Basis kepemimpinan yang meluas;
Keterampilan individu yang meningkat;
Visi untuk hari esok yang diketahui dan disetujui oleh seluruh masyarakat di bawah naungan;
Progress terhadap target yang konsisten dan konkret;
Organisasi masyarakat yang lebih efektif; dan
Pemanfaatan sumber daya yang sesuai kebutuhan.
(Aspen Institute, 1996)
IMPLEMENTASI DI INDONESIA
Perjalanan penggenapan cita-cita kemakmuran bangsa Indonesia semenjak diraihnya kemerdekaan pada tahun 1945 silam terus bersinergi hingga detik ini. Sebagai contoh dalam bidang pendidikan, berdirinya sekolah Taman Siswa oleh Ki Hadjar Dewantara pada tahun 1922 menjadi jejak langkah booming pertama perkembangan masyarakat melalui bidang pendidikan untuk pribumi. Jauh sebelum itupun, pada tahun 1800an sudah muncul gerakan memintarkan pribumi tanah air di berbagai penjuru seluk-beluk Indonesia, seperti di Maluku, Minahasa, NTT, Batak, Nias, dan daerah lainnya (Shaturaev, 2021).Â
Sejarah mengungkapkan bahwa akhir era order baru pada 1998 menyebabkan pertentangan terhadap keturunan/kaum/komunitas Chinese (sekalipun itu Chinese Muslim). Persepi ini disebabkan oleh politisasi kebijakan negara atas kesenjangan kepentingan yang berakhir malapetaka pada satu kelompok. Tetapi, setelah jatuhnya rezim, perlahan eksistensi orang cina di Indonesia lebih dihormati haknya sebagai manusia melalui penyingkiran asumsi negatif (Hoon 2008; Lim & Mead 2011; Lindsey & Pausacker 2005). Penyingkiran asumsi negatif pada masyarakat terhadap orang cina, khususnya mereka yang beragama muslim, dijalankan secara berkelanjutan dengan hadirnya masjid Cheng Hoo di Surabaya yang disetujui dan didukung oleh pemerintah dan organisasi masyarakat (Sujanto, 2015; Satryo, 2017). Akulturasi kebudayaan arsitektur Arab, Cina, dan Jawa ditambah dengan konstruksi yang meniadakan pintu, melambangkan 'keterbukaan' (Onghokham, 2017). Keterbukaan terhadap perbedaan yang diyakini akan menjadi kekuatan ampuh apabila bersatu tanpa adanya bentrok konsepsi (Sujanto, 2015). Seiring berjalannya waktu, atas kontribusi aktif dan bermanfaat oleh komunitas orang muslim Cina di Indonesia pada masyarakat, merubah paradigma buruk rakyat terhadap mereka. Hal tersebut merupakan aktualisasi nyata dari community development.Â
Bukti implementasi community development pada era modern ini tampak pada projek Nata Desa yang didirikan oleh sejumlah pemuda. Sebuah platform yang memfasilitasi kolaborasi dan koperasi untuk memulihkan serta merevitalisasi wilayah pedesaan, tersurat pada motonya, "Gotong Royong Membangun Desa". Contoh keberhasilan projek ini dapat dibuktikan pada Kebun Keluarga di desa Waitaru, NTT. Dengan segala potensi dan permasalahan yang dikandungnya, Nata Desa berhasil menemukan titik temu untuk masyarakat desa ini dalam memperbaiki nasib hidup mereka melalui pemanfaatan lahan pertanian serta alam yang asri sebagai pemenuhan kebutuhan dan sumber pemasukan desa. Dengan elaborasi masterplan Nata Desa, mereka berhasil menerapkan konsep community development pada masyarakat rural (Pasteruk, 2020).