Hal ini mengingatkan saya kepada sambutan Jokowi pada Dies Natalis ITB ke 54 di Bogor, Rabu 6 September 2017 (kompas.com) dimana presiden menyindir banyaknya mahasiswa pertanian yang lari ke direksi perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bukan menjadi petani.
Hal yang sama juga saya dengarkan dari kisah salah satu pegiat pertanian organik dimana teman-teman anaknya yang belajar di fakultas pertanian tidak ada yang menyatakan dirinya akan bertani selepas menjadi sarjana.Â
Kampus-kampus pertanian tentu sangat lengkap memberikan skill pertanian modern hingga praktik kepada mahasiswa. Namun mereka yang berani terjun di pertanian sangat sedikit sekali.
Strategi regenerasi tani perlu memasukan penguatan budaya agraris untuk membentuk citra manusia tani. Hal itu dilakukan dengan membentuk kebudayaan yang berpihak kepada tani serta pendidikan yang akomodatif terhadap dunia tani.
Kementan dapat bekerjasama dengan Kemendikbud dalam regenerasi tani. Kisah hidup dan keluhuran petani dapat dimuat dan dielaborasi dalam mata pelajaran sekolah. Murid dapat diajak untuk sesi outingclass di lokasi pertanian, berdialog dengan petani sehingga mereka mengenal tani sejak dini. Permasalahan ekologis juga perlu dikenalkan dalam sekolah agar murid mengerti pentingnya menjaga alam untuk ketahanan pangan.
 Begitu pula dalam ranah kebudayaan. Literatur, kesusastraan, film, kartun, acara televisi, maupun kesenian diarahkan untuk membangun empati kuat terhadap kehidupan tani. Produk budaya tersebut harus mampu mengangkat martabat tani sebagai sosok sentral dalam negara agraris serta golongan mayoritas penduduk yang sangat penting dalam mempertahankan bangsa.
Dengan membangun kebudayaan agraris tersebut, akan semakin banyak generasi yang suka bertani seperti yang terjadi pada generasi muda Amerika akhir-akhir ini. Minimal jika mereka tidak bertani, setidaknya rasa cinta pada pertanian akan membuat mereka memikirkan betul nasib tani saat menjadi pemerintah, politisi, akademisi, intelektual maupun pengusaha besar, bukan sebaliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H