Mohon tunggu...
Alifia
Alifia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

𓆡𓆝𓆞𓆟𓆜𓆛

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kepala Batu (Sayembara Cerpen Pulpen XI)

13 Januari 2024   14:56 Diperbarui: 14 Januari 2024   20:15 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest : Meishiro Aome

Ayah memarkirkan mobilnya, dan mereka memasuki rumah sakit. Dan berjalan menuju ke resepsionis. "Ananda Imala berada di kamar ke seratus. Bapak dan Ibu naik lift, tepat di depan lift itu adalah kamar Imala," ucap resepsionis. Perasaan campur aduk.

Ibu pergi menuju kamar Imala. "Tok tok." Dibukalah pintu itu oleh dokter yang sedang memeriksa keadaan Imala. Ibu menceritakan kejadian yang dialami Imala. "Oh begitu, anak Ibu kini masih koma. Mungkin, secepatnya akan sadar," jelas dokter. 

Karena sudah selesai memeriksa Imala, dokter pun pergi. Dengan perasaan campur aduk, Ayah dan Ibu menghampiri Imala yang masih terbaring koma di ranjang rumah sakit. Ibu menatap Imala, dan mengelus rambutnya sambil meneteskan air mata.

 "Imala, mengapa hal ini harus terjadi?" tanya Ibu. Tiba-tiba, Imala mengeluarkan air mata. Ayah dan Ibu sontak terkejut. Ibu teringat bahwa, orang saat kondisi koma, sebagian masih bisa mendengar suara. Mereka hanya bisa bersabar menunggu kesadaran Imala.

Tak terasa, malam berganti dengan pagi. Sinar Bagaskara menyinari kamar Imala. Imala terlihat seperti menggerakkan jarinya, dan membuka matanya perlahan. "I-ibu," ucap Imala terbata-bata. "Akhirnya, kamu sadar juga nak. Ibu sangat khawatir." ucap Ibu

"Sebentar, Ibu panggil dokter dulu ya," Ibu melanjutkan. Akhirnya, dokter pun datang dan memeriksa keadaan Imala. "Anak ibu, kini sudah membaik. Beberapa hari lagi bisa kembali ke rumah," jelas dokter. Lalu, dokter itu pun meninggalkan kamar Imala.

"Ibu, maafkan Imala. Imala selalu tak mau menuruti apa yang Ibu katakan. Ini adalah akibatnya," ucap Imala dengan nada murung. "Hmm, tak mengapa. Lain kali, jangan keras kepala. Tak semua keinginan mu harus terwujud," Ibu memberi nasihat. 

Hari demi hari Imala jalani di rumah sakit. Kondisi Imala semakin membaik. "Ibu, di mana Dara?" tanya Imala khawatir. "Hmm,Ibu juga tidak tahu. Sepertinya, Dara belum ditemukan," jawab Ibu. Imala semakin khawatir tentang keadaan Dara. 

Hari esok pun tiba, Imala kini keluar dari rumah sakit. Mereka pergi menuju tempat ayah memarkir mobil. "BUG!" Imala menutup pintu mobil. Di tengah perjalanan ia begitu mengantuk, ia pun tertidur. Ia melihat Dara tenggelam di laut yang begitu dalam. 

"DARA DARAA!" teriak Imala di bunga tidurnya. "Deg deg deg" Imala spontan terkejut hingga terbangun. "Apa yang kulihat tadi? Semoga itu tak benar-benar terjadi," pikir Imala dengan raut wajah ketakutan. Tak terasa, seharian mereka melakukan perjalanan. 

Akhirnya, mereka sampai di rumah. Hari-hari Imala jalani dengan rasa cemas. Menunggu kabar temannya yang hingga kini tak kunjung ada suatu keajaiban. "Duh, besok sudah sekolah, Dara sampai sekarang belum ditemukan. Di sekolah aku dengan siapa?" pikir Imala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun