Mohon tunggu...
Alifa Aulia Fauzi
Alifa Aulia Fauzi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Today i will be the best version of myself!
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswi Public Relations - Universitas Al Azhar Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jauhi Hoaks Hadapi Covid-19, Puan: Mari Bersatu Menjadi Pahlawan Melawan Pandemi

31 Juli 2021   16:24 Diperbarui: 31 Juli 2021   16:56 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hoaks yang kerap ditambah bumbu-bumbu teori konspirasi seputar Covid-19 menjadi salah satu penyebab penanganan pandemi tersendat di berbagai tempat. Teori konspirasi rupanya memberikan dampak yang luar biasa pada ketaatan masyarakat akan pengaplikasian protokol kesehatan dan vaksinasi.

Ada sebagian besar penduduk dunia yang abai karena pengaruh teori tersebut. Sebut saja Roni (20), bukan nama sebenarnya, mengaku tidak mempercayai Corona. Dia kabur saat diminta tes oleh petugas medis yang mendatangi lingkungan tempat tinggalnya karena telah ditemukan pasien positif.

Dengan santai dia menolak vaksinasi karena merasa tidak akan terkena virus yang menurutnya hanya bohong belaka. Masker pun hanya dikenakan ketika ada petugas atau aparat, selebihnya dia tak mau mengenakannya.

Roni tidak sendiri. Masih banyak warga yang percaya bahwa Covid-19 hanya akal-akalan pemerintah. Alhasil, sosialisasi prokes, vaksinasi, ataupun program-program penanganan Covid-19 lainnya belum mencapai hasil maksimal.

Sebenarnya upaya sosialisasi telah melibatkan pemuka-pemuka agama. Meski demikian, menyadarkan masyarakat ternyata tak bisa semudah itu.

Menurut Kiai Fadholi Muhammad Ruham,  pengasuh Ponpes Al-Fudhola di Kota Pamekasan, Madura, tidak gampang mengubah pemahaman dan perilaku anggota masyarakat.

Semakin sulit lagi ketika mereka sudah terpapar informasi yang menyesatkan di media sosial. Dia mengatakan bahwa penyadaran masyarakat di lingkungannya harus dilakukan secara sabar dan penuh keuletan.

Rahma Sugihartanti, Dosen Isu-Isu Masyarakat Digital FISIP Universitas Airlangga menulis, bahwa hoaks seputar Covid-19 cenderung lebih mudah tersebar. Informasi yang kontroversial dan tidak benar, lanjut dia, justru lebih mendorong warganet untuk me-resirkulasi kepada orang lain.

Terlebih lagi, sektor kesehatan merupakan salah satu yang paling tinggi terkena kabar palsu. Pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Aji Imawan mengatakan ketika pandemi menghajar sektor kesehatan dan ekonomi, permasalahan pun kian meruncing.

Satria berpendapat, pandemi memperuncing masalah hubungan antara masyarakat dan pemerintah. Dia mengungkit sosok menteri yang sejak awal virus Corona muncul justru bersikap meremehkan.

Menurut catatannya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi hingga Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat berkelakar perihal virus Corona. Hal ini pun semakin membuat publik bingung sehingga mereka lebih mudah terpengaruh informasi palsu.

Tak hanya itu, dia juga menyayangkan adanya public figure yang selalu mengaitkan Covid-19 dengan teori konspirasi, seperti mengaitkannya dengan permainan elite global. Tindakan mereka, lanjut Satria, membuat para pengikutnya turut terpengaruh.

Apalagi, menurut Pengamat Teknologi Informasi dan Telekomunikasi, Heru Sutadi, penyebaran hoaks oleh orang tak bertanggung jawab kini tak hanya bersifat personal, melainkan sudah menjadi industri. Misalnya saja hoaks soal Covid bisa menyebar lewat sinyal 5G.

Oleh karena itu, Heru meminta masyarakat agar tidak termakan hoaks dan teori konspirasi yang beredar di media sosial. Menurutnya, warganet harus lebih cerdas memilah-milah mana informasi yang dapat dipercaya dan mana yang kabar bohong.

Ketua Pelaksana Harian Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Mahesa Paranadipa, mengatakan, hoaks tentang kesehatan, khususnya Covid-19 lebih mematikan dan lebih cepat menyebar ketimbang virus.

"Dampaknya justru mematikan daripada virus itu sendiri, karena bisa dibayangkan, orang-orang yang masih tidak percaya dengan adanya Covid, tidak percaya dengan proses penanggulangan yang kita lakukan hari ini, dampaknya luar biasa," kata dia.

Mahesa mengatakan bahwa persoalan hoaks menjadi pekerjaan rumah terberat yang harus diselesaikan dengan kerja sama semua pihak. Dia berharap masyarakat pun lebih terbuka pemahamannya terkait situasi pandemi ini.

Mulai dari Hal Kecil

Menurut Ketua DPR RI Puan Maharani, setiap orang bisa berkontribusi untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19 dari hal-hal kecil yang sederhana. Dia menilai setiap orang bisa menjadi pahlawan meskipun bukan tenaga medis atau orang-orang yang terlibat langsung dalam penanganan pandemi.

"Menjadi pahlawan di masa pandemi bisa kita lakukan sesuai kemampuan yang kita miliki saat ini. Yang punya kelebihan rezeki, bisa menyediakan cantelan sembako di depan pagar rumah masing-masing, bisa mentransfer dana untuk aksi sosial pihak lain, atau bisa juga menyumbang tenaga untuk menjadi relawan di tempat penampungan penderita Covid," kata Puan.

Dari rumah sekalipun, lanjut dia, masyarakat bisa menjadi pahlawan dengan mengajarkan dan memberi contoh penerapan protokol kesehatan kepada anak-anak, tetap melakukan kegiatan produktif selama di rumah, serta tetap menjaga kesehatan.

"Tidak sharing informasi dari media sosial tanpa saring terlebih dahulu adalah contoh kepahlawanan kita di rumah," ujar eks Menko PMK ini.

Dalam skala yang lebih besar, masing-masing orang bisa mengingatkan keluarga besar atau tetangga untuk senantiasa menerapkan 3M, semudah mengirim pesan himbauan di grup WhatsApp keluarga besar atau RT setempat.

Dengan begitu, kata Puan, kita telah menjadi Patriot PPKM. Dari situ pun, kita bisa turut mengedukasi banyak orang sekaligus menghalau isu hoaks yang bertebaran seputar pandemi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun