Museum Fatahillah adalah museum bersejarah yang terletak di Jakarta, Indonesia. Bangunan ini awalnya dibangun pada tahun 1710 sebagai Batavian Balai Kota dan ditetapkan sebagai museum pada 30 Maret 1974. Museum ini berfungsi sebagai tempat untuk pengumpulan, pendidikan, dan studi berbagai aspek sejarah Jakarta. Ada kerajaan sunda dan sekitar dari abad ke-14, yang merupakan kediaman untuk Kerajaan Sunda yang juga merupakan bagian dari ber ibukota di Pakuan Pajajaran, yang terdiri dari dua provinsi yaitu Banten dan Kalapa. Pada tahun 1526, Raden Fatahillah diperintahkan oleh Kesultanan Demak untuk memimpin Sunda Kalapa. Setelah berganti namanya dan menjadi Jayakarta pada tahun 1619, VOC menghancurkan kota tersebut dan memutuskan untuk membangun kota baru yang disebut Batavia setahun kemudian.
Hari itu, Terik matahari tak menyurutkan semangat saya dan teman-teman untuk mengunjungi istana. Bangunan ini lebih sering dikenal sebagai Museum Fatahillah atau Gedung Balai Kota Batavia. Terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 1 Jakarta Barat, lokasi ini sering dikunjungi karena kemudahan aksesnya dengan banyak pilihan transportasi, seperti Trans Jakarta dengan biaya 3500 rupiah atau kereta api dengan biaya 2000 rupiah, membuatnya sering dikunjung. Harga tiket untuk masuk ke mmuseum juga terjangkau, di Rp3000 untuk mahasiswa dan Rp5000 untuk umum. Foto-foto yang di pamerkan bukanlah suatu kebetulan karena di sinilah pusat kekuasaan sang Gubernur Jenderal Vereenigde Oost Indische Compagni (VOC) di hindia Belanda.Â
Sebelum balai kota dibangun, VOC pertama kali menciptakan sumur untuk mengurangi kebutuhan air selama konstruksi kota gedung balai. Namun, setelah Gedung selesai dibangun, sumur itu sendiri mulai berfungsi sebagai sumber air antara tahanan Belanda dan kuda. Sumur ini dikenal sebagai sumur tertua di Jakarta. Sejauh ini, kondisinya cukup stabil.
Sebenarnya, ada banyak ikan ikan kecil di sumur itu yang berenang kesana kemari di dalam sumur. sumur berdiameter 2,3 meter itu diperkirakan memiliki kedalaman sepuluh meter, tetapi kini kedalamannya tersisa 5 meter saja. Sumur tertua tersebut terletak di halaman belakang Museum Fatahillah, sehingga juga dikenal sebagai sumur Balai Kota.
Museum ini buka setiap hari kecuali hari Senin, mulai pukul 09.00 hingga 15.00 WIB. Ketika berkunjung ke Museum Fatahillah, pengunjung akan disambut dengan bangunan bersejarah yang megah. Di dalam museum, pengunjung dapat melihat berbagai koleksi yang menarik dan beragam. Pengunjung juga dapat mengikuti tur yang dipimpin oleh pemandu museum untuk mempelajari lebih lanjut tentang koleksi yang ada di museum. Selain itu, Museum Fatahillah juga memiliki area taman yang indah dan sangat cocok untuk bersantai. Di taman ini, pengunjung dapat menikmati suasana yang tenang dan menikmati pemandangan bangunan-bangunan bersejarah di sekitar museum. Â Â
Kota ini, yang didirikan dengan gaya Belanda Eropa pada tahun 1635, meluas ke daerah lain dan selesai di bangun pada tahun 1950. Hari ini, itu berfungsi sebagai kantor pusat VOC di Hindia Timur. Temoat ini pun meluas lagi ke daerah Selatan. Kemudian pada masa kedudukan Jepang pada tahun 1942, kota ini mengubah namanya menjadi Jakarta dan akhirnya sekaligus menjadi ibukota Indonesia. Pada tahun 1972, Kota Tua Resmi menjadi zona warisan untuk melindungi arsitek dengan memiliki nilai standar Sejarah tinggi. Museum ini menyimpan koleksi artefak bersejarah, termasuk foto Gubernur Jenderal VOC dari tahun 1602 hingga 1942, foto khusus Gubernur jenderal Jan Pieterszoon Coen, dan artefak yang terkait dengan prasejarah. Selain itu, museum ini memiliki koleksi senapan dan mancur yang digunakan sebagai filter udara selama era kolonial. Pantai Fatahillah, di mana museum ini terletak, ditunjuk sebagai tempat perang agama pada tahun 1970.
Museum Fatahillah, juga dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta, bangunan neoklasik dengan makna sejarah yang kaya. Awalnya dibangun sebagai istana kota Batavia, bekas ibukota India Timur Belanda. Museum ini, yang terletak di Kota Tua Jakarta, dibangun antara 1707 dan 1712 atas perintah Gubernur Jenderal Johan van Hoorn. Arsitektur bangunan mencerminkan campuran gaya neoklasik dan barok klasik, dipengaruhi oleh era kolonial Belanda.
Museum ini memiliki banyak hal yang menggambarkan tentang peristiwa bersejarah, terutama yang terkait dengan sejarah berdirinya kota Jakarta. Anda juga dapat melihat pameran arkeologi di museum ini, yang menunjukkan bahwa pemukiman pertama di Jakarta terletak di semenanjung Sungai Ciliwung. Spesies ini diperkirakan berasal dari tahun 2500 SM. (Neolitik). Pengunjung juga dapat mengamati artefak dari era Tarmanegara dan Pajadjaran, yang merupakan sisa-sisa dari kekaisaran Eropa, Cina, dan Indonesia, serta batu prasasti. Koleksi yang disebutkan di atas dapat dilihat di berbagai tempat seperti Jakarta Prasejarah, Tarmanegara, Jayakarta, Fatahillah, Sultan Agung, dan MH Thamrin Ruangs. Ada juga beberapa koleksi budaya Becak, numismatic, dan Betawi. Selain itu, ada dewa Hermes (the lucky and guardian dewa) yang pernah tinggal di Persimpangan Halmoni dan Meriam Si Jaguar, yang diketahui memiliki kemampuan sihir yang kuat.
Museum ini menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang populer di Jakarta dan cocok untuk dikunjungi bagi siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai sejarah Jakarta dan Indonesia. Museum Fatahillah memiliki beberapa sarana, seperti: perpustakaan yang menyediakan buku lebih dari 1200 judul dalam berbagai bahasa sebagian besar merupakan peninggalan kolonial, kafe Museum dengan suasana nyaman bernuansa Jakarta ‘’tempo doeloe'’, mushola, ruang pertemuan dan pameran, dan taman dalam. Di luar area museum fatahillah juga tersedia berbagai fasilitas seperti jasa fotografer, penjual pernak pernik bernuansa kota tua Batavia, dan sebagainya.
Gedung ini dibangun oleh Gubernur Ali Sadikin sebagai tempat untuk pendidikan masyarakat umum tentang sejarah Jakarta. Ada 23.500 barang yang patut diperhatikan. Koleksi artefak kuno dari 1.500 tahun yang lalu masih cukup mengesankan. Di antara mereka masih tersimpan rapih adalah batu, beliung persegi, kendi gerabah, dan barang-barang lainnya yang menyerupai keramik-keramik dari abad ke-17 hingga abad ke-19 dalam bentuk piring, teko, dan cangkir. Dari lokasi ini, kita dapat mengamati perbedaan budaya yang berbeda antara Eropa, China, dan Indonesia.
Dalam lantai kedua, dahulu adalah siding dewan tertinngi Hindia di Belgia. Sebagai contoh, ruang sidang adalah meja rapat yang merupakan bundar diameter 2,25 meter dengan kayu jati bola, peninggalan abad ke 17. Selain itu, ada beberapa mebel-mebel antik peninggalan dari tahun 17 hingga tahun 19. Salah satu contoh yang luar biasa adalah Schepenkast, rak buku besar yang dibangun pada tahun 1748 sebagai tempat untuk menyimpan arsip dan artefak dari Dewan Hakim Isepuh emas kayu dari lemari ini. Tak sembarang, ukiran pada lemari memiliki keunikan tersendiri. Sebagai contoh, bagian kiri milik Dewi Keadilan, bagian tengah empat belas lambang keluarga Dewan Pengadilan, dan bagian kanan milik Dewi Kebenaran. Ukiran ini berarti hakim dewan adalah titisan dari keadilan dan kebenaran dewi. Ada juga banyak lukisan dan ilustrasi indah di Museum Fatahillah, termasuk dua lukisan yang sangat indah berjudul "Lukisan Pertempuran antara sultan agung dan Jan Pieterszoon Coen" dan "Lucian Tiga Keputusan Pengadilan."