Mohon tunggu...
alifahmukarromah
alifahmukarromah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Impikan harapkan dan wujudkan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Birokrasi Menghambat Kualitas Pendidikan: Mengapa Guru Honorer Jadi Korban?

28 Desember 2024   08:27 Diperbarui: 27 Desember 2024   08:43 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Guru sedang Mengajar (Sumber: https://pixabay.com )

"Mengabdi tanpa kepastian" --- ungkapan ini mungkin menggambarkan realitas yang dihadapi oleh ribuan guru honorer di Indonesia. Mereka adalah tulang punggung pendidikan di daerah-daerah terpencil, namun sering kali terjebak dalam labirin birokrasi yang menghalangi perkembangan karir mereka. Ironisnya, hambatan birokrasi ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan guru, tetapi juga secara langsung menurunkan kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa, generasi penerus bangsa.

Hambatan birokrasi yang dihadapi oleh guru honorer adalah masalah kompleks yang mencakup berbagai aspek, mulai dari prosedur administrasi hingga kebijakan kesejahteraan. Secara faktual, beberapa permasalahan berikut menjadi pokok pembahasan:

Ketidakpastian Status dan Proses Pengangkatan

Data menunjukkan bahwa ribuan guru honorer telah mengabdi selama bertahun-tahun tanpa kejelasan status pekerjaan mereka. Dari keseluruhan guru yang aktif saat ini baru 1.520.354 (52,3%) guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sementara itu, 47,7% sisanya merupakan guru honorer yang terdiri dari 401.182 (Kemendikbud, tt). Proses seleksi, seperti CPNS dan PPPK, sering kali tidak hanya rumit tetapi juga terbatas kuotanya (Andina & Arifa, 2021). Ketidakpastian ini menciptakan rasa ketidakadilan dan frustrasi di kalangan guru honorer yang telah lama mengabdikan diri.

Gaji yang Tidak Memadai

Guru honorer di banyak daerah menerima gaji yang jauh di bawah upah minimum regional, bahkan terkadang hanya beberapa ratus ribu rupiah per bulan. Hal ini tidak sebanding dengan beban kerja dan tanggung jawab mereka dalam mencerdaskan generasi muda. Selain itu, minimnya tunjangan dan perlindungan sosial membuat mereka semakin rentan secara finansial (Kulsum, 2023).

Rumitnya Prosedur Administrasi

Proses administrasi, seperti pengajuan honorarium, sertifikasi, atau pelatihan, sering kali menjadi hambatan tersendiri. Guru honorer harus menghadapi prosedur yang panjang dan sering kali tidak transparan. Kondisi ini memperburuk situasi mereka yang sudah penuh tekanan.

Keterbatasan Akses pada Pengembangan Profesional

Kurangnya program pelatihan yang terjangkau dan terstruktur membuat banyak guru honorer sulit untuk meningkatkan kompetensi mereka. Dalam era pendidikan yang terus berkembang, akses pada pelatihan dan pengembangan profesional menjadi kebutuhan mendesak yang belum terpenuhi dengan baik (Sennen, 2017). Dengan berbagai hambatan ini, guru honorer sering kali merasa termarjinalkan dalam sistem pendidikan nasional. Padahal, mereka memegang peranan kunci dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh guru ASN.

Kondisi yang dihadapi oleh guru honorer tentu tidak hanya berdampak pada kesejahteraan mereka secara pribadi, tetapi juga memiliki pengaruh besar terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Ketidakpastian status, gaji yang tidak memadai, prosedur administrasi yang rumit, serta keterbatasan akses pada pengembangan profesional telah menciptakan beban yang sangat berat bagi guru honorer, yang pada akhirnya memengaruhi kualitas proses belajar mengajar di sekolah.Dampak pada Kualitas Pendidikan:

Penurunan Kualitas Pengajaran

Motivasi yang rendah dan kurangnya pelatihan membuat banyak guru honorer tidak mampu memberikan pengajaran yang optimal (Siburian et al., 2024). Siswa yang menerima pendidikan dari guru yang kurang termotivasi dan tidak terlatih akan mengalami kesenjangan dalam pemahaman konsep-konsep penting.

Ketidakstabilan Proses Belajar-Mengajar

Pergantian guru yang tinggi menciptakan ketidakstabilan di sekolah. Proses pembelajaran yang sering terganggu memengaruhi kemampuan siswa untuk memahami materi secara mendalam, terutama untuk mata pelajaran inti.

Minimnya Inovasi dalam Pembelajaran

Tanpa akses pengembangan profesional, guru honorer cenderung menggunakan metode pengajaran tradisional yang kurang relevan dengan kebutuhan siswa saat ini. Hal ini membatasi siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.

Ketimpangan Pendidikan di Daerah Tertinggal

Di daerah terpencil, di mana guru honorer sering menjadi satu-satunya tenaga pengajar, dampak hambatan birokrasi terasa lebih parah. Siswa di daerah ini lebih rentan terhadap rendahnya kualitas pendidikan karena tidak ada alternatif guru lain yang bisa menggantikan peran mereka.

Untuk mengatasi permasalahan ini dan meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan yang memberikan kepastian status pekerjaan bagi guru honorer. Proses seleksi yang lebih transparan dan adil serta alokasi kuota yang lebih luas untuk guru honorer dapat membantu menciptakan rasa keadilan di kalangan para pengajar. Selain itu, pemberian gaji yang lebih layak dan tunjangan yang memadai juga penting agar guru honorer dapat fokus pada pekerjaan mereka tanpa khawatir tentang masalah finansial.

Pengembangan program pelatihan yang lebih terjangkau dan terstruktur juga sangat dibutuhkan agar guru honorer dapat terus meningkatkan kompetensinya. Akses yang lebih luas terhadap pelatihan, baik secara daring maupun luring, akan memberi mereka kesempatan untuk mengikuti perkembangan terbaru dalam dunia pendidikan.

Pada akhirnya, untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas di Indonesia, perlu ada perhatian yang serius terhadap guru honorer. Mereka tidak hanya mengajar, tetapi juga memegang peranan penting dalam membentuk masa depan bangsa. Tanpa perbaikan pada kondisi mereka, kualitas pendidikan nasional akan tetap terhambat, dan kesenjangan pendidikan antara daerah dan kota akan terus memperburuk ketidakadilan sosial di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Andina, E., & Arifa, F. N. (2021). Problematika Seleksi dan Rekrutmen Guru Pemerintah di Indonesia. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 12(1), 85--105. https://doi.org/10.46807/aspirasi.v12i1.2101

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (tt). Rincian jumlah guru dan tenaga kependidikan menurut status kepegawaian {Dashboard GTK}. Diakses dari https:// r e f e r e n s i . d a t a . k e m d i k b u d . g o . i d / dashboardptk/ptk_dash2.php?id=20, pada 15 Februari 2021

Kulsum, U. (2023). Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Kesejahteraan Guru Tidak Tetap. Journal on Education, 06(01), 8894--8912. https://jonedu.org/index.php/joe/article/view/4374%0Ahttps://jonedu.org/index.php/joe/article/download/4374/3569

Sennen, E. (2017). Problematika Kompetensi Dan Profesionalisme Guru. Prosiding Seminar Nasional HDPGSDI Wilayah IV Tahun 2017, 16--21.

Siburian, G., Studi, P., Admnistrasi, M., & Indonesia, U. K. (2024). Analisis Kebijakan Remunerasi Guru Honorer. 8, 29456--29461.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun