Kenapa hanya "Guru" yang mampu menyelamatkan?
Karena jiwa gurulah yang akan mengerem kita, mengerem jari kita di medsos.
Jika anda orang dewasa dan berperan sebagai orangtua, maka ingatlah bahwa apapun yang anda lakukan dan katakan, baik di medsos maupun di dunia nyata, maka anak-anak anda dan anak-anak orang lain akan menjadikannya sebagai referensi hidup.
Jika anda orang dewasa dan berperan sebagai guru profesional, maka setiap tingkah laku dan tutur kata anda, di dunia maya maupun di dunia sesungguhnya, akan dibaca, dilihat, dan ditiru oleh murid-murid di seluruh penjuru dunia.
Jika anda orang dewasa berperan sebagai apa saja, ingatlah bahwa dunia maya telah menjadi sama dengan kehidupan sehari-hari. Kalau anda membangun kesan perang, maka sama dengan mendidiknya untuk berperang.
Dan masalah sesungguhnya bisa saja meletus dan menimpa anda bahkan ketika anda mulai menyesalinya.
Kenapa hanya "Guru" yang mampu menyelamatkan?
Karena jiwa gurulah yang selalu menginginkan keindahan dan kebaikan dengan tulus. Guru adalah sebuah peran yang menunjukkan, mengantarkan, mencontohkan, dan menguatkan kebaikan.
Lingkaran pertama jiwa guru adalah orangtua, keluarga, dan saudara. Berikutnya adalah guru sekolah, madrasah, pesantren, dan lembaga pendidikan lain. Berikutnya lagi adalah lingkungan dan masyarakat.
Celakanya, ketika media sosial menjadi tempat berbagi banyak hal, maka jutaan orang telah menjadikan media sosial sebagai guru pertama tempat belajar.
Akibatnya, muncul kenyataan, anti sosial tidak masalah asalkan eksis di medsos. Rela membantah dan tidak menghormati orangtua karena berbeda pandangan politik. Rela tidak mengakui saudara hanya karena berbeda pilihan. Terbiasa menghina orang lain yang berbeda pandangan. Tidak menghormati guru dengan alasan harga diri. Akhlak sudah bukan hal penting lagi.
Kalau dipikir-pikir, saat ini, hampir sebagian besar efeknya adalah munculnya generasi yang memandang dunia sebagai medan pertempuran.