Dua bulan lebih setelah PSSI dibekukan, iklim sepakbola di Indonesia praktis mati. Tak ada kompetisi. Yang ada hanya turnamen "antar kampung" secara sporadis yang hanya diikuti segelintir klub. Ratusan pemain sepakbola menganggur dan terpaksa nyambi untuk menyambung hidup. Ratusan wasit kehilangan mata pencaharian. Beberapa klub membubarkan diri.
Dan Menpora? Tidak ada langkah taktis yang nyata. Tim Transisi yang dibentuk sejauh ini juga masih "macan ompong". Gebrakan yang dilakukan sejauh ini hanya pernyataan lewat media. Tak ada langkah konkrit yang bermuara pada perubahan prestasi.
Turnamen dan kompetisi yang direncanakan digelar Tim Transisi kemungkinan bakal minim peserta, atau bahkan gagal terlaksana.
Secara umum, upaya Menpora untuk memperbaiki sepakbola Indonesia tidak (atau tepatnya belum) berhasil. Bahkan untuk saat ini dapat dikatakan gatot alias gagal total!!
Pemerintah juga
Di bidang politik, setelah Joko Widodo terpilih menjadi presiden, banyak harapan yang mengemuka, bahwa Jokowi akan memperbaiki Indonesia menjadi lebih baik. Realitanya? Masih jauh dari harapan, bahkan terkesan mengecewakan.
Para menteri rata-rata tidak berkualitas dan hanya "mementingkan sensasi dan bukannya aksi". Harga BBM kini tidak pasti, bisa naik bisa turun. Harga dan persediaan beras di beberapa tempat kacau. Pemerintah bingung apakah mau mengimpor beras atau tidak. Pembagian "kartu sakti" tidak sepenuhnya mengangkat derajat hidup warga. Pernyataan semasa kampanye untuk "tidak bagi-bagi kekuasaan" terbukti hanya pemanis di mulut karena buktinya, semua "kroni" mendapat jatah kursi.
Perubahan yang diinginkan Indonesia, yakni perubahan untuk menjadi lebih baik, kelihatannya belum terwujud, setidaknya pada tahun ini. Namun, jangka waktu pemerintahan Jokowi-JK masih panjang. Masih ada empat tahun. Dan dalam empat tahun, banyak hal yang bisa dilakukan. Ada banyak momentum yang bisa digunakan pemerintah untuk benar-benar memperbaiki kualitas hidup rakyat Indonesia.
Realita dan resiko
Perubahan tampilan Kompasiana, juga perubahan pada sepakbola dan pemerintahan di Indonesia, merupakan pertanda adanya kehidupan yanag selalu bergerak. Bahwa ada upaya untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik.
Kalau kemudian yang terjadi tidak seperti yang diharapkan, seprti yang terjadi di sepakbola, itu realita dan resiko yang harus diterima. Bahwa tidak selamanya apa yang direncanakan akan terjadi sesuai yang diharapkan. Bahwa terkadang niat baik saja tidak cukup. Bahwa ada faktor X, dan juga mungkin faktor Y yang bisa mengubah rencana dan rancangan.