Kampusku bermuka dua? Â Pendapat itulah yang tergambar oleh saya selaku penulis yang telah menghabiskan dua tahun saya di kampus ini.
Tahukah kampus apa ini? Ya, ini kampus IPB Dramaga. Tak asing lagi seharusnya mengenai keberadaan kampus ini meskipun beberapa orang masih mengira bahwa IPB itu ITB.
Untuk yang belum pernah datang/singgah ke kampus ini, ada anggapan bahwa "di dalam hutan, ada kampus ini". Mengapa begitu? karena kampus ini memang didesain sebagai kampus pertanian sehingga memiliki lahan yang luas serta memiliki lahan pertanian yang sangat luas.Â
Namun, awamnya jika orang berkunjung kesini, orang - orang hanya akan berkeliling melihat gedung - gedung tempat belajar mengajar serta tempat penunjang lainnya seperti perpustakaan, rektorat, masjid, tempat olahraga, dsb.Â
Tipikal bentuk gedung di kampus ini bisa dilihat dari foto yang terlampir pada awal tulisan. Bentuknya yang bersegitiga serta saling sambung menyambung sehingga dapat membentuk trapesium dan sebagainya.Â
Dan itu menjadi ciri khas kampus ini sehingga mayoritas gedung baru pun mengikuti pola yang seperti ini dan akhirnya tersambung dengan bangunan yang terlebih dahulu dibangun.
Dan ketika berkeliling kampus ini, bangunan yang paling menarik dilihat adalah gedung rektorat dan mungkin masjid al-Huriyyah. Kenapa? karena bentuknya yang unik dan cukup monumental.
Namun, jangan harap untuk menemui bangunan monumental nan modern bagaikan perpustakaan UI, karena memang tidak ada bangunan yang monumental nan modern seperti itu di sini. Sehingga, bisa jadi kesan kampus yang modern dari segi infrastruktur fisik tak akan muncul ketika berkeliling kampus ini.
Namun, apabila anda memperhatikan lebih lanjut, sebenarnya kampus ini terpecah menjadi 2 segmen yang cukup besar, yaitu kampus bagian depan dan bagian belakang. Mengapa hal itu terjadi? Karena dengan desain yang saling sambung menyambung tersebut, sehingga nampak bahwa kampus ini terbagi menjadi dua bagian yang terpisah.
Bagian depan kampus, ada apa saja disana? Anda dapat menjumpai  gedung rektorat, GWW, Faperta, FEMA, Fateta, Fahutan, sebagian FMIPA, sebagian FEM, perpustakaan, gedung Common Classroom, dan yang lainnya.Â
Bagaimana dengan bagian belakang kampus? Anda dapat menjumpai Masjid Al-Huriyyah, FPIK, Fapet, FKH, Sebagian FEM, sebagian FMIPA, dan yang lainnya.
Lalu, apa masalahnya???
Keadaan seperti ini menimbulkan adanya ketimpangan fasilitas yang dirasakan. Ketika anda berada di bagian depan kampus, jalan yang dilalui mayoritas mulus, jarang ada tambalan sana sini.Â
Dan hal itu berbanding terbalik dengan bagian belakang kampus dengan jalan yang banyak tambal sana sini serta masih ada jalan yang berlubang. Selain jalan, apabila anda berjalan kaki untuk berkeliling kampus, maka anda akan menemui dimana trotoar yang anda lalui ketika berjalan dari bagian depan kampus seketika hilang tak ada kelanjutannya ketika anda mencapai Masjid Alhur  dan berlanjut sampai ke bagian belakang kampus lainnya.Â
Dan apabila malam tiba, sebaiknya anda jangan berkeliling kampus terutama di bagian belakang kampus, karena suasana yang remang remang cenderung gelap sehingga riskan untuk dilalui. Namun sebenarnya ketika berbicara penerangan kampus, secara keseluruhan kampus ini jauh dari kata layak dalam hal penerangan, terutama penerangan jalannya.
Itu baru dari segi fasilitas jalan dan penunjangnya saja.Â
Dan apabila anda menelusuri lebih dalam, keadaan gedung di bagian depan dan belakang kampus bisa dibilang cukup timpang, terutama gedung gedung lama dan bukan gedung gedung yang baru selesai dibangun.Â
Bangunan lama yang ada di bagian depan cenderung lebih terawat baik dari segii penerangan dan kondisi dindingnya. Sementara itu, bangunan lama di bagian belakang bisa dibilang kebalikannya dari bangunan lama yang berada di bagian depan kampus.Â
Hal ini cukup ironis, karena tidak sedikit mahasiswa yang berkegiatan sampai malam di bagian belakang kampus ini. Dan dengan kondisi baik di dalam bangunan maupun di jalan yang seperti ini dapat memperbesar resiko resiko yang tidak diinginkan.
Selain bangunan, jalan dan penunjangnya, masih ada beberapa fasilitas lain yang menunjukkan ketimpangan nyata antara bagian depan dan belakang kampus.
Sebenarnya kondisi tersebut seharusnya dapat diatasi oleh pihak kampus, karena hal - hal tersebut bukan perkara baru di kampus ini. Kondisi ini sudah terjadi bertahun - tahun. Sehingga seharusnya pihak kampus telah menyadarinya. Namun, kenyataannya tidak seperti itu.
Padahal, kampus yang pada mulanya dibanggakan sebagai kampus rakyat namun sekarang telah berubah menjadi kampus "mahal". Dengan biaya UKT yang mencapai 11 juta rupiah untuk beberapa kalangan mahasiswa dan uang pangkal yang semakin "menggila" untuk mahasiswa yang diterima melalui jalur mandiri serta jumlah mahasiswa yang berjumlah belasan ribu, seharusnya kampus ini memiliki dana yang cukup untuk sekedar membenahi sedikit permasalahan diatas.Â
Mengenai dana yang cukup  besar tersebut sejauh ini masih menjadi pendapat saya pribadi dan saya pribadi tidak tahu ada berapa banyak uang yang dimiliki kampus ini dan seberapa besar pengeluaran kampus serta sektor mana saja yang menjadi sektor yang menerima pengeluaran kampus ini.Â
Oleh karena itu, saya sangat berharap agar pihak terkait atau orang yang memiliki pengetahuan tentang masalah ini agar bisa membagikan informasi ini sehingga tidak menimbulkan asumsi asumsi berkepanjangan di tengah kehidupan kampus.
Dan selama permasalahan ini tidak bisa terjawab, rasanya pantas menyematkan kampus ini sebagai kampus yang bermuka dua.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H