Mohon tunggu...
Alifiana Juniar Kusumawatik
Alifiana Juniar Kusumawatik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan Sejarah

Be better^^

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Pengaruh Parenting Style terhadap Mental Health Anak

13 Desember 2021   21:26 Diperbarui: 13 Desember 2021   22:42 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pengertian Parenting Style (Pola Asuh Orang Tua) 

Pola asuh berasal dari dua kata yaitu "pola" dan "asuh". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "pola" berarti model, sistem, cara kerja, bentuk, sedangkan kata "asuh" artinya menjaga, merawat, mendidik anak agar dapat berdiri sendiri. Menurut Sochib (2000) yang dikutip oleh Rabiatul, pola asuh adalah hal yang fundamental dalam proses pembentukan karakter. Perilaku atau sikap orang tua yang baik sangat diperlukan bagi perkembangan anak-anak karena mereka cenderung melakukan peniruan dari lingkungan terdekatnya.

Hersey dan Blanchard (1978) dikutip oleh Garliah mengemukakan bahwa pola asuh merupakan bentuk dari kepemimpinan. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi seseorang, dalam hal ini kepemimpinan dipegang oleh orang tua ketika berusaha memberikan pengaruh kuat terhadap anaknya. Pola asuh terdiri dari komunikasi satu arah antara orang tua dengan anak. Terkait hal tersebut, orang tua bertanggung jawab dalam menentukan peran anak dan mengatakan apa, bagaimana, kapan, dan di mana anak harus melakukan berbagai tugas.

Sementara itu, menurut Petranto (Suarsini, 2013) pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak yang sifatnya konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku tersebut dirasakan oleh anak baik dari segi negatif maupun positif. Namun, pola asuh yang ditanamkan setiap keluarga sudah pasti memiliki perbedaan, hal ini tergantung pandangan dari setiap orang tua.

Dari berbagai penjelasan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh merupakan metode atau cara orang tua berinteraksi dengan anak sebagai wujud tanggung jawabnya, baik itu dengan cara memberikan perhatian, memberikan contoh atau teladan sikap yang baik dalam menyelesaikan masalah, memberikan arahan agar anak mampu mewujudkan hal yang diinginkannya.

Jenis-jenis Parenting Style

  • Demokratis

Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang dilakukan orang tua agar anaknya dapat berusaha berorientasi pada masalah yang dihadapinya, menghargai setiap komunikasi, saling memberi dan menerima, dan menggunakan kekuasaan bila perlu. Dalam pola asuh ini juga orang tua tidak mutlak tetapi tidak juga menghendaki setiap kebutuhan anak. Pola asuh otoritatif merupakan pola asuh yang cenderung menuntut anak tetapi juga peka terhadap perasaan anak. Orang tua yang menggunakan pola asuh ini sangat berpengaruh terhadap perilaku maupun mental anak, karena di sini orang tua lebih menekankan kedisiplinan bukan suatu hukuman dan mereka juga menginginkan anaknya tegas serta dapat bertanggung jawab secara sosial dan mengatur dirinya sendiri, sehingga anak dapat membedakan langkah apa yang harus diambil dalam mengambil keputusan dan memilah mana hal baik dan mana yang buruk.

  • Permisif

Pola asuh Permisif adalah pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anak dengan memberikannya kebebasan secara berlebihan, sehingga karakter anak tidak terbentuk sebagaimana mestinya. Pola asuh ini lebih condong ke arah negatif sebab anak tidak tahu apa itu tata tertib, tidak memiliki jiwa kepemimpinan, dan anak tidak dapat menghargai orang lain.

Ciri-ciri pola asuh permisif adalah sebagai berikut :

  1. Tidak adanya monitor dan bimbingan terhadap tindakan anak.
  2. Orang tua bersikap acuh tak acuh dalam mendidik anak.
  3. Orang tua hanya mengutamakan kebutuhan materiil.
  4. Membiarkan setiap hal yang dilakukan anak.
  5. Keakraban dan kekeluargaan dalam lingkungan keluarga kurang terjalin.

Pola asuh ini sangat memberikan kebebasan terhadap anak untuk melakukan apa yang ia sukai tanpa adanya aturan yang diberikan orang tuanya. Dengan kebebasan yang diberikan ini, maka anak tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

  • Otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang menerapkan semua keputusan berada di tangan orang tua bahkan sampai dibentuk oleh orang tua. Pada pola asuh ini, anak dituntut orang tua agar menjadi seperti apa yang diinginkan orang tua. Jika keinginan- keinginan orang tua tidak bisa dicapai oleh sang anak maka orang tua tidak akan segan untuk menerapkan hukuman yang keras kepada anaknya. Selain itu, biasanya orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter juga membuat peraturan- peraturan yang harus dipatuhi anaknya, bahkan orang tua yang menetapkan peraturan tersebut tidak memberikan penjelasan tentang alasan mengapa harus mematuhi aturan tersebut dan tidak diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat meskipun peraturan yang ditetapkan tidak masuk akal. Berikut adalah ciri- ciri pola asuh otoriter menurut Baumrid (dalam Yupit Yuliyanti 1991: 100) :

  1. Orang tua suka menghukum secara fisik.
  2. Orang tua cenderung bersikap mengomando (mengharuskan atau memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi).
  3. Bersifat kaku.
  4. Orang tua cenderung emosional dan bersikap menolak.

Pengaruh pola asuh demokratis terhadap mental health

Anak yang mendapatkan didikan secara demokratis dari orang tua akan memiliki kematangan emosional. Hal tersebut terjadi karena mereka mempunyai kemampuan untuk menghindari permusuhan. Kemampuan mengendalikan emosi dan menghindari pertikaian merupakan dampak positif dari pola asuh orang tua yang selalu mengarahkan anak, dan memberikan penjelasan mengenai hal yang baik atau buruk beserta dampaknya. Selain itu, anak atau remaja yang mendapatkan pola asuh demokratis akan dapat dengan mudah menyalurkan cinta kasih, serta memiliki kemampuan untuk berpikir positif.

Sikap orang tua yang demokratis dalam mendidik anaknya dengan menghargai serta mendengarkan pendapat mereka akan menciptakan kondisi yang seimbang antara perkembangan individu dan perkembangan sosial. Perkembangan individu dan sosial yang seimbang akan mengakibatkan anak memiliki mental yang sehat.

Pola asuh yang dijalankan secara demokratis akan menumbuhkan sikap anak yang terbuka terhadap kritik, mampu menghargai orang lain, memiliki tingkat percaya diri yang tinggi, serta mampu bertanggungjawab terhadap kehidupan sosial mereka.

Pola asuh demokratis jauh lebih baik dibandingkan dengan pola asuh otoriter dan permisif. Hal tersebut terjadi karena dalam pola asuh ini komunikasi antara orang tua dengan anak berjalan dengan baik. Orang tua selalu ada untuk anak sebagai pendengar yang baik di saat anak menceritakan keluh kesahnya dalam menjalani hari-harinya. Di lain sisi, pola asuh ini dapat membantu perkembangan kecerdasan anak agar dapat menggali potensi dirinya sendiri sehingga orang tua akan memberikan dukungan terhadap minat dan bakat anaknya supaya dapat berprestasi dalam bidang yang diminati.

Pengaruh pola asuh permisif terhadap mental health

Pola asuh permisif yang digunakan oleh orang tua dalam mendidik anaknya dapat berpengaruh terhadap mental emosional anak. Sikap tidak peduli orang tua terhadap perkembangan anaknya dan cenderung memberikan kebebasan dalam pola asuh permisif ini akan mengakibatkan anak merasa bahwa dirinya dapat secara bebas menentukan keinginan mereka sendiri. Anak yang mendapatkan pola asuh permisif juga akan merasa bahwa mereka dapat bergaul dan menyikapi lingkungan luar secara bebas atau tanpa adanya batasan dari orang tua.

Merujuk pada hasil penelitian Mawadah Nasution (2018) pola asuh yang permisif dapat menumbuhkan sikap agresif dalam diri anak. Perilaku agresif yang ditunjukkan oleh anak terjadi karena orang tua tidak melakukan kontrol terhadap aktivitas yang dilakukan anak.

Pola asuh permisif juga akan mengakibatkan ketidakmampuan anak dalam mengenali serta mengendalikan emosi mereka sendiri ataupun emosi orang lain. Anak akan cenderung susah diatur, pembangkang, mempunyai tingkat kemandirian rendah, impulsive, tidak mempunyai sikap tanggung jawab, tingkat percaya diri yang rendah, dan ingin menang sendiri. Ketika terjun dalam masyarakat, anak-anak yang dididik secara permisif akan merasa kesulitan dalam memahami serta menyesuaikan diri mereka dengan orang baru. Bahkan ketika menghadapi masalah mereka akan kesulitan untuk menyelesaikannya.

Pengaruh pola asuh otoriter terhadap mental health

Pola asuh orang tua atau parenting style yang bersifat otoriter dapat berpengaruh secara signifikan terhadap kesehatan mental anak. Dalam pola asuh otoriter, sikap orang tua cenderung memproteksi anak secara berlebihan dan melakukan penolakan terhadap hal-hal yang ingin dilakukan oleh anak. Sikap orang tua yang demikian ini dapat berpengaruh terhadap kecemasan sosial pada anak. Seringnya sikap penolakan yang dilakukan oleh orang tua dapat menumbuhkan keyakinan pada diri anak atau remaja bahwa mereka akan terus mendapatkan penolakan secara berulang dari orang tua dan orang lain (teman sebaya, lingkungan sekitar, dll.) atas kegiatan yang mereka lakukan sampai mereka dewasa. Menurut pendapat Khalid yang dikutip oleh Fitria Rachmawaty, dampak yang dapat dirasakan dari kecemasan sosial pada anak adalah munculnya sikap penolakan untuk ke sekolah, berdiam diri (membisu), sampai penyalahgunaan narkoba. Kecemasan sosial dapat menghambat tugas sosial yang akan dihadapi anak di masa depan, serta berpengaruh terhadap perkembangan anak dan remaja.

Pola asuh yang otoriter dapat dinilai oleh anak sebagai suatu pemaksaan serta tuntutan, karena sifat pola asuh ini cenderung kaku dan keras. Anak-anak atau remaja yang dididik dengan pola asuh ini sangat mungkin akan memiliki kepribadian yang kaku. Kecemasan sosial sebagai dampak dari pola asuh otoriter mempunyai tingkat bahaya serta gangguan fungsional yang tinggi. Contohnya adalah prestasi akademik rendah, kegiatan ekstrakurikuler yang terbatas, serta tingkat kehadiran di sekolah yang rendah.

Dalam sebuah penelitian yang melibatkan sebanyak 1500 pelajar sebagai sample melaporkan bahwa adanya kecemasan ditunjukkan dengan sikap takut dikritik, malu, berkeringat saat berbicara di depan publik, dan kecemasan terhadap evaluasi buruk yang diberikan.

Penelitian Rahayu (2008) yang dikutip oleh Dienda Febriani, dkk. (2018) didapatkan hasil bahwa semakin tinggi intensitas orang tua dalam menjalankan pola asuh otoriter, maka semakin rendah pula kesehatan mental anak. Sedangkan hasil penelitian oleh Aini (2011) menunjukkan bahwa pola asuh otoriter berdampak terhadap kenakalan remaja. Dalam hal ini pola asuh otoriter mendominasi tingginya kenakalan remaja.

Dikutip dari Noviyanti (2016), kondisi psikologis anak yang mendapatkan didikan secara otoriter akan cenderung penakut, sensitif (mudah tersinggung), mengurung diri, mudah stress, tidak bahagia, mudah terpengaruh, tidak bersahabat, dan tidak memiliki arah masa depan yang jelas.

Hukuman secara fisik yang dilakukan sering oleh orang tua dengan parenting style otoriter terhadap anak saat mereka melanggar peraturan atau ketentuan akan dapat menumbuhkan sikap agresif pada diri anak. Hal tersebut terjadi karena anak dengan pola asuh otoriter menganggap bahwa rumah adalah tempat mereka harus mematuhi aturan orang tua, di rumah mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mengemukakan pendapat sesuai keinginan mereka, dan rumah adalah tempat dengan risiko hukuman terbesar bagi mereka, sehingga ketika anak berada di luar rumah maka mereka akan melakukan tindakan atau sikap yang tidak dapat mereka lakukan di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun