Mohon tunggu...
Alifia Fatikha
Alifia Fatikha Mohon Tunggu... Penulis - Lifelong learner

Hai! Good Luck.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Keikhlasan di Atas Keterbatasan

11 Maret 2020   08:30 Diperbarui: 11 Maret 2020   08:33 1729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kisah Nyata:LDKS;SMAIICBAIZ

Ini adalah sebuah kisah. Kisah yang ditulis karena sebuah pengalaman yang luar biasa, membuat kami sangat bersyukur atas nikmat yang telah Alloh berikan pada kami. Kisah ini kami tulis ketika kami melaksanakan sebuah perjalanan kehidupan baru. Memang kisah ini begitu singkat, namun penuh dengan cerita yang kami tak sanggup untuk menuangkan semuanya. 

Waktu LDKS, tiga hari yang penuh makna, tiga hari yang penuh suka dan duka, tiga hari yang penuh rasa. Awalnya kami rasa kegiatan ini hanya akan berlangsung secara B ae atau biasa saja. Tetapi, diluar ekspetasi kami. Banyak hal yang terjadi, banyak pengalaman yang kami dapatkan, serta banyak pula pelajaran yang kami makan. Begitu sebuah hari- hari pendek luar biasa yang pernah kami rasakan dapat menemui raga jati diri kami.

Kisah ini dimulai, ketika kami datang disebuah desa terpencil di atas gunung Sawahan. Jalan yang berlenggak-lenggok penuh dengan rintangan. Jeplok dan jembrot adalah teman kami ketika melewati jalan-jalan penuh lika-liku. Waktu itu, kami rombongan datang disebuah desa kecil di yang kami harus melewati hutan-hutan untuk menempuh jalan. 

Sang bayu yang semilir, udara lereng bukit yang sejuk menutupi gendang telinga. Hanya panas dan dingin yang selaras dengan aroma tanah lereng bukit tanah merah. Hal-hal yang selalu membuat kami terngiang akan suasana perjalanan LDKS. Setelah beberapa jam kami menempuh perjalanan panjang, akhirnya kami sampai disebuah desa kecil. Yang dimana warga sudah bergerombol di sebuah masjid kecil yang ada di desa itu. Diwajah mereka terlihat rasa bahagia, bagai mengungkapkan isi hati yang mereka rasakan.

"Alhamdulillah......" Sebuah ungkapan syukur yang kami ucap, ketika kami sampai dengan selamat di pucuk gunung itu. Setelah kami keluar dari mobil angkutan yang disediakan sekolah untuk kami, kamipun turun dan menghentakkan kaki di atas tanah gambut yang licin habis hujan. Suasana riang warga dan kesejukan udaranya, membuat raga ini tak sanggup berlama-lama di luar. Ingin kami masuk ke dalam sebuah bangunan milik calon orang tua asuh kami yang selanjutnya akan menjadi orang tua asuh kami. 

Tetapi, karena kami adalah orang baru atau dapat dikatakan tamu. Maka kami berkumpul terlebih dahulu untuk memberi salam maupun hormat. Setelah kami menurunkan barang-barang dari pick up yang mengangkat barang kami. Rekan-rekanpun telah selesai meringkas barang mereka, akhirnya kami duduk di masjid kecil itu untuk memberi sebuah sambutan.

Warga-warga yang sangat antusias atas kedatangan kamipun ikut berkumpul di masjid mungil itu. Sebenarnya kami sempat merasakan khawatir ketika kami melihat sekitar dan sekitar. Kami anggap keadaan ini akan membuat sebuah genjotan jiwa yang akan melelahkan. Kami pikir keadaan ini hanya akan menimbulkan kebosanan dan kemalasan diantara kami. 

Tapi, kami sadar kami di sana memiliki misi yaitu misi dakwah. Akhirnya kami tabahkan sebuah hati, agar kami belajar bertahan dalam sebuah keterbatasan. Beberapa menit berlalu, setelah pidato singkat dilakukan oleh salah satu Ustadzah kami yaitu Ustadzah Saidah Mardiana, beliau selaku kepala SMA Islam Insan Cendekia Baitul Izzah Nganjuk. Waktu itu, wargapun sangat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut.

Tak lama kemudian, kami dibacakan masing-masing orang tua asuh untuk semua kelompok.

"pak sukijan.......riza,tama,zainal" kata Pak Adi. Slah satu Ustadz yang ikut serta menjadi panitia

"pak yusman........afa,risma,azfa"

Lanjut terus dan terus........

"pak sukijan......Alifia,Fillah,Ayu"  ya, inilah waktu kita. Untuk menghampiri orang tua asuh kami yang mulai mengangkat tangannya dan mengacungkan tangan.

"saya pak" kata orang tua asuh kami. Kami tersenyum bahagia, karena apa? Karena orang tua asuh kami terlihat sebagai sosok orang yang ramah dan grapyak.

Akhirnya kami menyalami beliau, lalu kami bertanya tentang bapak asuh kami. Tetapi kata ibu asuh kami beliau sedang di hutan, sedang berladang. Lalu kami bertanya-tanya seputar beliau. Saat semua telah terkondisi dengan baik. Saatnya kami menuju rumah singgah kami,yang telah kami nanti. Tak disangka tempatnya lumayan dekat dengan musalla. Kami senang karena kami kira rumah singgah kami akan terlihat jelek dan buruk. Ternyata tidak, rumahnya lumayan nyaman dan tertutup. 

Sangat cocok untuk kami. Kami kira rumahnya akan sangat buruk atau kumuh, ternyata bagus rumahnya. Kamipun diajak ke dalam rumah beliau yang menurut kami lumayan bersih. Kami menaruh barang kami pada kursi ruang tamu. Lalu ibu asuh menyuruh kami untuk istirahat di kamar yang telah beliau sediakan. Tetapi kami lebih memilih untuk berada di ruang tamu atau depan televisi.

Sambil mengobrol kami berbincang-bincang tentang kehidupan beliau sehari-hari. Tentang anak beliau, suami beliau, kegiatan sehari-hari beliau dan tentang beliau sendiri. Saat kami berbincang dengan ditemani sosok teh manis dan biskuit kelapa. Sangat lama kami berbincang, hingga kami merasa lapar. Pada saat itu pula ibu asuh menberi tawaran kepada kami untuk makan.

"Maem opo piye?? Tak masakne, aku mau rong masak. Lawong ra roh kesenengane opo...hehe"

"Ya Allah, mpon buk mboten sah repot-repot. Wau nggeh sampun maem"

"Tak gawekno Mie ae ya?" Sambil beliau berdiri dan mangkat ke dapur.

Salah satu dari kami pun mengejar ibu asuh agar tidak memasak sesuatu untuk kami, supaya tidak merepotkan beliau yang mungkin sudah lelah. Akan tetapi ibu asuh tetap saja memberikan makanan untuk kami. Kami sadar bahwa dibalik sebuah keterbatasan orang desa yang tak isolir oleh bahan-bahan luar biasa tidak seperti di kota.

Kami terharu, tak disangka ibu memasakkan Mie Rebus untuk kami dan memasakkan oseng jengkol pedas kesukaan salah satu dari kami. Nasi yang rasanya sedikit tidak hangat dan tidak punel, rasa lauk pauk yang kurang enak penuh minyak, dan hanya mie rebus yang masih terasa asli enak kaena bumbunya yang penuh dengan MSGnya. Tapi kami paksa makan nasi keras itu, agar ibu asuh kami senang akan kehadiran kami yang mampu menerima apa adanya. 

Setelah suap demi suap nasi masuk ke lambung kami, bapak asuh datang dengan wajah yang sangat lelah dan penuh rasa kepanasan. Kami melihat bapak asuh, tapi beliau malah meyambut kami dengan menunjukkan wajah gembira dan wajah riang ketika melihat kami. Hal tersebut menunjukkan bahwa, walau beliau sedang tidak baik-baik saja, akan tetapi tetap ada senyuman untuk para tamu kecilnya. Yang mungkin akan menggangu tiga hari kehidupan mereka. Lalu lanjut dengan kami bersalaman dengan beliau dan bapak mempersilahkan kami untuk melanjutkan makan siang tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun