Mohon tunggu...
alief firdaus
alief firdaus Mohon Tunggu... Editor - mahasiswa uin khas jember

fakultas ushuluddin adab humaniora prodi ilmu hadis angkatan2021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gusdur Sang Bapak Pluralisme

30 April 2022   06:38 Diperbarui: 10 Mei 2022   16:18 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gusdur juga seorang budayawan dimana nama gusdur banyak dikenal dikalangan budayawan yang ada di indonesia meupun yang ada diluar indonesia. 

Tercatat dalam sejarah bahwa beliau pernah pemikiran terhadap budaya arab yang pada saat itu banyak di pertanyakan bahwa apakah budaya arab juga termasuk budaya islam , gusdur pada saat itu hadir dalam persoalan dengan santai ddan humanis karena bagi beliau budaya dan agama tidak bisa disatukan namun juga tidak bisa dipisahkan hal ini dikarenakan metode pengenalan agama juga menggunakan jalur budaya dalam penyampainnya , dalam persoalan budaya arab beliau menegaskan bahwa budaya arab bukan budaya nya islam begitu juga sebalik nya , salah satu budaya yang dipersoalkan waktu itu adalah budaya cadar dimana wanita bercadar banyak ditemukan di arab yang juga kebetulan arab adalah negara dengan rata rata rakyatnya beraga islam oleh karena itulah banyak beranggapan bahwa budaya orang arab juga budaya orang islam. 

Bagi gusdur pemahaman seperti ini harus dibuang jauh jauh, tidak semua budaya arab bisa diterima islam karena melanggar norma dan syariat agama yang ada. Dan bagi gusdur permasalahan seperti itu akan terus di perbincangkan karena mayoritas rakyat indonesia mengenal bahwa budaya arab juga budaya islam tapi beliau tidak putus asa dala menebarkan benih benih pemahaman yang aktual kepada masyarakat indonesia kala itu agar tidak da kesalahaan  pamahaman antara agama dan budaya, bagi gusdur agama selain memiliki dimensi keimanan dan ketuhanan yang sakral dan mutlak agama yang juga memiliki dimensi budaya yang melahirkan banyak simbol. 

Oleh karenanya beliau beranggapan bahwa agama tidak bisa disatukan dengan budaya dan juga tidak bisa pula dipisahkan kesimpulannya adalah gusdur sebagai sosok yang bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya harus rela berkorban demi kemaslahatan ummat  gusdur juga berpendapat bahwa kehidupan bernegara harus bisa mengondisikan situasi yang ada jika situasi waktu itu berantakan kita sebagai makhluk yang berakal jangan sampai menyelesaikan dengan berantakan juga ibarat api dan air yang selalu membutuhkan dikala situasi tertentu pemikiran seperti inilah yang patut kita realisasikan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan melihat keberagaman memakai kacamata yang utuh agar tidak bengkak sebelah. Satu kesalahan yang timbul dari sudut pandang kita sendiri terhadap persoalan di atas akan melahirkan persoalan baru yang tidak ada ujungnya sehinnga sulit bagi kita untuk menyelesaikan  kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun