Mohon tunggu...
Alifia Aidila
Alifia Aidila Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mau nulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kajian Estetika Desain Simbol-Simbol pada Kijing dan Nisan Makam Pendiri Museum Batik Yogyakarta

11 Desember 2024   05:59 Diperbarui: 11 Desember 2024   05:58 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

A. PENDAHULUAN

Makam merupakan sebuah monumen peristirahatan terakhir yang juga menjadi simbol penghormatan terhadap nilai yang dimiliki oleh individu semasa hidupnya. Di pulau Jawa sendiri, makam seringkali ditemukan dengan kijing, batu penutup makam terbuat dari semen, batu bata, atau pualam dan terpisah dengan nisan (Anamiyatuzzulfa, 2022). Bentuk dari kijing dan nisan ini kian bervariasi, seringkali disesuaikan dengan identitas mendiang yang diistirahatkan disana. Salah satu makam dengan bentuk kijing dan nisan yang menarik perhatian adalah pusara milik pasangan suami istri pendiri Museum Batik Yogyakarta, Hadi Nugroho dan Dewi Sukaningsih.

Makam Hadi Nugroho dan Dewi Sukaningsih ini terletak di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Utoro Loyo. TPU Utoro Loyo merupakan salah satu dari empat makam umum yang dikelola oleh Dinas Pemukiman Prasarana Wilayah. Lokasi di dalam wilayah pemakamannya sendiri sangat mudah untuk ditemukan, yakni di sebelah kanan pintu masuk makam. Makam tersebut berdiri dengan megah jika disandingkan dengan makam-makam lain di sekitarnya, membuatnya mudah untuk dikenali oleh pengunjung yang baru melewati gerbang depan tempat pemakaman.

Pada makam ini, terdapat sebuah plakat berwarna hitam dihiasi tulisan emas yang mencantumkan bahwa makam ini milik pendiri Museum Batik Yogyakarta bernama R. Ngt. Dewi Sukaningsih dan R. Hadi Nugroho, lengkap dengan tanggal lahir dan wafat mereka. Plakat itu tersambung pada sebuah patung berbahan kuningan yang dibentuk dan diukir untuk menyerupai sehelai kain batik tersampir pada sebuah gawangan. Terdapat tujuh ukiran motif batik pada helaian kain patung kuningan tersebut, motif-motifnya adalah truntum, Megamendung, Parang, Tapak Dara, Kawung, Tambal, dan Cuwiri. Pada bagian gawangan patung, terdapat ornamen yang tertata simetris dengan titik tengah berupa bentuk Gurda di bagian atasnya. Ukiran dekoratif berwarna emas mengitari sisi-sisi makam. Terakhir, terletak sebuah patung Yesus yang mengenakan jubah bermotif batik di posisi belakang makam. Terdapat simbol hati yang pada dadanya yang disentuh dengan tangan kirinya. Lengan kanannya terangkat dengan telapak tangan yang menghadap ke depan.

Estetika pada kijing ini tidak hanya terdapat pada aspek visualnya saja namun juga menggambarkan entitas budaya yang kompleks. Latar belakang dan berbagai simbol tradisional yang terdapat dalam ornamen batik tersebut menjadikan makam ini menarik untuk dikaji melalui segi estetikanya. 

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mengkaji simbol-simbol estetika dan filosofis yang terkandung dalam bentuk dan motif  batik dalam kijing dan nisan makam pendiri Museum Batik Yogyakarta. Hal ini meliputi analisis terhadap desain, ornamen, serta simbol-simbol lain pada kijing tersebut yang dapat memberikan jawaban bagaimana peran kijing sebagai media komunikasi visual dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk memudahkan penelitian ini, diperlukan dasar teori yang dapat dijadikan acuan dalam mengkaji simbol-simbol yang terdapat pada kijing makam. Teori yang digunakan mencakup lima sila estetika desain yang disampaikan di kelas estetika oleh Sumbo Tinarbuko dan teori tiga fungsi dasar desain komunikasi visual dari Christine Suharto Cenadi. Teori Cenadi menyatakan bahwa desain komunikasi visual memiliki tiga fungsi dasar: sebagai alat identifikasi, sarana informasi dan instruksi, serta sarana presentasi dan promosi. Kemudian, pada teori lima sila dasar estetika desain mencakup: kesederhanaan; masa depan (noveltis); simbol; tata nilai dan tata kelola peradaban; feminitas dan maskulinitas. Penelitian ini mengambil sila masa depan (noveltis), simbol, dan tata peradaban sebagai landasan teorinya.

Berdasarkan data simbol-simbol yang ditemukan selama observasi langsung ke makam pendiri museum batik, penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pendekatan ini memungkinkan untuk penggalian makna dan konteks budaya yang terkandung dalam simbol-simbol pada kijing tersebut. Dengan menggabungkan studi pustaka dan pengumpulan data langsung dari lapangan, akan lebih mudah untuk memahami simbol-simbol yang ada dengan lebih mendalam. 

Selain untuk memahami makna simbol-simbol pada makam, penelitian diharapkan dapat memberikan pandangan baru dibandingkan penelitian terdahulu dalam memahami hubungan antara desain, identitas, dan simbol kijing pada pemakaman menggunakan pendekatan teori lima sila estetika desain. Hal ini juga menjadi kontribusi pada ilmu desain komunikasi visual dengan penerapan teori lima sila terhadap objek desain yang seringkali disepelekan oleh masyarakat umum.

B. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan uraian pada bab terdahulu, analisis kijing dalam konteks estetika desain dilakukan melalui dua pendekatan. Analisis tahap pertama dilakukan dengan mengidentifikasi Tiga Fungsi DKV yang terdapat pada nisan Dewi Sukaningsih dan Hadi Nugroho.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun