film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini.
Review ini dituliskan berdasarkan review teman saya yang bernama Maulida Syifa Ar-Rifhani terhadapNanti Kita Cerita Tentang Hari Ini merupakan film Indonesia bertema keluarga yang diaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Marchella FP. Rilis pada tahun 2020 awal, film ini merupakan garapan salah satu sutradara hebat Indonesia yaitu Angga Dwimas Sasongko. Film produksi Visinema Pictures ini dibintangi oleh sederet aktor dan aktris ternama Indonesia, diantaranya Rio Dewanto, Sheila Dara, Rachel Amanda, Ardhito Pramono, Oka Antara, Niken Anjani, Donny Damara, Susan Bachtiar dan masih banyak lagi.
Cerita ini berawal dari seorang Ibu bernama Ajeng (Niken Anjani) yang melahirkan anak kembarnya. Hal yang seharusnya membahagiakan tersebut menjadi hal yang cukup menyedihkan bagi keluarga mereka karena salah satu dari anak kembar mereka tidak dapat bertahan lama di dunia. Hal tersebut hanya diketaui olehnya, suaminya (Oka Antara), dan anak pertamanya Angkasa.
Narendra sebagai kepala keluarga akhirnya memutuskan untuk meyembunyikan kemalangan itu karena dia merasa jika hal itu diingat hanya akan menjadi sebuah kesedihan. Beberapa tahun kemudian Awan, anak ketiganya mulai beranjak menjadi kanak-kanak. Kakak-kakaknya Awan diberi tanggung jawab penuh untuk menjaga adiknya itu, terutama Angkasa sebagai anak pertama.
Suatu hari Angkasa, Aurora sang anak kedua, dan Awan sedang menunggu ibu mereka untuk menjemput mereka sepulang sekolah. Namun tanpa sepengawasan Angkasa dan Aurora, Awan langsung berlari menyebrang jalan ketika ia melihat mobil ibunya sehingga terjadi kecelakaan. Hal tersebut menyebabkan trauma bagi keluarganya, terutama orang tuanya karena takut akan kehilangan anak mereka untuk yang kedua kalinya.
Beberapa tahun kemudian ketiga anak tersebut mulai tumbuh dewasa. Angkasa (Rio Dewanto) bekerja di perusahaan event organizer, Aurora (Sheila Dara Aisha) bekerja sesuai bakatnya di bidang seni, dan Awan (Rachel Amanda) bekerja sebagai arsitek. Permasalahan dimulai ketika Awan gagal di salah satu projeknya.
Hal tersebut membuat Awan sedih. Akhirnya Awan meminta kakak pertamanya yaitu Angkasa untuk mengajaknya ke pertunjukan musik yang diurus oleh perusahaan Angkasa. Dari situlah ia bertemu Kale (Ardhito Pramono). Kale memberikan Awan pengalaman hidup baru tentang patah, bangkit, jatuh, tumbuh, dan ketakutan orang pada umumnya.
Perubahan sikap Awan setelah mengenal Kale menyebabkan tekanan bagi orang tuanya, terutama Ayahnya. Angkasa sangat disalahkan oleh ayahnya (Donny Damara) atas hal tersebut. Hal itu memicu pemberontakan dari ketiga bersaudara tersebut yang mengarah ke penemuan rahasia besar dan trauma dalam keluarga mereka. Keluarga kecil tersebut akhirnya terpecah belah akibat dari kejadian ini.
Akhirnya Ajeng (Susan Bachtiar) sebagai seorang istri menghibur suaminya yang merasa sangat bersalah atas kejadian tersebut. Ia merasa gagal untuk membahagiakan keluarganya serta menjaga keutuhan keluarganya. Ajengpun mulai mencari satu persatu anaknya yang kabur dari rumah.
Setelah itu ia mengajak pulang anak-anaknya ke rumah untuk memperbaiki hubungan mereka dan menceritakan semua rahasia yang mereka simpan selama ini. Ketika hubungan mereka telah membaik, mereka berjanji akan saling terbuka terhadap kebahagiaan dan kesulitan yang sedang mereka agar mereka dapat saling peduli dan memahami satu sama lain.
Setelah semua kejadian yang sudah berlalu itu akhirnya mereka melanjutkan hidup mereka masing-masing dengan bertanggung jawab kepada diri mereka sendiri dan kemudian hidup dengan bahagia.
"Film ini sangat bagus dan menarik" ucap Syifa. Mulai dari akting para pemainnya, sinematografinya, soundtracknya, dll. Namun Syifa juga berpendapat bahwa terdapat beberapa bagian dari film ini yang menurutnya masih kurang. Yang pertama, ia merasa scene-scene yang ada pada awal film cukup membingungkan setiap kali terjadi pergantian tahun/flashback.
Ia sempat berfikir bahwa scene tersebut sedang menceritakan tokoh lain, tetapi nyatanya scene tersebut sedang menceritakan para tokoh ketika mereka masih muda. Kemudian yang kedua terdapat pada puncak konflik cerita, Syifa mengatakan bahwa puncak konflik dari film ini terlalu dilebih-lebihkan, ia berharap ada penjelasan lebih lanjut dari konflik tersebut.
Terlepas dari semua itu, Syifa sebagai penonton merasa sangat kagum dengan penulis dari film ini karena mereka dapat menulis cerita dari kutipan-kutipan yang terdapat di dalam novel. Selain itu juga masalah dari masing-masing karakter sebagai anak pertama, kedua, dan ketiga dikemas dengan sangat baik. Mungkin sebaiknya setiap scene flashback diberikan keterangan tahun agar lebih mudah dipahami.
Film ini tembus hingga 2 juta lebih penonton. Hal ini membuktikan bahwa tingginya minat penonton bisa menjadi salah satu faktor mengapa film ini dapat dibilang film yang cukup bagus. Meskipun banyak pro dan kontra terhadap film ini, Syifa secara pribadi mengatakan bahwa ia sangat merekomendasikan film ini. Film ini juga cocok untuk ditonton bersama keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H