Mohon tunggu...
ali fauzi
ali fauzi Mohon Tunggu... -

Seorang guru, orang tua, penulis lepas, dan pengelola www.sejutaguru.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara Menciptakan Satu Bulan Pertama yang Wow di Sekolah

17 Juli 2016   17:52 Diperbarui: 17 Juli 2016   17:55 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hari pertama sekolah liputan6.com

Oleh: Ali Fauzi

Hari pertama sekolah adalah hari penting. Menjadikan hari pertama menjadi menarik bagi siswa jauh lebih penting lagi. Seorang guru, terutama guru yang sudah berpengalaman, sangat memahami bagaimana menghadapi awal tahun pembelajaran. Faktanya, setelah minggu pertama, siswa sering kembali lagi mengalami rutinitas yang kadang membosankan bagi mereka.

Setiap peserta didik datang ke sekolah untuk menemukan dan mendapatkan komunitas yang menyenangkan. (baca: Tujuan Siswa Ke Sekolah Untuk Berbahagia). Mereka berangkat ke sekolah dengan sejuta harapan. Maka, tugas guru adalah menampung, memelihara, merawat, dan mengembangkan harapan-harapan setiap anak agar menjadi kenyataan.

Bagi peserta didik yang berangkat ke sekolah dan belum memiliki harapan, tugas guru adalah memancing, membuatnya tertarik, hingga menyalakan harapan dan cita-cita pada diri peserta didik. Salah satu cara terbaik untuk mewujudkannya adalah dengan menciptakan komunitas sekolah yang positif.

Komunitas positif harus diciptakan. Komunitas positif berkaitan dengan rasa aman, nyaman, dihargai, dan merasa diterima oleh lingkungan. Komunitas ini dibangun, terutama di bulan-bulan pertama sekolah.

Jangan sampai siswa lebih berbahagia dan senang dengan sekolah tanpa guru, yakni saat istirahat, jam pulang, dan jam kosong.

Inilah 4 cara menciptakan satu bulan pertama yang woww dan inspiratif bagi siswa.

  1. Mengikat rasa

Ada empat unsur penting yang harus mengikat rasa satu sama lain; siswa, guru, lingkungan, dan belajar. Mengikat rasa sangat dibutuhkan karena setiap peserta didik ketika berangkat ke sekolah harus memiliki rasa aman, rasa nyaman, rasa diterima oleh guru dan teman, serta rasa dihargai setiap usaha dan kemampuannya.

Setiap anak akan menemukan cara belajar terbaiknya ketika dirinya merasa dihargai kemampuan dan usahanya.

Setiap peserta didik baru harus mengikat rasa dengan siswa lain agar saling mengenal dan memahami. Mari kita tingkatkan dari sekadar kenal nama dan alamat menjadi saling mengenal pribadi. Misalnya, ada syarat mengungkapkan hobi atau peristiwa menyenangkan dan menyedihkan saat perkenalan. Bagi kelas yang lebih tinggi, hal ini bisa sangat beragam.

Mengikat rasa dengan guru. Apa yang dilakukan oleh seorang guru akan sampai kepada siswa. Jika kita menaruh kemarahan pun, siswa akan dapat merasakannya. Maka, seorang guru harus mengenalkan diri dan karakternya kepada peserta didik. Seorang guru juga harus mengungkapkan harapannya kepada peserta didik agar keduanya memiliki rasa kasih sayang. (baca: 2 “CINTA” Yang Menghebatkan Guru)

Mengikat rasa dengan lingkungan. Berkeliling lingkungan sekolah merupakan pintu bagi peserta didik agar mereka merasa memiliki dengan sekolahnya sendiri. Tidak takut menjelajah, dan akrab dengan semua penghuni sekolah.

Mengikat rasa dengan belajar. Setiap peserta didik memiliki cara belajar yang berbeda-beda. Mengikat rasa dengan belajar merupakan cara agar setiap anak memiliki kecintaan dengan belajar. Cara terbaik agar setiap peserta didik mengikat rasa dengan belajar adalah dengan menghadirkan proses belajar yang menyenangkan dan meyakinkan peserta didik bahwa belajar itu mudah bagi siapa saja. (baca: Setelah IQ, EQ, dan SQ, Kini Ada CQ)

  1. Membangun kelas impian

Kelas impian terwujud berdasarkan keinginan dan kebutuhan semua siswa. Baik secara fisik maupun non-fisik. Kebutuhan fisik, misalnya ventilasi, pencahayaan, display, hingga tulisan-tulisan inspiratif.

Kebutuhan non-fisik bisa lebih banyak. Ajarkan anak mengungkapkan keinginan dan harapannya terhadap teman, guru, dan lingkungannya. Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah dengan membagikan selembar kertas dengan judul “Kelas Impianku”. Setiap anak kita minta untuk mengisi harapan-harapan mereka.

Misalnya, contohkan dengan hal ini, “aku ingin di kelas ini tidak ada yang saling menghina”, “aku ingin di kelas ini tidak ada yang mengeluarkan kata-kata kotor”, dan seterusnya.

Untuk guru, rencanakan pembelajaran yang dinamis dan kreatif. Rencanakan dengan baik hiburan dan ice breaker dalam pembelajaran secara rutin.

  1. Membangun budaya dan prosedur

Untuk bisa menjaga agar setiap tujuan di atas bisa berjalan dengan baik dan terus menerus, maka diperlukan aturan dan prosedur. Yang dibutuhkan saat membangun budaya dan prosedur adalah konsistensi di satu sampai tiga bulan pertama.

Ingat, jika kita mampu konsisten dan terus mengajarkan kepada anak didik tentang peraturan dan prosedur di tiga bulan pertama, maka anak akan terbiasa dan ringan menjalankan rutinitas prosedur tersebut. Baca lebih jauh tentang ini di Peraturan Sekolah Yang “Membunuh” Anak

  1. Sekolah dan rumah

Kalau kita tanya 100 orangtua tentang bagaimana cara terbaik mendidik anak? Maka kita bisa mendapatkan 100 jawaban yang berbeda. Cara yang berbeda dalam mendidik anak harus kita komunikasikan dengan orangtua murid. (baca: Orangtua dan Sekolah; Be A Partner!)

Komunikasi di bulan pertama sangat penting. Sebagai guru, setidaknya kita harus menyampaikan selamat datang, kita tunjukkan kepedulian, sampai kita komunikasikan kelebihan, kekurangan, dan keunikan setiap anak kepada orangtua siswa.

Lebih jauh lagi, komunikasi dengan orangtua murid harus sampai kepada kesepakatan-kesepakatan prosedur dalam mendidik dan memberikan asesmen kepada anak. Dengan adanya komunikasi ini, maka akan memperkuat pendidikan terhadap anak. (baca:Orangtua dan Guru Akan Saling Menguatkan Jika Mendiskusikan 6 Hal Ini)

 

Terimakasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun