Mohon tunggu...
Alifa Tsabitha
Alifa Tsabitha Mohon Tunggu... Mahasiswa

Pecinta coklat dan es batu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kedai Kopi Ali

30 November 2024   16:10 Diperbarui: 30 November 2024   16:10 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/6iPQcc1AafE77qs19

Kedai kopi Ali

Di sebuah sudut desa malabar, hiduplah seorang pemuda bernama Ali. Ia memiliki kebiasaan unik yang membuatnya di juluki sebagai "pecinta kopi". Setiap pagi hingga siang, ia menghabiskan waktunya berkebun kopi di ladang peninggalan ayahnya. Bagi Ali, aroma kopi bukan hanya sekedar wangi, melainkan aromanya dapat menenangkan hati dan pikiran..

Suatu hari Ali menemukan sebuah buku milik ayahnya, yang menyimpan sebuah pesan penting. Ketika ia mengambil buku itu, secarik kertas terjatuh. Kertas itu tulisan berisi yang seolah-olah memberikan petunjuk atau nasihat yang berharga: "Selama aroma biji kopi ini tercium di mulut seseorang, maka selama itu pula malaikat beristighfar (meminta ampunan) untuknya."

Ali tersenyum membaca tulisan itu. Sebagai pecinta kopi, hatinya merasa damai. Tapi benarkah kopi bisa membawa keberkahan hingga malaikat beristighfar?

-------

Keesokan harinya, Ali mendatangi rumah ustadz Abdullah-ustadz yang terkenal karena ilmunya di desa Malabar, untuk bertanya kebenaran dari kertas yang ia temukan. Ketika sang ustadz muncul, Ismail segera memberikan salam dan menyerahkan bingkisan biji kopi dari kebunnya. Ustadz Abdullah tersenyum ramah. "Masya Allah, wangi sekali kopi ini. Terima kasih, Nak. Kau datang untuk apa nak?"  

Ali menjelaskan niatnya, termasuk tentang tulisan yang ia baca kemarin. Ustadz Abdullah mendengarkan dengan seksama, lalu menjawab, "Nak, itu adalah hadis, tetapi hadist itu bukanlah hadis yang sahih. Namun, itu tidak berarti bahwa kopi atau perbuatan kita yang berkaitan dengannya tidak dapat membawa keberkahan. Allah menilai niat dan amal seseorang, bukan sekadar apa yang ia lakukan."

Ustadz melanjutkan, "Jika kamu menyeduh kopi dengan niat menjamu tamu, menyebarkan kebaikan, atau bersyukur atas nikmat Allah, maka itu menjadi amal baik yang dicatat oleh malaikat. Jadi, bukan kopinya yang istimewa, tapi bagaimana kamu memanfaatkannya."

-------

Dalam perjalanan pulang, Ali merenungkan kata-kata Ustadz Abdullah. Ia mulai memahami bahwa esensi kebaikan bukan terletak pada ritual tertentu, tetapi pada niat dan usaha. Ia teringat kebiasaan ayahnya yang dahulu sering membagikan kopi kepada para tetangga tanpa meminta imbalan. Bukankah itu juga bentuk ibadah?

Malamnya Ali bermimpi bertemu dengan ayahnya dikebun kopi, di mimpi itu ayahnya berkata kepada Ali, "Nak, kebenaran itu memang harus dicari. Tapi meskipun hadis itu tidak benar, apa yang kamu lakukan selama ini juga bukan sesuatu yang salah. Kalau itu membuatmu berbuat baik, lanjutkan saja."

Saat Ali terbangun dari tidurnya, ia merasa hatinya lebih tenang dan ia mendapatkan sebuah ide. Bagaimana jika ia menjadikan kopi sebagai jalan untuk menyebarkan kebaikan? Bukankah Ustadz Abdullah mengatakan bahwa hal kecil seperti menjamu tamu atau berbagi dapat menjadi ibadah?

---------

Dua bulan telah berlalu Kedai Kopi Ali yang ia bangun di belakang rumahnya, tepatnya di sebelah kebunnya, kini sangat ramai oleh pengunjung. Setiap malam, para pemuda berkumpul untuk berdiskusi. Kadang-kadang, mereka membahas agama, berbagi pengalaman hidup, atau sekadar tertawa bersama. Setiap hari Jumat Ali mengundang seorang ustadz muda untuk memberikan pengajian kecil di kedainya dan juga membagikan kopi gratis kepada para pengunjungnya, hal itu ia niatkan agar kedai kopi ini juga dapat memotivasi para pemuda akan pentingnya berbagi ilmu.

Di luar dugaan, kedai ini juga mulai menarik perhatian orang luar desa. Para pedagang dari kota juga sering mampir untuk mencicipi kopi racikan Ali, dan beberapa dari mereka menawarkan untuk membeli biji kopi dalam jumlah besar. Namun, Ali menolak tawaran itu. Ia lebih memilih menjaga keaslian kopi kebunnya daripada menjadikannya komoditas massal.

Suatu hari, seorang pengunjung berkata, "Ali, kopi ini tidak hanya harum, tapi seperti membawa kedamaian. Apa rahasianya?"

Ali hanya tersenyum. "Rahasianya ada pada niat, Pak. Setiap cangkir kopi ini dibuat dengan doa, semoga membawa kebaikan bagi siapa pun yang menikmatinya."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun