Mohon tunggu...
Alief Ramadhan Dwi Putra
Alief Ramadhan Dwi Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Teknik Informatika - Universitas Mercu Buana

Nama : Alief Ramadhan Dwi Putra Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Dosen : Prof.Dr. Apollo , Ak , M. Si. Universitas Mercu Buana Meruya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursis Edwin Sutherland dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   02:13 Diperbarui: 15 Desember 2023   10:26 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Canva by Alief Ramadhan 

Dalam konteks ini, teori asosiasi diferensial Sutherland dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana individu, terutama yang berada dalam lingkungan yang mendukung praktik korupsi, mempelajari dan mengadopsi perilaku koruptif. Kelompok dekat, seperti pejabat pemerintah, perusahaan, atau organisasi terlibat dalam kegiatan korupsi, dapat memainkan peran penting dalam membentuk perilaku koruptif.

Teori wacana pidana dan konotasi diskriminatif Edwin Sutherland menjadi alat konseptual yang efektif untuk menjelaskan fenomena korupsi yang melibatkan interaksi sosial dan pembelajaran nilai-nilai kriminal. Indonesia, sebagai negara dengan tingkat korupsi yang menantang, memerlukan pemahaman mendalam untuk merumuskan solusi yang efektif dan berkelanjutan.

Penerapan Teori Asosiasi Diferensial pada Kasus Korupsi

Penerapan teori asosiasi diferensial Sutherland dalam konteks kebijakan kriminal telah membuktikan efektivitasnya dalam menyusun strategi pencegahan yang lebih terfokus. Misalnya, program rehabilitasi yang berfokus pada perubahan lingkungan sosial individu dapat mengintervensi dalam pembelajaran nilai-nilai kriminal dan menciptakan lingkungan yang mendukung perilaku positif. Studi empiris yang melibatkan pengumpulan data dan analisis statistik turut memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang faktor-faktor sosial yang dapat memengaruhi pembentukan perilaku kriminal.

Dalam konteks korupsi di Indonesia, teori asosiasi diferensial Sutherland menunjukkan bahwa korupsi bukan hanya merupakan tindakan individu, tetapi melibatkan kelompok atau organisasi yang terlibat dalam perilaku tidak etis. Praktik korupsi ini merugikan negara dalam hal pembangunan, alokasi dana, dan pelayanan publik, dengan faktor-faktor seperti rendahnya upah, kurangnya keterbukaan, dan budaya nepotisme memperkuat prevalensi korupsi.

Menghadapi kompleksitas tantangan korupsi di Indonesia, diperlukan langkah-langkah strategis. Penguatan lembaga penegak hukum, peningkatan transparansi dalam administrasi pemerintahan, reformasi kebijakan bisnis, dan edukasi masyarakat menjadi landasan utama. Pendekatan ini sejalan dengan teori asosiasi diferensial Sutherland yang menekankan pada pembelajaran nilai-nilai kriminal melalui interaksi sosial.

Kunci utama dalam menghadapi masalah korupsi adalah terlibat secara holistik dari berbagai sektor masyarakat. Melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta dalam upaya bersama untuk memerangi korupsi akan menciptakan momentum perubahan yang diperlukan. Kesinambungan dan konsistensi dalam implementasi solusi akan menjadi penentu keberhasilan untuk mencapai Indonesia yang lebih bersih, lebih adil, dan lebih berintegritas. Dengan memahami hubungan dan interaksi antara individu, keluarga, dan komunitas, kebijakan pencegahan dapat lebih tepat sasaran dan efektif, membawa dampak positif pada perubahan budaya dan integritas di seluruh negara.

Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi

Peningkatan tingkat korupsi di Indonesia memunculkan kebutuhan mendesak akan upaya pencegahan dan penanggulangan yang komprehensif. Mencapai perubahan positif dalam mengatasi permasalahan korupsi tidaklah mudah dan memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Beberapa aspek yang krusial dalam upaya ini melibatkan penguatan lembaga penegak hukum, peningkatan keterbukaan dalam administrasi pemerintahan, reformasi kebijakan bisnis, dan edukasi masyarakat tentang dampak negatif korupsi.

Pertama-tama, penguatan lembaga penegak hukum menjadi fondasi utama dalam memerangi korupsi. Lembaga-lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu diberdayakan dengan kapasitas yang lebih besar, termasuk peningkatan sumber daya manusia dan kekuasaan hukum. Selain itu, perlindungan terhadap independensi lembaga-lembaga ini harus menjadi prioritas untuk memastikan efektivitas dalam mengungkap dan menindak tindakan korupsi.

Peningkatan keterbukaan dalam administrasi pemerintahan juga menjadi langkah kunci. Transparansi dalam pengambilan keputusan, pengelolaan keuangan publik, dan pelibatan masyarakat dalam proses pengawasan dapat membantu mencegah praktik korupsi. Perbaikan sistem pelaporan dan penanganan pengaduan korupsi juga harus diutamakan untuk memberikan perlindungan kepada para pengadu dan mendorong partisipasi aktif dari masyarakat.

Reformasi kebijakan bisnis merupakan aspek penting lainnya yang harus dihadapi. Memperkenalkan aturan yang lebih ketat dan mekanisme pengawasan dalam transaksi bisnis dapat membantu mencegah korupsi di sektor swasta. Pembentukan etika bisnis yang kuat dan peningkatan tanggung jawab sosial perusahaan juga dapat menjadi langkah strategis dalam mengurangi insentif untuk terlibat dalam tindakan korupsi.

Selanjutnya, edukasi masyarakat mengenai dampak negatif korupsi perlu ditingkatkan. Peningkatan kesadaran akan kerugian yang ditimbulkan oleh korupsi dapat membangun dukungan masyarakat untuk upaya pencegahan. Program edukasi yang melibatkan sekolah, lembaga masyarakat, dan media dapat memainkan peran kunci dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun