Saat sekarang, banyak perempuan yang mengajukan perceraian. Tak hanya kalangan artis, namun masyarakat biasapun banyak melakukan. Kenyataan ini, tak hanya dilakukan satu atau dua perempuan yang dapat ditemui di Pengadilan Agama. Silahkan saja lihat: sehari tak bisa hanya dihitung sebelah jari tangan, perempuan yang datang untuk mengajukan gugat cerai. Fenomena ini, menarik untuk dicermati.
Fungsi pernikahan menurut agama Islam, paling utama untuk membangun rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah. Rumah tangga itu sebagai pilar pembangunan masyarakat dan pembangunan negara. Bagaimana pun tanpa keluarga tak mungkin berdiri masyarakat, tak mungkin berdiri negara, bangsa.
Selain itu, sepasang manusia dalam menempuh perkawinan untuk membentuk keluarga harus memiliki keturunan. Melahirkan anak-anak yang shaleh, cerdas, pintar berguna bagi bangsa dan Negara. Perkawinan membentuk keluarga tenang dan tentram dengan diliputi cinta kasih maka masyarakat dengan sendirinya akan menjadi masyarakat yang baik pula.
Jadi sebuah perkawinan bukanlah sekedar pelampiasan nafsu. Bukan pula untuk menaikan harkat derajat. Selain itu, perkawinan sesuatu yang unik. Coba saja perhatikan, dua orang hamba Allah bertemu dalam suatu ikatan dengan perberbedaan segala-galanya, mulai jenis kelamin, lingkungan karakter, pendidikan, adat-istiadat, disatukan dalam ikatan perkawinan, hal itu merupakan hal yang luar biasa.
Dimensi perkawinan sendiri, merupakan dimensi ketuhanan atau Ilahiah, disamping hablu minanasnya. Dalam agama Islam, juga agama manapun ketika pihak mempelai laki-laki mengucapkan akad nikah, maka lahiriahnya perjanjian kepada calon pengantin istri, tapi hakekatnya berjanji kepada Allah, akan tetapi berbeda dengan perkawinan ala barat. Jadi, perkawinan membangun ketenangan dan cinta kasih sekali untuk seumur hidup nilainya sangat sakral.
Perkawinan dalam agama Islam dianggap penting (baca: sakral), karena memiliki dimensi yang sangat luas, sehingga harus disadari siapapun yang sudah dan akan berumah tangga, jadi bukan sekedar bahwa dirinya sudah berumur maka harus menikah. Sehingga berumahtangga harus direncanakan sebelumnya.
Seturut fenomena perceraian, agama Islam membolehkan sepanjang kondisinya memungkinkan. Bahwa cerai merupakan pintu darurat. Jika dimisalkan pada pesawat yang akan jatuh, maka ada pintu darurat yang boleh dibukanya. Dalam agama memang halal tapi dibenci Allah, karena dampak dari perceraian itu banyak yang negatifnya. Bagaimana pun perceraian memutus tali silaturahim padahal memutuskan hal itu, sesuatu yang sangat dilarang.
Ada kencenderungan perbedaan latar belakang perceraian sekarang dengan dulu. Terutama banyaknya gugat cerai yang datangnya dari pihak istri atau perempuan. Meski dimungkinkan karena ada dalam undang-undang perkawinan, tetapi keadaan ini ditengarai merupakan pengaruh dari pandangan hidup liberal yang menyandarkan pada hak asasi, kesetaraan gender.
Saat kondisi tertentu istri bisa menggugat, akan tetapi saat ini terlihat begitu mudah, seperti ada kekecewaan sedikit saja sudah menggugat cerai. Mau tak mau seperti fenomena ini pengaruh dari kehidupan para artis. Tayangan infotainment yang banyak menyuguhkan masalah perceraian para selebritis. Mereka dengan mudahnya melakukan perceraian, alih-alih dilakukan untuk menjadi pembelajaran. Sebenarnya artis dan orang kebanyakan sama saja. Hanya mereka lebih di blow up, yang menjadi keprihatinan, sudah tak ada rasa sedih apabila bercerai, sudah tak ada rasa malu lagi permasalahannya diumbar, karena mereka tak memiliki nilai-nilai terhadap pernikahan, jadi mereka beranggapan kalau sudah tak cocok lagi ya, sudah cerai saja. Toh, ketimbang terus melanjutkan pernikahan.
Sekarang pernikahan hanya sebagai status dan emosi cinta. Faktor lainnya di luar pernikahan, lebih menguasai pemikiran ketimbang konsekuensinya sebuah pernikahan. Keberadaan media sosial dan media massa yang semakin maju pada saat ini, ditengarai sebagai pemicu adanya konflik dalam rumah tangga yang mencetuskan perceraian. Di suatu sisi, lewat media sosial banyak terjadinya konflik akibat perselingkuhan. Sedangkan disisi lainnya, melalui jejaring sosial ini dapat dengan mudahnya berkomunikasi atau saling curhat (curahan hati).
Terlebih apabila pasangan suami istri tak memiliki komitmen yang kuat pada pernikahan yang berlandaskan agama. Penilaian luhur terhadap nilai moral perkawinan sudah kian menipis, karena tidak semua pasangan memahami makna perceraian. Perceraian sejatinya tak mudah, bahwa tidak begitu saja seorang suami menjatuhkan talak, maka proses perceraian terjadi.
Jadi tak bisa langsung berkata: cerai! Namun harus ada proses terjadinya perceraian tersebut. Ambil contoh, sebuah rumah tangga sudah tak harmonis, maka boleh pisah ranjang ranjang. Artinya, berpisah dulu untuk menenangkan atau cooling down . Jika masih belum ada kata perdamaian, maka seperti disitas dalam Al-Qur’an disebutkan, pihak laki-laki dan perempuan mengutus keluarganya bertemu memusyawarah. Selanjutnya meminta nasehat pada BP4, maka terakhir diproses di pengadilan agama (PA).
Akan tetapi hakim (PA), pun tidak langsung atau “ujug-ujug” memutuskan, namun terlebih dulu mendamaikan. Biasanya, hakim PA akan memberi nasehat dulu, kemudian diberi tempo untuk kembali. Nah, setelah itu barulah melalui proses persidangan dengan menanyakan pemasalahan juga menghadirkan para saksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H