Daya untuk menghadirkan “fikiran” dan “perasaan” orang lain dalam dialog antara “Aku” dan “Diriku” merupakan daya “imajinatif” dalam falsafah jawa dikenal dengan istilah “tepo sliro”. Ketika seseorang melibatkan perasaan dan pemikiran orang lain dalam proses berfikirnya, ia akan terjaga dari bertindak jahat terhadap orang lain, di samping itu, ia tetap kritis terhadap ideology, doktrin, pemikiran, opini, pandangan orang lain dan selalu mendialogkannya dengan “Nurani”-nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!