Mohon tunggu...
Alifia
Alifia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

𓆡𓆝𓆞𓆟𓆜𓆛

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kepala Batu (Sayembara Cerpen Pulpen XI)

13 Januari 2024   14:56 Diperbarui: 14 Januari 2024   20:15 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest : Meishiro Aome

Kepala Batu

"T-tapi bu, aku bahkan rela membuat novel dan menerbitkannya demi memenuhi resolusi ku ini. Ayolah bu..." Imala memohon. "Hmm, baiklah. Ibu izinkan kamu mengikuti acara sekolah," jawab Ibu dengan nada kesal. "Aaa, Terima kasih bu," tutur Imala.

"Sebenarnya, Ibu tak membolehkan mu mengikuti acara itu bukan karena tak memiliki uang. Namun, firasat Ibu buruk," ucap Ibu dalam hati. Imala padahal sudah berjanji akan berubah dari sifatnya yang keras kepala itu. Namun, hingga kini tak ada yang berubah. 

Ia bahkan dijauhi teman-temannya karena sifatnya. Imala memang terlahir di keluarga yang sederhana. Baru kali ini ia bisa mengikuti acara tamasya sekolah. Setelah virus korona yang membuat libur sekolah selama dua tahun di rumah. Ia begitu semangat. 

Hari demi hari ia lewati. Ia mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk ke pantai. Imala bersama Ayahnya bersiap berangkat menuju sekolah. "BUG" Imala menutup pintu mobil. Tak lupa, ia melambaikan tangannya kepada Ibu. 

Setelah bermenit-menit melakukan perjalanan. Akhirnya ia sampai. Ia mengecup tangan ayahnya, dan bergegas menuju ke teman-temannya. Setelah itu, memasuki bus. "Dadah..." Imala melambaikan tangan ke ayahnya. Setelah seharian perjalanan. 

Akhirnya, mereka sampai di pantai. Mereka pergi ke hotel, Imala dan semua disambut oleh angin yang cukup kencang. Setelah itu, terjadi guncangan. Membuat semua menjadi panik. Mereka pun keluar dari hotel dengan perasaan bercampur aduk. 

"Anak-anak, untuk hari ini. Jangan pergi ke pantai. Apalagi, berenang di pantai," ujar ibu guru. "Kita harus berdoa, agar tak terjadi hal yang tidak kita inginkan," Ibu guru melanjutkan. Tak lama setelah kejadian itu, suara gemuruh terdengar.

Air laut mulai menyurut. Semua semakin panik. "Deg deg deg" suara detak jantung Dara sahabat Imala terdengar. "Sepertinya, akan terjadi..." Belum sempat Dara mengucapkan kata-kata nya. Gelombang laut dahsyat menarik semua orang. 

"AAA, TOLONG..." teriak Imala. Imala tak bisa berbuat apapun, gelombang laut itu menariknya ke tengah laut. Beruntung saat itu ia menggunakan ambung-ambung untuk bersiap berenang. Ia terus terombang-ambing. Dan hilang kesadaran. 

Informasi tentang kejadian itu menyebar. "Gelombang laut dahsyat menarik para murid dari SMP Negeri 1000 dan warga yang tinggal di sekitar pantai. Para korban hingga kini masih belum ditemukan." Mendengar berita di televisi, Ibu menjadi terkejut. 

Ibu segera mengambil ponsel untuk menelpon Imala. "Maaf, nomor yang Anda tuju, sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi." "B-berarti, kejadian di televisi itu BENAR!" Ibu terkejut sekaligus meneteskan air mata. Teringat itu adalah resolusi Imala. 

Ia selalu tak bisa mengikuti acara tamasya yang diadakan sekolah. Baru kali ini, Imala bisa mencapai keinginan itu. Ini semua karena, usaha yang dilakukan oleh Imala. Imala rela membuat sebuah novel dan mencoba menerbitkannya disebuah penerbit. 

Berharap, mendapatkan uang dari novel itu. Dan, Imala berhasil menerbitkan novel pertamanya. Ibu lalu menelpon Ayah. "APA? IMALA HILANG?" Ayah terkejut. "Hmm, sekarang kita hanya bisa sadrah," jawab Ibu. Mereka bingung, tak bisa melakukan apa-apa. 

Mereka hanya bisa sabar, sabar, dan bersabar menunggu kabar anaknya itu. Hari demi hari ,Ayah dan Ibu jalani dengan perasaan penuh kegelisahan dan kesedihan. Tiba-tiba, muncul suatu notifikasi di ponsel Ibu.

'Ditemukan, Korban Tsunami SMP Negeri 1000 di Sebuah pulau.' Seketika, ibu membuka blog itu. 'Seorang remaja perempuan berumur sekitar tiga belas tahun ditemukan di sebuah pulau. Remaja itu berambut gelombang dengan panjang seleher,dan berkulit putih.'

'Korban menggunakan baju lengan pendek. Korban kini berada di Rumah Sakit Dikara.' "Sepertinya ini Imala. Aku harus segera ke rumah sakit itu," ucap Ibu. Ibu segera menelpon Ayah. "Ayah cepat pulang. IMALA KINI SUDAH DITEMUKAN!"

"Kita harus cepat ke Rumah Sakit Dikara sekarang!" jelas Ibu. "Hah, baiklah. Ayah pulang sekarang," jawab Ayah. Akhirnya, Ayah sampai. Mereka bergegas bersiap pergi. Perjalanan akan cukup panjang lantaran, rumah sakit itu berada diluar kota. 

"CIITT.." baru di awal perjalanan Ayah mendadak mengerem. Ayah terlalu tergesa-gesa, hampir Ayah menabrak seseorang yang sedang menyebrang. "WOI, HATI-HATI DONG!" teriak seorang lelaki yang hampir Ayah tabrak. Ayah seketika turun dari mobil. 

Lalu, mengecek keadaan orang tersebut. "Maaf Mas, mau saya antar ke rumah sakit untuk diperiksa?," tanya Ayah. "Gak usah, saya gak apa-apa kok. Lain kali hati-hati," jawab orang itu. "Iya, sekali lagi saya minta maaf ya Mas," pinta Ayah. Ayah lalu kembali masuk ke mobil.

Ayah terlalu banyak berpikir akan keadaan Imala. Ayah dan Ibu melanjutkan perjalanan. Perjalanan yang dilalui tak semulus yang Ayah kira. Mulai dari macet, ban kempis, dan masih banyak lagi. Akhirnya, setelah sekian lama, mereka sampai di rumah sakit itu.

Ayah memarkirkan mobilnya, dan mereka memasuki rumah sakit. Dan berjalan menuju ke resepsionis. "Ananda Imala berada di kamar ke seratus. Bapak dan Ibu naik lift, tepat di depan lift itu adalah kamar Imala," ucap resepsionis. Perasaan campur aduk.

Ibu pergi menuju kamar Imala. "Tok tok." Dibukalah pintu itu oleh dokter yang sedang memeriksa keadaan Imala. Ibu menceritakan kejadian yang dialami Imala. "Oh begitu, anak Ibu kini masih koma. Mungkin, secepatnya akan sadar," jelas dokter. 

Karena sudah selesai memeriksa Imala, dokter pun pergi. Dengan perasaan campur aduk, Ayah dan Ibu menghampiri Imala yang masih terbaring koma di ranjang rumah sakit. Ibu menatap Imala, dan mengelus rambutnya sambil meneteskan air mata.

 "Imala, mengapa hal ini harus terjadi?" tanya Ibu. Tiba-tiba, Imala mengeluarkan air mata. Ayah dan Ibu sontak terkejut. Ibu teringat bahwa, orang saat kondisi koma, sebagian masih bisa mendengar suara. Mereka hanya bisa bersabar menunggu kesadaran Imala.

Tak terasa, malam berganti dengan pagi. Sinar Bagaskara menyinari kamar Imala. Imala terlihat seperti menggerakkan jarinya, dan membuka matanya perlahan. "I-ibu," ucap Imala terbata-bata. "Akhirnya, kamu sadar juga nak. Ibu sangat khawatir." ucap Ibu

"Sebentar, Ibu panggil dokter dulu ya," Ibu melanjutkan. Akhirnya, dokter pun datang dan memeriksa keadaan Imala. "Anak ibu, kini sudah membaik. Beberapa hari lagi bisa kembali ke rumah," jelas dokter. Lalu, dokter itu pun meninggalkan kamar Imala.

"Ibu, maafkan Imala. Imala selalu tak mau menuruti apa yang Ibu katakan. Ini adalah akibatnya," ucap Imala dengan nada murung. "Hmm, tak mengapa. Lain kali, jangan keras kepala. Tak semua keinginan mu harus terwujud," Ibu memberi nasihat. 

Hari demi hari Imala jalani di rumah sakit. Kondisi Imala semakin membaik. "Ibu, di mana Dara?" tanya Imala khawatir. "Hmm,Ibu juga tidak tahu. Sepertinya, Dara belum ditemukan," jawab Ibu. Imala semakin khawatir tentang keadaan Dara. 

Hari esok pun tiba, Imala kini keluar dari rumah sakit. Mereka pergi menuju tempat ayah memarkir mobil. "BUG!" Imala menutup pintu mobil. Di tengah perjalanan ia begitu mengantuk, ia pun tertidur. Ia melihat Dara tenggelam di laut yang begitu dalam. 

"DARA DARAA!" teriak Imala di bunga tidurnya. "Deg deg deg" Imala spontan terkejut hingga terbangun. "Apa yang kulihat tadi? Semoga itu tak benar-benar terjadi," pikir Imala dengan raut wajah ketakutan. Tak terasa, seharian mereka melakukan perjalanan. 

Akhirnya, mereka sampai di rumah. Hari-hari Imala jalani dengan rasa cemas. Menunggu kabar temannya yang hingga kini tak kunjung ada suatu keajaiban. "Duh, besok sudah sekolah, Dara sampai sekarang belum ditemukan. Di sekolah aku dengan siapa?" pikir Imala.

Esoknya, di sekolah ia tak memiliki siapa-siapa. Ada temannya yang masih dirawat di rumah sakit, ada yang masih belum ditemukan, ada pula di kelas lain yang tewas karena kejadian itu. Entah sampai kapan ia harus terus seperti ini. Tahun ini memang berbeda. 

"Sepertinya, resolusi ku untuk tahun depan ialah, merubah sifat keras kepala ku ini," pikir Imala. Sudah berbulan-bulan, tak kunjung datang kabar tentang Dara. Sampai akhirnya, keluarganya menganggap Dara telah tewas dari kejadian itu. Imala terkejut. 

Ia mengeluarkan air mata. "Hidup memang mengusik. Membawa suatu pelajaran, yang membuat kita untuk sadrah, dan berubah." pikir Imala. "Semoga, tahun depan tidak seperti tahun ini dan kemarin," ucap Imala dalam hati. Begitu banyak harapan dari Imala untuk tahun berikutnya. 

BIODATA:

Galeri
Galeri

Alifia Aila Putri Andita namanya. Ia biasa dipanggil Alifia atau Dita. Alifia baru-baru ini memiliki hobi yang baru. Ya, menulis. Terutama, menulis cerpen ataupun cerita anak. Selain itu, Alifia juga memiliki hobi menggambar dan hal yang berhubungan dengan dunia fotografi. Alifia juga pernah memasuki 25 besar cerpenis lomba cerpen tingkat remaja nasional sebagai urutan ke-18. Alifia juga pernah memenangkan lomba menggambar SMP/MTS tingkat nasional sebagai juara harapan 3. Yang pasti, Alifia memiliki media sosial seperti, instagram: @hey_its.alifiaa, Tiktok: @itz.dira, Youtube: Alifiaa. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun