Berbeda dengan yang ada di Yogyakarta, ternyata angkringan berkonsep jadul sulit ditemukan di wilayah Jawa Timur utamanya wilayah Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, dan Gresik. Di wilayah tersebut umumnya angkringan hanyalah warung kopi yang menjual minuman instan kemasan atau kopi bubuk. Jenis makanan yang dijual pun lebih sedikit, biasanya mereka hanya menjual dua atau tiga macam gorengan, dan roti kemasan. Jarang ada angkringan yang menjual nasi dan makanan berat atau sate-satean. Hal ini merupakan perbedaan yang sangat besar bagi mahasiswa yang sering merasakan jenis angkringan seperti di wilayah Yogyakarta, mengingat angkringan sering jadi destinasi untuk mengganjall perut di malam hari.
Angkringan di Surabaya seringnya menetap di suatu lahan dengan dapur kecil yang digunakan untuk membuat minuman dan mie instan. Umumnya angkringan menggunakan cat kuning yang mencolok dan terkesan ikonik. Masyarakat sering menyebutnya dengan “Bening” atau “STK” untuk menamai angkringan. STK atau Bening sendiri merupakan brand atau nama angkringan yang tersebar di wilayah Surabaya.
Perbedaan seperti ini tentu sering kita temukan di kehidupan sehari-hari, bukan hanya angkringan. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh geografis, maupun budaya masyarakat setempat. Surabaya terkesan dengan kota Metropolitan dengan kegiatan masyarakat yang berlalu cepat hingga kurang waktu dalam bersantai dan menikmati waktu di angkringan. Sedangkan di Yogyakarta masyarakat sering mengunjungi angkringan baik untuk makan atau sekedar beristirahat dan berkumpul dengan teman. Bila Pun lapar, masyarakat Surabaya lebih memilih pergi ke warteg atau restoran untuk makan. Hal tersebut mungkin juga menjadi pengaruh dalam konsep angkringan yang tersebar di Surabaya dan Yogyakarta.
Angkringan sendiri sebenarnya umum dijadikan tempat berkumpul sambil menikmati cemilan yang disajikan, namun di era modern ini angkringan sering difungsikan sebagai tempat belajar bagi mahasiswa dan tak jarang diadakan acara Nobar sepak bola. Hingga akhirnya angkringan umum digunakan sebagai pusat aktivitas terutama bapak-bapak dan mahasiswa.
Namun, adanya perbedaan ini turut mewarnai budaya dan keragaman bangsa Indonesia. Perbedaan-perbedaan kecil seperti ini wajar terjadi, dari sabang hingga Merauke masih banyak perbedaan lainnya yang mungkin belum terungkap, dan sebagai masyarakat Indonesia adaptasi merupakan keahlian yang harus dikuasai. Indonesia memiliki banyak pulau, beragam budaya yang tersebar di seluruh Negara Indonesia. Perbedaan inilah yang menjadikan Indonesia unik dan berbeda dari yang lain. Sebagai generasi muda penerus bangsa, kita lah yang di masa depan melanjutkan budaya dengan inovasi dan keragamannya, maka dari itu perbedaan bukanlah alasan perpecahan, melainkan sebuah cikal bakal adanya persatuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H