbon paling lambat pada tahun 2027. Jika peak terlambat satu tahun saja, maka tahun NZE akan mundur sejauh 5 -- 10 tahun. Jika peak emisi karbon bisa dicapai pada tahun 2033-2034, maka Indonesia akan memasuki NZE pada tahun 2060-2070. Tentu dibutuhkan kerjasama semua pihak agar berhasil mewujudkannya.
Meski kelak seluruh karbon telah diserap di bumi, target nol-emisi telah dicapai oleh semua negara, global warming tetap akan berlanjut mengingat produksi emisi hari ini selama tiga abad terakhir. CO yang telah terlanjur mengapung di atmosfer akan tetap bertahan disana selama 10.000 tahun. Meski demikian, para ahli IPCC telah berhitung jika NZE tercapai pada tahun 2050, maka suhu dunia akan bertambah sejumlah 1,5 Celcius pasca 2050. Angka ini masih dalam ambang batas toleransi makhluk hidup di bumi.
Bisa dibayangkan, jika tercapainya NZE saja tetap tak menghentikan laju pemanasan global, maka bagaimana bila kita tak berusaha mencapainya?
Industri Berkelanjutan dan Keuntungan Ekonomi Negara Negatif Karbon
Semakin lama Indonesia menetapkan tahun NZE, maka akan semakin berat beban ekonomi yang akan ditanggung. Pertumbuhan ekonomi nasional kedepan akan amat bergantung pada keselarasan iklim. Kajian Swiss Re Institute menyebut ekonomi Indonesia akan terpukul jika krisis iklim terjadi. Ketika trajektori dunia memanas di bawah 2 derajat Celsius di tahun 2100, Indonesia akan kehilangan hampir 5% dari seluruh GDP-nya di tahun 2050.
Ketika pemanasan global mencapai 2,6 derajat Celcius, maka Indonesia kehilangan 30% GDP-nya. Sementara jika pemanasan mencapai 3,2 derajat Celsius, maka Indonesia akan kehilangan 40% GDP-nya. Skenario Bappenas justru menyebut ekonomi Indonesia berpotensi untuk berisiko kehilangan PDB hingga 50,4% pada tahun 2024 jikalau Indonesia tidak melakukan intervensi terhadap iklim.
Darimana angka-angka kerugian itu muncul? Tentu dari dampak global warming di Indonesia. Bappenas menyebut bahwa: 5,8 juta km wilayah perairan Indonesia akan berdampak buruk pada aktifitas pelayaran dan nelayan sebab gelombang ombak ekstrim. Sepanjang 1.800 km garis pantai masuk kategori sangat rentan karena peningkatan permukaan air laut. Produksi beras akan menurun akibat perubahan curah hujan dan peningkatan suhu. Global warming menyasar langsung ke titik-titik strategis ekonomi Indonesia.
Perkembangan jangka panjang industri tak terlepas dari pemeliharaan lingkungan. Jika sebelumnya hutan dipandang sebagai simbol keterbelakangan ekonomi, maka kini tantangan iklim memaksa perusahaan beralih pada konsep bisnis yang berkelanjutan. Perusahaan yang tak memasukan unsur berkelanjutan akan tertinggal dari mereka yang berkomitmen pada hal tersebut. Analisa ini disebut sendiri oleh salah satu perusahaan besar energi di Indonesia, yakni PT Indika Energi.
Mengacu pada penelitian Swiss Re Institute dan Bappenas, maka perusahaan akan lebih untung jika perusahaan berinvestasi pada program-program lingkungan dibanding harus membayar pengeluaran ekstra untuk mengatasi ragam hambatan akibat global warming atau emisi karbon. Menurut Indika Energi, ada tiga hal yang penting diperhatikan oleh perusahaan jika hendak mempercepat tahun minus karbon yakni: rewnewable energy, carbon offset, dan teknologi.
Pengembangan teknologi dapat diarahkan oleh perusahaan untuk membuat industri dapat beroperasi lebih efisien hingga akhirnya mampu melakukan pengurangan emisi karbon. Pengembangan teknologi juga berkaitan dengan pemanfaatan renewable energy. Sebetulnya, Indonesia sangat diuntungkan oleh konsep renewable energy sebab ia memiliki kelimpahan energi alam sebagai modalnya, seperti matahari penuh sepanjang tahun, pergerakan angin musim, dan wilayah perariran yang luas.