Mohon tunggu...
Rafi Dzakir
Rafi Dzakir Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Game

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bangkit Dari Autoimun: Kisah Inspiratif Mahasiswa Meraih Gelar S2

14 Juni 2024   21:45 Diperbarui: 14 Juni 2024   22:02 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangkit dari Autoimun: Kisah Inspiratif Mahasiswi Meraih Gelar S2

Jogja - Bella, seorang mahasiswi yang penuh semangat, harus menghadapi salah satu ujian terberat dalam hidupnya. Di tengah perjuangannya menyelesaikan pendidikan S2 di bidang psikologi, Bella mendapati dirinya berjuang melawan penyakit yang awalnya hanya disangka sebagai sariawan biasa. Kisahnya adalah bukti nyata dari kekuatan hati, dukungan keluarga, dan keteguhan dalam menghadapi cobaan hidup.

Awal Mula Penyakit

Segala sesuatu bermula pada bulan Juli-Agustus 2022. Bella mengalami sariawan yang semakin hari semakin banyak. Awalnya, ia mengabaikan sariawan tersebut, mengira bahwa itu akan sembuh dengan sendirinya. Namun, ketika rasa sakit semakin tak tertahankan, Bella memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter. "Waktu itu, saya pikir ini hanya sariawan biasa," kata Bella.

Dari pemeriksaan dokter umum hingga dirujuk ke dokter spesialis gigi dan mulut, Bella menjalani serangkaian tes dan pemeriksaan. Dokter gigi dan Dokter mulut memberikan kabar yang mengguncang hatinya: perlu dilakukan biopsi untuk memastikan apakah sariawan tersebut bukan kanker mulut. "Rasanya seperti disambar petir di siang bolong," ujar Bella, mengingat kembali perasaan takut yang menghantuinya. Psikologinya terguncang, namun ia berusaha untuk tetap tenang dan tetap bersabar.

Diagnosa yang Membingungkan

Setelah seminggu penuh kecemasan, hasil pemeriksaan menunjukkan perbaikan pada kondisi mulut Bella, sehingga tindakan biopsi tidak diperlukan. Namun, ketika muncul ruam merah dan gatal di telapak tangan dan kaki, Bella kembali ke dokter. Kali ini, dokter menduga adanya penyakit autoimun. "Saya tidak bisa membayangkan, dari sariawan biasa tiba-tiba berujung pada penyakit autoimun," ucap Bella sambil menghela napas.

Pemeriksaan darah yang mahal dan memakan waktu seminggu membawa Bella kepada diagnosa Lupus, salah satu jenis penyakit autoimun yang parah. Dokter menjelaskan bahwa Lupus dapat menyerang organ-organ dalam tubuh, seperti hati, paru-paru, ginjal, dan bahkan otak. Bella sangat terpukul mendengar ini. "Saya benar-benar tidak tahu harus bagaimana," sambung Bella. Ketidakpastian diagnosa dan ketakutan akan masa depan membuat Bella semakin tertekan.

Dukungan Keluarga yang Tak Tergantikan

Kondisi Bella semakin memburuk. Lesi dan sariawan memenuhi mulutnya, hingga ia tidak bisa makan atau minum. Kegiatan sehari-harinya pun harus dibantu oleh keluarga. Ibunya, dengan penuh cinta dan keteguhan, meninggalkan pekerjaannya untuk merawat Bella. "Mama saya adalah pahlawan dalam hidup saya. Dia yang membuat saya tetap semangat untuk sembuh," kata Bella dengan mata berkaca-kaca.

Ibunya selalu memberikan dukungan moral yang kuat. "Mama selalu bilang kalau saya pasti bisa sembuh. Dia melihat progres sekecil apapun dan selalu mengapresiasi," tambah Bella. Pengorbanan ibunya memberikan kekuatan tersendiri bagi Bella untuk tetap berjuang. "Melihat mama yang tidak pernah mengeluh, saya jadi merasa harus sembuh, bukan hanya untuk diri saya sendiri, tapi juga untuk mama," ucap wanita kuat itu.

Berjuang Melanjutkan Pendidikan

Di tengah cobaan berat ini, Bella tidak melupakan pendidikannya. Meskipun sempat berhenti selama tiga bulan, Bella akhirnya memutuskan untuk melanjutkan S2-nya. Dengan bantuan dari teman-teman dan dosen pembimbing yang memahami kondisinya, Bella perlahan-lahan kembali ke bangku kuliah. "Teman-teman saya sangat luar biasa. Mereka membantu saya menyelesaikan syarat-syarat akademik dan selalu ada untuk mendukung saya," tutur Bella.

Bella juga berkomunikasi dengan pihak kampus, memohon keringanan mengingat kondisinya yang serius. "Alhamdulillah, dosen-dosen saya mengerti dan memberikan kemudahan dalam proses akademik," sebut Bella. Dengan dukungan tersebut, Bella berhasil melewati berbagai ujian dan revisi yang diperlukan untuk menyelesaikan studinya.

Masa Pemulihan dan Harapan

Setelah menjalani perawatan intensif di RS Sardjito dan mendapatkan dukungan penuh dari ibunya, kondisi Bella perlahan membaik. Dia mulai bisa makan dan minum lagi, meskipun dengan bantuan NGT pada awalnya. Bella dan ibunya kembali ke rumah mereka di Sintang, Kalimantan Barat, di mana Bella melanjutkan perawatan dan mencoba memulihkan diri.

"Mama selalu ada di samping saya, tidak pernah mengeluh sedikit pun. Itu yang membuat saya merasa harus sembuh, bukan hanya untuk diri saya sendiri, tapi juga untuk mama," terang Bella dengan penuh haru. Setiap hari, ibunya memberikan dorongan semangat, selalu memperlihatkan sisi positif dari perkembangan kesehatannya, sekecil apapun itu.

Komunikasi dengan Pihak Kampus

Selama masa pemulihan, Bella terus berkomunikasi dengan pihak kampus dan dosen pembimbingnya. Ia menjelaskan secara detail kondisinya, bahkan mengirimkan foto-foto untuk memberikan gambaran yang jelas tentang perjuangannya. "Saya sampai kirim foto-foto kondisi saya ke dosen pembimbing, supaya mereka benar-benar mengerti betapa beratnya kondisi saya," ungkap Bella.

Pihak kampus memberikan keringanan dalam proses akademik, seperti mengurangi jumlah revisi yang harus dilakukan sebelum ujian. "Teman-teman saya juga sangat membantu. Mereka berbicara dengan dosen, membantu menyiapkan syarat-syarat, dan selalu ada untuk mendukung saya," tambah Bella. Dukungan ini sangat berarti bagi Bella, yang pada saat itu masih dalam tahap pemulihan dan belum sepenuhnya pulih.

Fase Pemulihan yang Berliku

Perjalanan pemulihan Bella tidaklah mudah. Setelah didiagnosa Lupus, Bella juga sempat didiagnosa dengan Behet, sebuah penyakit autoimun lainnya. Dokter melakukan biopsi kulit di telapak tangan kanan Bella, yang membuatnya semakin sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari. "Hasil biopsi menunjukkan bahwa tidak ada penyakit di kulit saya, sehingga diagnosa menjadi semakin membingungkan," ujar Bella.

Dua dokter spesialis dalam dan dua residen sempat berdebat mengenai tindakan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Ada rencana untuk melakukan kemoterapi, namun Bella menolak, dan akhirnya rencana tersebut dibatalkan. "Alhamdulillah, saya tidak perlu menjalani kemoterapi. Itu adalah keputusan yang sangat sulit, tetapi saya merasa itu bukan jalan yang tepat untuk saya," katanya.

Membangun Semangat Baru

Setelah melalui berbagai tantangan dan cobaan, Bella akhirnya menemukan cara untuk berdamai dengan kondisinya. "Saya belajar bahwa kita harus berdamai dengan rasa sakit, bukan melawannya. Dengan begitu, kita bisa lebih tenang dan menerima keadaan," ujarnya. Bella mulai melihat sakitnya sebagai bagian dari dirinya, bukan sebagai musuh yang harus dilawan.

Bella juga menemukan alasan kuat untuk terus melanjutkan pendidikannya. "Kita harus menemukan alasan 'kenapa' sebelum menemukan cara 'bagaimana'. Alasan saya adalah untuk membahagiakan mama dan mewujudkan cita-cita menjadi psikolog," katanya. Dengan motivasi ini, Bella terus berjuang, meskipun jalan yang harus dilaluinya sangat berat.

Mendapatkan Gelar S2

Berkat keteguhan hati, dukungan keluarga, teman, dan dosen, Bella berhasil menyelesaikan pendidikan S2-nya. Ia lulus dengan gelar psikolog, sebuah pencapaian yang sangat luar biasa mengingat semua tantangan yang harus dihadapinya. "Saya merasa sangat bersyukur dan tidak bisa mengungkapkan betapa berharganya dukungan dari semua orang di sekitar saya," ujar Bella dengan penuh haru.

Kisah Bella adalah cerminan dari betapa kuatnya hati manusia dalam menghadapi cobaan. Dengan dukungan dari orang-orang tercinta dan semangat yang tak pernah pudar, Bella membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Ia menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk terus berjuang, tidak menyerah pada keadaan, dan selalu memiliki harapan.

Kini, Bella terus menjalani hidupnya dengan semangat yang baru. Ia berharap bisa membantu orang lain melalui profesinya sebagai psikolog, memberikan dukungan dan inspirasi seperti yang pernah ia terima. "Perjalanan saya belum selesai, tapi saya siap untuk menghadapi apapun yang datang. Saya ingin membantu orang lain menemukan kekuatan dalam diri mereka, seperti yang telah saya temukan," tutup Bella dengan senyum penuh harapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun