Mohon tunggu...
alifah ayu
alifah ayu Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya berada disini sebagai mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta tahun ajaran 2023 dengan program studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD). Saya hadir di sini untuk melaksanakan tugas saya sebagai Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengertian Hadis Dhaif, Kriteria-Kriteria Hadis Dhaif, Macam-Macam Hadis Dhaif dan Kehujahan Hadis Dhaif

24 November 2023   12:35 Diperbarui: 24 November 2023   14:21 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama : Alifah Ayu Hertiningrum 

NIM    : 233131053

Prodi    : PIAUD/1B

Fakultas : Ilmu Tarbiyah 

UIN Raden Mas Said Surakarta 

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Bismillahirrahmaanirrahiim

Saya disini akan membahas tentang 

 

A . Pengertian Hadis Dha'if

Kata dha 'if menurut bahasa, berarti lemah, sebagai lawan dari qawi (yang kuat). Sebagai lawan kata dari sahih, kata dha'if juga berarti saqm (yang sakit). Maka, sebutan hadis dha'f secara bahasa berarti hadis yang lemah, yang sakit, dan yang tidak kuat. Secara terminologis, para ulama mendefinisikannya dengan redaksi yang beragam, meskipun maksud dan kandungannya sama. Al-Nawawi dan al-Qasimi mendefinisikan hadis dha'if dengan:

. "Hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis sahih dan syarat- syarat hadis hasan".

Muhammad Ajjaj al-Khathib menyatakan bahwa definisi hadis dha if adalah:

.

"Segala hadis yang di dalamnya tidak terkumpul sifat sifat maqbl.

Sifat- sifat maqbul dalam definisi di atas adalah sifat- sifat yang terdapat dalam hadis shahih dan hasan,karena keduanya memenuhi sifat-sifat maqbul . Menurut Nur al-Din 'Itr, definisi yang paling baik tentang hadis dha'f adalah:

.

"Hadis yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadis maqbul".

Maksudnya, suatu hadis yang tidak memenuhi salah satu syara (kriteria) hadis sahih atau hasan dinyatakan sebagai hadis dha'if yang berarti hadis itu tertolak (mardd) untuk dijadikan sebagai hujjah.

B. KRITERIA- KRITERIA HADIS DHAIF
Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, kriteria-kriteria hadis dhaif adalah: (1) sandanya terputus;(2) periwayatannya tidak adil;(3) periwayatnya tidak dhabit;(4) mengandung syadz;(5) mengandung 'illat. Penjelasan tentang kriteria kriteria ini selanjutnya dapat dilihat pada penjelasan tentang macam-macam hadis dhaif berikut.

C. MACAM-MACAM HADIS DHAIF

Dalam kaitan dengan keterputusan sanad, Ibn Hajar al-'Asqalani membagi hadis dha'if kepada lima macam, yaitu hadis mu'allaq, hadis mursal, hadis munqathi', hadis mu'dhal, dan hadis mudallas.

a. Hadis Mu'allaq

Hadis mu'allaq adalah hadis yang terputus di awal sanad. Kata mu'allaq secara bahasa berarti tergantung. Sebagian ulama menyatakan kata mu allaq yang secara bahasa berarti bergantung itu diambil dari pemakaian istilah ta'liq al-thalaq (cerai gantung) dan ta'liq al-jidar (dinding gantung) karena ada unsur kesamaan dalam hal keterputusan sambungan.

Secara terminologis, hadis mu allaq adalah hadis yang periwayatnya di awal sanad (periwayat yang disandari oleh penghimpun hadis) gugur atau terputus seorang atau lebih secara berurut.

b. Hadis Mursal

Mursal berarti "Hadis yang dihilangkan perawi setelah thabi'in (sahabat) dari akhir sanadnya."
Maksudnya hadis yang tidak disebutkan nama sahabat dalam rangkaian sanadnya.Periwayatan hadis pasti melalui sahabat,karena tidak mungkin thabi'in bertemu Rasulullah langsung. Bila ada hadis yang tidak menyebutkan sahabat dalam rangkaian sanadnya,dari thabi'in langsung lompat kepada Rasulullah,maka hadis itu bermasalah.

c. Hadis Mu'dhal

Mu'dhal berarti "Hadis yang dalam rangkaian sanadnya terdapat dua perawi yang dihilangkan secara berturut- turut. Maksudnya,dalam rangkaian sanad ada dua perawi yang dihilangkan,syaratnya harus berturut-turut. Kalau tidak berturut-turut,misalnya di awal sandanya ada perawi yang hilang,kemudian satu lagi di akhir sanad,maka ini tidak bisa dinamakan hadis mu'dhal.

d.Hadis Munqathi'

Munqathi' berarti "Hadis yang  rangkaian sanadnya terputus di manapun terputusnya." Persyaratan hadis munqathi' lebih longgar daripada sebelumnya. Hadis munqathi' tidak mensyaratkan harus berturut-turut atau jumlah perawi yang hilang ditentukan,selama ada dalam rangkaian sanad itu rawi yang hilang atau tidak disebutkan, baik di awal,pertengahan,maupun akhir sanad,maka hadis iru disebut munqathi'

e. Hadis Mudallas

Ulama membagi dua macam hadits mudallas: tadlis isnad dan tadlis syuyukh. Tadlis Isnad adalah "Perawi hadits meriwayatkan hadits dari gurunya, tetapi hadits yang dia sampaikan itu tidak didengar langsung dari gurunya tanpa menjelaskan bahwa dia mendengar hadits darinya."Maksudnya, seorang rawi mendapatkan hadits dari orang lain, tetapi dia meriwayatkan dengan mengatasnamakan gurunya, di mana sebagian hadits dia terima dari gurunya tersebut. Padahal untuk kasus hadits itu dia tidak mendengar dari gurunya, tetapi dari orang lain.
Tadlis Syuyukh adalah "Seorang perawi meriwayatkan hadits yang didengar dari gurunya, tetapi dia menyebut gurunya tersebut dengan julukan yang tidak populer, tujuannya supaya tidak dikenal orang lain." Perawi sengaja menyebut gurunya dengan nama atau gelar yang tidak populer supaya orang lain tidak tahu siapa guru sebenarnya. Karena kalau disebut nama asli gurunya, bisa jadi guru perawi itu tidak tsiqah (dipercaya) dan haditsnya nanti menjadi bermasalah. Untuk menutupi kekurangan itu, dia mengelabui orang dengan menyebut nama yang tidak populer untuk gurunya.

D. KEHUJJAHAN HADIS DHAIF

 Ibnu Hajar al-Asqalani memandang boleh berhujjah dengan hadits dha'if untuk alasan fadhail a'mal (hadits yang berbicara tentang keutamaan-keutamaan dalam beramal). Akan tetapi, untuk itu beliau memberikan syarat-syarat seperti:

Hadits dha'if itu tidak keterlaluan, dalam arti hadits itu tidak diriwayatkan oleh rawi yang pendusta, tertuduh dusta serta banyak salah.
Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dha'if tersebut masih dibawah suatu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan). Contoh hadits "Siapa yang menghapal empat puluh hadits sampai mau menyampaikan kepada umat, aku bersedia menjadi pemberi syafaat dan saksi padanya, dihari kiamat kelak". Hadits ini memiliki muttabi hadits shahih: "Raulullah bersabda: Hendaknya diantara kamu yang menyaksikan, menyampaikan kepada orang yang tidak menyaksikan".
Dalam mengamalkannya tidak mengi'tikadkan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada Nabi. Tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata-mata ntuk ihtiyat belaka.
Dalam hal ini penulis lebih condong pada pendapat yang kedua, dengan sebuah argumen bahwa masih banyak hadits shahih yang lebih kuat dasar hukumnya yang masih bisa kita jadikan sandaran hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun