Mohon tunggu...
Alif Setiawan
Alif Setiawan Mohon Tunggu... -

Hidup segan, mati nanti dulu..

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Punk: Ideologi dan Musik

8 Desember 2015   19:02 Diperbarui: 8 Desember 2015   19:08 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musik, siapa yang tidak suka? Semua orang suka mendengarkan musik. Mulai dari yang mendengarkan untuk sekedar mengisi keheningan, menemani beraktifitas, sampai yang fanatik. Saya sendiri berani mengategorikan diri sebagai seorang pecinta musik dengan genre tertentu. Salah satu genre yang menarik perhatian saya adalah Punk.

Awalnya, seperti muda-mudi kebanyakan, saya mendengarkan seluruh genre musik yang sepaham dengan telinga saya, sampai saking seringnya saya mendengarkan musik, akhirnya saya belajar sendiri perbedaan musik yang satu dengan yang lainnya. Suatu saat, kenal lah saya dengan musik Punk ini.

Apa sih sebenarnya musik Punk ini?

Jujur, awalnya bukan musiknya yang membuat saya tertarik dengan Punk, tetapi ideologinya. Ideologi Punk sendiri muncul di Inggris pada tahun 1970an ketika negara yang satu ini sedang dalam proses pemulihan dari efek Perang Dunia II.

Punk hadir sebagai sebuah "subculture" atau sub-kebudayaan yang lahir karena keadaan saat itu di Inggris dengan slogan kental berbunyi do-it-yourself (DIY). Inflasi besar-besaran, situasi ekonomi dan politik yang kacau membuat masyarakat menggugat pemerintah lewat berbagai cara, salah satunya ideologi Punk ini.

Ideologi Punk sendiri banyak memiliki arti bagi masing-masing pribadi, khususnya mereka-mereka yang merupakan musisi Punk. Seperti contoh, Patti Smith yang mengatakan bahwa "Punk rock is just another word of freedom". Tapi, menurut saya pribadi, Punk adalah penggugatan terhadap adat dan kebiasaan.

Punk di tahun 70an hadir sebagai sebuah kebudayaan baru yang mencolok lewat dandanannya; rambut berdiri dengan warna terang, jaket kulit, celana ketat dan sepatu boots terus memenuhi jalanan-jalanan kota di Inggris saat itu. Sekumpulan anak punk yang menenggak sebotol bir berbarengan di pojokan gedung, atau menghirup lem karena tidak mampu membeli minuman, sampai yang tertidur di pinggir jalan bukan lah pemandangan aneh.

Hal yang unik dari pemandangan ini adalah; bagaimana Punk mengaburkan seni dan realita. Dandanan unik anak-anak Punk ini tentu saja merupakan sebuah pemandangan baru dan bernilai seni. Tapi dengan pakaian dan rambut yang lusuh, jauh dari kebersihan, pemandangan ini juga menujukkan realita muda-mudi kelas menengah Inggris yang saat itu kesulitan menampilkan kerapihan dan kelayakan karena tidak tersedianya pekerjaan.

Selain menggugat pemerintah, Punk juga lahir untuk kemudian mengkritik subculture lain, yaitu Hippies. Budaya Hippies telah lahir beberapa tahun lebih awal dalam upaya menggugat perang. Masyarakat menolak perang dan menunjukkannya dengan cara pergi ke pedalaman/pedesaan untuk tinggal jauh dari perkotaan, meninggalkan apa-apa yang dianggap melahirkan keserakahan.

Selanjutnya, lahir lah musik Punk dimana saat itu rock 'n roll sedang berjaya dalam dunia musik berkat pengaruh The Beatles dan The Rolling Stones.

Dalam hal ini, Punk lahir menggugat musik yang saat itu memberi kesan bahwa hanya mereka yang mempunyai skill yang bisa bermain musik dan menciptakan musik. Kemudian, Punk mendobrak kebiasaan itu, maka hadir lah band-band Punk rock dengan skill mereka yang tak seberapa, lagu yang hanya sebentar dan sarat kritik politik.

Musik Punk yang simple dan terkesan asal bunyi justru melahirkan bayi baru dalam dunia musik. Seperti Malcolm McLaren yang mengatakan "The popularity of punk rock was, in effect, due to the fact that it made ugliness beautiful". Sebuah anomali yang justru memberikan warna baru untuk dunia musik.

Setelah kelahirannya di tahun 70an, musik Punk hingga saat ini terus berkembang ke berbagai arah. Dan sayangnya, telah beberapa lamanya lahir anggapan bahwa "Punk is dead". Jika mengacu pada musik Punk rock, mungkin saja. Karena musik Punk 70an yang digawangi The Sex Pistols dan The Clash sudah mulai terkikis karena perkembangan musik Punk itu sendiri. Tapi jika mengacu pada ideologi Punk, coba tanyakan pada anak-anak Punk yang suka ngamen di angkot-angkot Jakarta.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun