Pengaruh pola asuh permisif terhadap mental health
Pola asuh permisif yang digunakan oleh orang tua dalam mendidik anaknya dapat berpengaruh terhadap mental emosional anak. Sikap tidak peduli orang tua terhadap perkembangan anaknya dan cenderung memberikan kebebasan dalam pola asuh permisif ini akan mengakibatkan anak merasa bahwa dirinya dapat secara bebas menentukan keinginan mereka sendiri. Anak yang mendapatkan pola asuh permisif juga akan merasa bahwa mereka dapat bergaul dan menyikapi lingkungan luar secara bebas atau tanpa adanya batasan dari orang tua.
Merujuk pada hasil penelitian Mawadah Nasution (2018) pola asuh yang permisif dapat menumbuhkan sikap agresif dalam diri anak. Perilaku agresif yang ditunjukkan oleh anak terjadi karena orang tua tidak melakukan kontrol terhadap aktivitas yang dilakukan anak.
Pola asuh permisif juga akan mengakibatkan ketidakmampuan anak dalam mengenali serta mengendalikan emosi mereka sendiri ataupun emosi orang lain. Anak akan cenderung susah diatur, pembangkang, mempunyai tingkat kemandirian rendah, impulsive, tidak mempunyai sikap tanggung jawab, tingkat percaya diri yang rendah, dan ingin menang sendiri. Ketika terjun dalam masyarakat, anak-anak yang dididik secara permisif akan merasa kesulitan dalam memahami serta menyesuaikan diri mereka dengan orang baru. Bahkan ketika menghadapi masalah mereka akan kesulitan untuk menyelesaikannya.
Pengaruh pola asuh otoriter terhadap mental health
Pola asuh orang tua atau parenting style yang bersifat otoriter dapat berpengaruh secara signifikan terhadap kesehatan mental anak. Dalam pola asuh otoriter, sikap orang tua cenderung memproteksi anak secara berlebihan dan melakukan penolakan terhadap hal-hal yang ingin dilakukan oleh anak. Sikap orang tua yang demikian ini dapat berpengaruh terhadap kecemasan sosial pada anak. Seringnya sikap penolakan yang dilakukan oleh orang tua dapat menumbuhkan keyakinan pada diri anak atau remaja bahwa mereka akan terus mendapatkan penolakan secara berulang dari orang tua dan orang lain (teman sebaya, lingkungan sekitar, dll.) atas kegiatan yang mereka lakukan sampai mereka dewasa. Menurut pendapat Khalid yang dikutip oleh Fitria Rachmawaty, dampak yang dapat dirasakan dari kecemasan sosial pada anak adalah munculnya sikap penolakan untuk ke sekolah, berdiam diri (membisu), sampai penyalahgunaan narkoba. Kecemasan sosial dapat menghambat tugas sosial yang akan dihadapi anak di masa depan, serta berpengaruh terhadap perkembangan anak dan remaja.
Pola asuh yang otoriter dapat dinilai oleh anak sebagai suatu pemaksaan serta tuntutan, karena sifat pola asuh ini cenderung kaku dan keras. Anak-anak atau remaja yang dididik dengan pola asuh ini sangat mungkin akan memiliki kepribadian yang kaku. Kecemasan sosial sebagai dampak dari pola asuh otoriter mempunyai tingkat bahaya serta gangguan fungsional yang tinggi. Contohnya adalah prestasi akademik rendah, kegiatan ekstrakurikuler yang terbatas, serta tingkat kehadiran di sekolah yang rendah.
Dalam sebuah penelitian yang melibatkan sebanyak 1500 pelajar sebagai sample melaporkan bahwa adanya kecemasan ditunjukkan dengan sikap takut dikritik, malu, berkeringat saat berbicara di depan publik, dan kecemasan terhadap evaluasi buruk yang diberikan.
Penelitian Rahayu (2008) yang dikutip oleh Dienda Febriani, dkk. (2018) didapatkan hasil bahwa semakin tinggi intensitas orang tua dalam menjalankan pola asuh otoriter, maka semakin rendah pula kesehatan mental anak. Sedangkan hasil penelitian oleh Aini (2011) menunjukkan bahwa pola asuh otoriter berdampak terhadap kenakalan remaja. Dalam hal ini pola asuh otoriter mendominasi tingginya kenakalan remaja.
Dikutip dari Noviyanti (2016), kondisi psikologis anak yang mendapatkan didikan secara otoriter akan cenderung penakut, sensitif (mudah tersinggung), mengurung diri, mudah stress, tidak bahagia, mudah terpengaruh, tidak bersahabat, dan tidak memiliki arah masa depan yang jelas.
Hukuman secara fisik yang dilakukan sering oleh orang tua dengan parenting style otoriter terhadap anak saat mereka melanggar peraturan atau ketentuan akan dapat menumbuhkan sikap agresif pada diri anak. Hal tersebut terjadi karena anak dengan pola asuh otoriter menganggap bahwa rumah adalah tempat mereka harus mematuhi aturan orang tua, di rumah mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mengemukakan pendapat sesuai keinginan mereka, dan rumah adalah tempat dengan risiko hukuman terbesar bagi mereka, sehingga ketika anak berada di luar rumah maka mereka akan melakukan tindakan atau sikap yang tidak dapat mereka lakukan di rumah.