Lindung nilai dilakukan dengan membuat portofolio menggunakan derivat valuta asing, Â kemudian perusahaan dapat membeli dan menjual mata uang yang ada untuk menghindari risiko rugi karena adanya selisih nilai mata uang.
Sampai dengan kuartal ke-2 tahun 2021, tercatat 61% perusahaan BUMN telah melakukan aktivitas lindung nilai. Namun, saat ini transaksi lindung nilai masih memiliki porsi cukup sedikit terhadap total transaksi valuta asing di Indonesia. Besar transaksi lindung nilai hanya 39% dari total transaksi valuta asing di pasar valuta asing Indonesia.
Sebagai upaya penguatan aktivitas lindung nilai pada perusahaan-perusahaan BUMN, Kementerian BUMN mengeluarkan Peraturan Menteri BUMN No.PER-09/MBU/2013 tentang kebijakan umum transaksi lindung nilai, serta Surat Menteri BUMN No.S-388/MBU/07/2017 tentang pedoman penyusunan transaksi lindung nilai terhadap perusahaan BUMN.
Sementara itu, Bank Indonesia mewajibkan perusahaan yang memiliki ULN (Utang Luar Negeri) untuk melakukan lindung nilai sebanyak minimal 25% dari total kewajiban valuta asingnya dengan rasio likuiditas sebanyak 70%.
Diharapkan adanya kerja sama antara otoritas dan perbankan untuk melakukan edukasi serta diseminasi lindung nilai kepada para pelaku pasar, agar dapat memitigasi potensi risiko penguatan maupun pelemahan mata uang di masa depan.
Dengan melakukan lindung nilai terhadap transaksi bisnis valuta asing di tengah ketidakpastian ekonomi selama masa pandemi, risiko-risiko yang terjadi akibat ketidakpastian nilai tukar di masa mendatang akan dapat diminimalisir dan diperhitungkan di masa sekarang.
Referensi :
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/Pmk.08/2013 Tentang Transaksi Lindung Nilai Dalam Pengelolaan Utang Pemerintah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H