Mohon tunggu...
Alif Syuhada
Alif Syuhada Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

https://alifsyuhada.com/

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

The Origin Of Thought

21 Februari 2019   12:26 Diperbarui: 21 Februari 2019   12:40 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berfikir merupakan aktivitas khas yang hanya dimiliki oleh manusia. Dengan berfikir manusia membedakan dirinya dari binatang, tumbuhan, dan benda. Binatang dan tumbuhan tidak melakukan aktivitas berfikir, karena mereka melakukan aktivitas didorong oleh insting alamiahnya, dimana ia tidak mempunyai kebebasan untuk “memilih”, ataupun “menolak” untuk berbuat sesuatu, akivitasnya sudah ditentukan “takdir alam” yang sudah melekat padanya, begitu pula tumbuhan. Benda tidak dapat berfikir karena ia tidak mempunyai kesadaran akan dirinya sendiri. 

Berfikir berkaitan erat dengan kesadaran manusia akan eksistensinya, oleh karena itu, berfikir memerlukan kesadaran, tanpa kesadaran manusia tidak dapat berfikir, akan tetapi kesadaran hanya dapat muncul ketika manusia mulai berfikir. 

Kesadaran dan berfikir adalah aktivitas yang berbeda, jikalau kesadaran merupakan keadaan dimana manusia mengerti dan merasa akan keberadaannya, individunya, maupun sesuatu yang disekitarnya, berfikir lebih merupakan aktivitas mental manusia, dimana ia mencoba berdialog dengan “dirinya sendiri”. 

Mengacu pada pandangan Hannah Arendt, Berfikir merupakan proses pengujian terhadap “Aku” oleh “Diriku”. Kata “Aku” mengacu pada person yang sedang menjalani, mengalami, dan melakukan sesuatu. 

“Aku” menyadari keberadaannya sebagai “Aku”, sedangkan “Diriku” merupakan sosok yang berada didalam “Aku”, yang mengujiku, dan yang berdialog kepada “Aku” tentang apa yang telah “Aku” lakukan, ketahui, alami, dan jalani. “Diriku” dapat disebut juga dengan “Nurani”. Dialog antara “Aku” dan “Diriku” menghasilkan sebuah pengetahuan baru yang mengakibatkan “kesadaran” baru.

Berfikir berbeda dengan mengetahui, mengetahui merupakan proses manusia menerima pengetahuan, dimana otak manusia lebih bersifat “instrument” untuk menerima pengetahuan, sedangkan berfikir merupakan abtraksi pengetahuan yang sudah didapat manusia, pengetahuan yang sudah “diolah” tadi menjadi pengetahuan baru, dan pada saat inilah manusia “mengetahui”, pengetahuan hasil proses berfikir tadi dapat diuji kembali dalam aktivitas berfikir manusia. 

Dengan berfikir manusia dapat terhindar dari kejahatan dan kekeliruan, karena melalui pengujian oleh “Nurani”, atau “Diriku”, manusia mempunyai filterisasi terhadap pengaruh dari luar dirinya. 

Dengan berfikir, otak tidak hanya difungsikan sebagai instrument untuk menerima pengetahuan dan pengaruh dari luar dirinya sendiri, melainkan ia dapat melakukan penyikapan dan bertindak. 

Sikap dan tindakan lahir ,yang proses berfikirnya manusia, merupakan manifestasi penampakan manusia akan keunikan individualitasnya dalam ruang publik. Ketidakmauan manusia untuk berfikir akan membuat nuraninya tumpul, sehingga tidak tejadi proses dialektika kehendak, pemahaman, antara “Aku” dan nurani, sehingga manusia tidak dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. Ketidakmampuan manusia untuk membedakan mana yang baik dan buruk mengakibatkan manusia tidak akan merasa bersalah ketika berbuat jahat, menurut Arendt, kondisi dimana kejahatan telah mejadi sesuatu hal yang biasa disebut “Banalitas Kejahatan”.

Berpikir kritis membutuhkan imajinasi. Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan alam, imajinasi dapat memantu manusia untuk berfikir kreatif. Pemikiran kreatif ini kemudian melahirkan tindakan kreatif,sehingga manusia dapat berinovasi dalam berkarya. Daya pemikiran imajinatif ini selalu membuat pembaharuan dalam setiap karya manusia. 

Selain ilmu pengetahuan alam, daya imajinatif juga sangat penting untuk tumbuhnya kesadaran kritis. Daya imajinatif dalam hal ini merupakan kemampuan manusia untuk berfikir secara menyeluruh, dengan melibatkan dan merasakan orang lain dalam proses berfikirnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun