Mohon tunggu...
Alief El_Ichwan
Alief El_Ichwan Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis

mantan wartawanI Penulis LepasI Menulis artikel-cerpen-puisi-perjalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Candi Kidal Nyaris Tak Dikenal

2 Februari 2017   08:26 Diperbarui: 2 Februari 2017   09:39 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ambang pintu utama, di atasnya terdapat hiasan ukiran kepala kala. Wajahnya menyerupai manusia raksasa. Lebih dikenal sebagai Banaspati, disebut pula Kirttimuka, yaitu melambangkan sebagai penolak bala dan penjaga tempat suci. Sedang ‘kala’ juga berarti waktu. Pada bagian kiri dan kanannya, terdapat jari dengan posisi jari tengah dan telunjuk seperti cakar. Melambangkan bahwa di dunia selalu berpasangan.

Hiasan ukiran ini, terdapat pula pada bagian sisi atas tengah candi selatan, timur dan utara. Namun bentuknya lebih kecil, sedangkan pada bagian utara ukiran ini hilang hanya tersisa bagian jarinya saja.

Fragmen relief Garudeyu, terukir di bagian sisi selatan. Menggambarkan Garuda sedang menggendong (di atas kepalanya) tiga ular sebagai anak Dewi Kadru. Melambangkan perbudakan.

Kisah awal perbudakan ini, ketika para dewa mengaduk samudra guna mencari amerta (air keabadian). Peristiwanya dikenal dengan sebutan Samudramantana. Dalam peristiwa ini, keluar pula berbagai benda pusaka diantaranya kuda putih bernama Uccaisrawa.

Dua bersaudara putri Maharesi Kasyapa, yaitu Dewi Winata dan Dewi Kadru melakukan tebakan: warna apakah kuda itu? Perjanjiannya siapa yang kalah akan menjadi budaknya. Dewi Winata menebak putih seluruhnya, sedangkan Dewi Kadru menebak warna putih, namun dengan ekor hitam.

Anak-anak Dewi Kadru, yang berupa  ular mengetahui tebakan ibunya kalah, mereka melakukan tipu muslihat dengan menyemburkan bisanya akibatnya ekor kuda itu, berubah menjadi hitam. Garuda yang ingin membela ibunya, dia rela menjadi budak dengan mengasuh anak-anak Dewi Kadru. Meskipun begitu, dalam mengasuh anak-anak ular yang jumlahnya ribuan, Garuda bertindak keras dan tegas. Bagi ular yang nakal dan bandel, maka dia akan menelannya. Kata ‘garuda’ berasal dari kata gru yang berarti menelan.

Pada sisi candi bagian Timur, digambarkan Garuda sedang menggendong guci yang berisi amerta. Bagian ini, menggambarkan Garuda berhasil mengambil amerta dari kayangan. Tindakan ini, sebagai persyaratan unuk membebaskan ibunya. Sedang bagian sisi Utara, relief digambarkan Garuda berhasil membebaskan ibunya.

Pembacaan fragmen Garudeyu, dilakukan melawan arah putaran jarum jam. Yaitu dari Selatan ke Utara atau dari kanan ke kiri. Yang disebut juga secara ‘Prasawya’.

Hiasan relief di candi Kidal, dipahatkan dengan bentuk garis berupa ‘jambangan teratai. Lambang dari kesuburan atau daya hidup. Sedangkan pahatan motif medallion (lingkaran) berisi sulur teratai dan binatang berupa burung.

Sementara itu, pada dinding atas sisi Utara ada hiasan kala-parijata berupa trisula dan lidah api. Motif ini melambangkan pohon hayat atau kalpataru.

Ada arca-arca lain di candi Kidal. Letaknya di ‘anak-anak’ candi pendukung yang menempel pada badan candi utama. Pada ceruk (relung) anak candi sebelah Utara terdapat arca Durgamahisasuramardini (Dewi Parwati). Bentuk arca seorang dewi yang sedang berdiri di punggung kerbau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun