Selasa, 02 November 1965
Duka juga rintisan air mata sedang menyelimuti NKRI, dimana kala itu sang merah putih telah kehilangan salah satu tauladan dan pendobrak kemerdekaan. Aku adalah Rasuna Said, pejuang wanita yang berasal dari Desa Panyinggahan , Maninjau, Agam, Sumatera Barat. Aku adalah salah satu wanita yang memiliki tekad kuat dalam menaikan derajat kalangan wanita juga kemerdekaan Indonesia hanya saja perjuanganku dicukupkan oleh tuhan, aku terpanggil dengan hasil yang membuatku sangat bangga. Yang dimana perjuanganku dimulai ketika aku terlahir dengan sang merah putih yang sedang diujung tombaknya.
Rabu, 14 September 1910
Berdiri seorang Lelaki yang sedang dihadapi rasa kegelisahan yang tak pernah ia alami sebelumnya, sudah cukup lama ia terus menerus memegang tangan dan mengusap kepala seseorang wanita yang sedang berjuang kesakitan, mulutnya berkomat-kamit membacakan doa kesalamatan bagi istri dan anaknya yang akan segera lahir. Melihat wajah sang istri yang sedang berjuang membuat lelaki itu menangis, sungguh rasa tidak tega dan khawatir sudah sangat menghantuinya.
Tangisan bayi terdengar jelas memenuhi ruangan persalinan, bayi yang telah lahir dan telah dibaluti kain, digendong oleh wanita yang ditemani lelaki itu.
"Uda... Bayi kita perempuan uda, ia sungguh manis," ucap si wanita sembari menitiskan air mata melihat putri kecilnya, "Kita beri nama dia siapa uda?"
Lelaki itu tersenyum lega melihat istri dan anaknya, "Rangkayo Rasuna... bagaimana cantik bukan?" balasnya sembari menatap mata kekasihnya.
"Rangkayo Rasuna Said," dibalasnya sembari tersenyum manis, "Diambil dari nama Uda, Muhammad Said, agar besar nanti Rasuna bisa jadi orang yang berjuang dan bertanggung jawab sepertimu da."Â
Air mata kembali mengalir dimata Said, ia mencium kening istrinya dengan penuh rasa bangga karena memilikinya, ia berharap semoga Rasuna benar benar bisa menjadi orang yang diharapkan oleh ibunya.
12 tahun berlalu...
Waktu telah cukup lama berlalu di kediaman Muhammad Said, Aku sebagai putri dari pemilik kediaman ini segera bergegas membantu Apak-ku sekaligus para pekerja untuk berdagang, pagi pagi di hari libur aku selalu menolong Apakku menyiapkan segala yang ia butuhkan untuk berdagang, tak lupa aku membantu juga Amak-ku untuk membersihkan rumah dan halamannya. Keluargaku memiliki hidup yang lebih dari cukup bahkan aku bisa bersekolah lebih dari sekolah dasar, walaupun hari hariku cukup melelahkan dengan belajar tetapi membantu orang tua sudah menjadi kewajiban anak bukan? Â Â