Siapa yang tidak berdiri bulu kuduknya mencium aroma bunga kantil, ketika melintas di depan rumah Komariah. Perempuan berparas ayu, berkulit kuning langsat yang selalu duduk sambil tersenyum menyendiri dengan pandangan kosong menatap ke arah pohon kamboja.Â
Komariah dikenal sebagai seorang gadis yang baik, namun harus menerima nasib buruk yang kini sedang menimpanya. Ia dianggap gila karena selalu berbicara sendiri dan terkadang menangis ketika memandang pohon kamboja dan kembang kantil di depan pekarangan rumahnya.Â
"Sungguh kasihan nasib Komariah, sejak ayah dan ibunya meninggal dunia ia harus menderita. Entah siapa yang begitu tega membuatnya seperti ini, selalu tersenyum dan menatap ke arah pohon kamboja itu." Ungkap seorang perempuan tua, tetangga Komariah yang sejak dari tadi memerhatikan gadis ayu tersebut.
"Ayah-ibu, begitu cepat kalian meninggalkanku sendiri di rumah ini hingga sekarang aku harus merasakan kepedihan hati. Mereka telah membuatku begini, aku seperti tidak ada gairah lagi untuk melanjutkan hidup ini. Sepertinya semua orang menjauhiku, mereka menganggap jika aku sudah tidak waras. Aku ingin ayah dan ibu menjemputku." Sambil menatap ke arah pohon kamboja, Komariah berbicara sendiri seperti orang yang mengalami depresi berat karena kepergian kedua orang tuanya untuk selama-lamanya.Â
"Lihatlah, Komariah berbicara sendiri seakan melihat ayah-ibunya di pohon kamboja dan kembang kantil itu. Ia seolah-olah tidak mengalami gangguan jiwa, dan apa yang diucapkannya seperti curahan hatinya kepada kedua orang tuanya." Bu Ratna, tetangga Komariah mendengar gadis itu berbicara dengan menatap pohon kamboja dan kembang kantil, seakan-akan mengobrol dengan ayah-ibunya yang telah tiada.
"Ya, saya sangat sedih melihat gadis itu. Dahulu, ketika ayah dan ibunya masih hidup, Komariah sangat ramah, baik, dan tidak sombong. Banyak lelaki yang tertarik padanya. Bahkan dirinya merupakan satu di antara kembang desa yang sangat disukai para pemuda di desa ini. Yah mungkin ada pemuda yang merasa cintanya ditolak oleh Komariah sehingga melakukan jalan pintas dengan cara perdukunan. Namun salah sasaran sehingga kedua orang tua Komariah yang menjadi tumbalnya. Sungguh sangat miris melihat kondisi Komariah. Wajar saja, Komariah menjadi merasa bersalah atas kejadian yang menyebabkan kedua orang tuanya meninggal dunia." Bu Sugandi juga memberikan penjelasan kepada Ibu Ratna yang turut prihatin melihat keadaan Komariah saat ini.
Komariah melihat orang-orang di sekelilingnya beranggapan, jika dirinya mengalami gangguan kejiwaan setelah kedua orang tuanya meninggal dunia. Padahal Komariah ingin hidup normal, tidak dijadikan sebagai bahan olok-olokan dan dianggap sebagai orang gila.Â
Makanya, ketika ia menatap pohon kamboja dan kembang kantil yang berada di sudut depan pekarangan rumahnya, sebagian orang melihat Komariah berbicara sendiri seperti ada kehidupan lain yang hadir bersama dengannya.Â
"Coba kamu perhatikan, Komariah terus berbicara di depan pohon kamboja dan kembang kantil itu. Bagaimana pun juga, Komariah sudah seperti penghuni yang berada di rumah sakit jiwa saja, hahaha." Seorang perempuan berusia dua puluh lima tahun bersama temannya melihat Komariah yang sedang berbicara meluapkan perasaannya kepada pohon kamboja dan kembang kantil tersebut.Â
"Benar, aku pun setuju kiranya Komariah sudah mengalami gangguan kejiwaan. Tidak mungkin jika Komariah sehat mentalnya, ia berbicara sendiri dan terkadang menangis tanpa tahu penyebabnya." Kedua perempuan tersebut berlalu dan meninggalkan Komariah sendirian.
Hampir satu tahun berlalu Komariah hidup dengan kesendirian dengan kondisi tubuhnya sedikit kurus. Tetangga yang masih merasa peduli dengan kondisinya pun, tidak tahu harus berbuat apa.Â