Mohon tunggu...
alien indo
alien indo Mohon Tunggu... profesional -

Aku berasal dari planet lain, jadi manusia bumi menyebutku Alien. Karena pesawatku rusak, aku terdampar ke bumi, ke negara bernama Indonesia, dan terpaksa mempelajari tingkah pola 'mengharukan' dari makhluk bernama manusia....

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Perubahan di Kompasiana, Tipikal Manusia Bumi

29 Juni 2015   20:40 Diperbarui: 29 Juni 2015   20:40 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 457 bulan ke 44 tahun 23232 menurut penanggalan di Planet Gromico7, di Nebula Quirrin

Ah, waktu rasanya cepat berlalu, bahkan di planet bumi. Terakhir aku menulis di Kompasiana pada Desember tahun 2014 lalu. Bulan Desember tahun 2015 tinggal enam bulan lagi, dan aku bahkan belum pernah menulis di Kompasiana. Hingga saat ini.

Ya. Setelah punya waktu, aku iseng buka Kompasiana. Dan... ternyata sudah berubah. Perubahan bukan hanya pada tampilan, namun juga secara keseluruhan. Artinya, perubahan bukan hanya pada "raga" namun juga "jiwa".

Lalu, apakah perubahan tampilan ini positif? Seharusnya begitu. Perubahan, apapun itu, tujuannya untuk menjadi lebih baik. Dan untuk Kompasiana, perubahan ini merupakan pertanda bahwa platform ngeblog terbesar di dunia yang berbahasa Indonesia ini memang bertekad untuk melangkah ke depan.

Tentu saja, perubahan ini bukan semata untuk kepentingan Kompasiana sebagai pemilik. Kepentingan pengguna, para Kompasianer, juga harus (dan pasti) dipertimbangkan. Secara jujur aku harus mengakui, tampilan baru Kompasiana ini tidak terlalu nyaman. Entahlah apakah ini karena kesan pertama, atau memang tampilannya memang tidak sesuai harapan.

Bagaimanapun, ada hubungan "simbiosis mutualisme" antara Kompsiana sebagai penyedia dan Kompasianer sebagai pengguna. Kompasianer memerlukan wadah untuk menyalurkan ide menulis, sekaligus berinteraksi dengan sesama penulis. Di pihak lain, sebagai penyedia, Kompasiana tak hanya berkepentingan pada penyediaan sarana, namun juga dengan bisnis. Ya. Pada akhirnya, hitung-hitungan bisnis yang bakal menjadi penentu. Semakin banyak pengguna, semakin banyak jumlah klik, tarif iklan di Kompasiana akan semakin besar.

Apalagi, harus diakui, Kompasiana sudah diperhitungkan dengan sangat serius oleh berbagai pihak di Tanah Air. Dimuatnya tulisan yang menohok petinggi KPK beberapa bulan lalu merupakan bukti. Juga, diundangnya beberapa Kompasianer menemui Presiden Joko Widodo menjadi bukti yang lain.

Jadi, kalau kemudian ada suara bernuansa negatif yang mengekspresikan kekecewaan pada tampilan Kompasiana, itu alamiah. Dan itu memang tipikal manusia bumi yang tak pernah puas pada sesuatu. Selalu saja ada kekurangan yang terlihat, baik itu dibuat-buat atau memang benar-benar ada.

Kalau memang Kompasiana versi baru ini punya banyak kekurangan (dan memang begitulah adanya), itu merupakan resiko dari sebuah perubahan. Bahwa terkadang, niat baik untuk mengubah sesuatu bisa saja tidak berjalan sesuai yang dimaksudkan.

Olahraga juga

Di dimensi yang berbeda, pada latar yang lain, perubahan (atau upaya perubahan) terkadang juga  tidak berjalan dengan lancar. Upaya Menpora untuk memperbaiki sepakbola nasional, misalnya. Karena miskin prestasi internasional, pemerintah membekukan PSSI dan membentuk Tim Transisi. Imbasnya, FIFA menjatuhkan sanksi pada Indonesia.

Dua bulan lebih setelah PSSI dibekukan, iklim sepakbola di Indonesia praktis mati. Tak ada kompetisi. Yang ada hanya turnamen "antar kampung" secara sporadis yang hanya diikuti segelintir klub. Ratusan pemain sepakbola menganggur dan terpaksa nyambi untuk menyambung hidup. Ratusan wasit kehilangan mata pencaharian. Beberapa klub membubarkan diri.

Dan Menpora? Tidak ada langkah taktis yang nyata. Tim Transisi yang dibentuk sejauh ini juga masih "macan ompong". Gebrakan yang dilakukan sejauh ini hanya pernyataan lewat media. Tak ada langkah konkrit yang bermuara pada perubahan prestasi.

Turnamen dan kompetisi yang direncanakan digelar Tim Transisi kemungkinan bakal minim peserta, atau bahkan gagal terlaksana.

Secara umum, upaya Menpora untuk memperbaiki sepakbola Indonesia tidak (atau tepatnya belum) berhasil. Bahkan untuk saat ini dapat dikatakan gatot alias gagal total!!

Pemerintah juga

Di bidang politik, setelah Joko Widodo terpilih menjadi presiden, banyak harapan yang mengemuka, bahwa Jokowi akan memperbaiki Indonesia menjadi lebih baik. Realitanya? Masih jauh dari harapan, bahkan terkesan mengecewakan.

Para menteri rata-rata tidak berkualitas dan hanya "mementingkan sensasi dan bukannya aksi". Harga BBM kini tidak pasti, bisa naik bisa turun. Harga dan persediaan beras di beberapa tempat kacau. Pemerintah bingung apakah mau mengimpor beras atau tidak. Pembagian "kartu sakti" tidak sepenuhnya mengangkat derajat hidup warga. Pernyataan semasa kampanye untuk "tidak bagi-bagi kekuasaan" terbukti hanya pemanis di mulut karena buktinya, semua "kroni" mendapat jatah kursi.

Perubahan yang diinginkan Indonesia, yakni perubahan untuk menjadi lebih baik, kelihatannya belum terwujud, setidaknya pada tahun ini. Namun, jangka waktu pemerintahan Jokowi-JK masih panjang. Masih ada empat tahun. Dan dalam empat tahun, banyak hal yang bisa dilakukan. Ada banyak momentum yang bisa digunakan pemerintah untuk benar-benar memperbaiki kualitas hidup rakyat Indonesia.

Realita dan resiko

Perubahan tampilan Kompasiana, juga perubahan pada sepakbola dan pemerintahan di Indonesia, merupakan pertanda adanya kehidupan yanag selalu bergerak. Bahwa ada upaya untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik.

Kalau kemudian yang terjadi tidak seperti yang diharapkan, seprti yang terjadi di sepakbola, itu realita dan resiko yang harus diterima. Bahwa tidak selamanya apa yang direncanakan akan terjadi sesuai yang diharapkan. Bahwa terkadang niat baik saja tidak cukup. Bahwa ada faktor X, dan juga mungkin faktor Y yang bisa mengubah rencana dan rancangan.

Jika itu yang terjadi, manusia bumi harus menyikapi. Menyikapi dengan sadar bahwa hukum alam memang selalu dinamis. Bahwa tak ada hal yang pasti di alam semesta, selain kepastian itu sendiri...

catatan

Tulisan ini dibuat di sela-sela upaya memperbaiki pesawat luar angkasa yang masih rusak. Aku udah mendapatkan komponen yang dibutuhkan untuk reparasi, yakni 3 keping Tarminium, 4 set Solidokasol dan plat interkoneksi stellar II. Namun untuk memperbaiki perlu waktu. Jadi kelihatannya aku masih akan lama bermukim secara diam-diam di planet bumi, di Indonesia...

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun